Satu bulan telah berlalu setelah selesainya empat puluh hari berkabung. Dinara masih berusaha berkoordinasi dengan pihak wedding organizer (WO) mengenai pembatalan pernikahannya dengan almarhum Mas Satria. Beberapa dana yang sudah dibayarkan sebagai DP telah dikembalikan kepada Dinara, meskipun ada beberapa DP yang masih ditahan karena harus mengikuti prosedur manajemen.
Dinara tidak berharap banyak bahwa uang yang di-DP-kan akan dikembalikan sepenuhnya, tetapi dia berusaha semaksimal mungkin agar seluruh dana tersebut dikembalikan mengingat situasi yang tidak diinginkan ini. Setiap hari, dia menghadapi kenyataan pahit bahwa kecelakaan tersebut adalah takdir yang telah digariskan Tuhan. Dia berusaha menghadapinya dengan tabah, meskipun hati dan pikirannya masih terbelenggu oleh kesedihan yang mendalam.
Namun, beberapa pihak WO berkoordinasi dengan vendor-vendor, menginformasikan bahwa uang DP tersebut sudah digunakan untuk persiapan pernikahan. Ketika mendengar ini, perasaan Dinara campur aduk antara kecewa dan pasrah. Kecelakaan yang menimpa almarhum Mas Satria terjadi tepat tiga hari sebelum pernikahan, saat dirinya hendak menjemput Dinara dari hotel yang telah dipesan untuk bulan madu setelah pernikahan.
Ingatan tentang hari itu masih jelas di benaknya. Pagi itu, langit cerah dan harapan memenuhi hatinya. Namun, seketika semuanya berubah menjadi mimpi buruk. Sekarang, Dinara berusaha menemukan jalan untuk melanjutkan hidupnya tanpa almarhum Mas Satria, meskipun setiap langkah terasa berat.
Sebelum terjadi kecelakaan. Di tengah perjalan, saat Mas Satria dari persimpangan jalan, ia mengalami tabrakan beruntun yang menyebabkan motor yang ia gunakan terjatuh dan terseret kedalam truk besar yang berjalan dari arah berlawanan.
Kondisi Mas Satria begitu tragis, orang-orang yang melihat di lokasi kejadian menjadi kecelakaan terparah di tempat tersebut, terutama karna kondisi jalan yang begitu curam dan persimpangan tanpa kaca cembung.
Mas Satria di nyatakan tewas di tempat. Beberapa anggota tubuhnya patah dan di bagian kepalanya mengalami luka berat. Di jari manis di tangan kirinya masih melekat cincin tunangan yang berlumuran darah segar. Saksi yang melihat kejadian tersebut sempat melihat Mas Satria nafas terengah-engah beberapa detik sebelum akhirnya menghembuskan nafas terakhir.
Salah satu polisi membuka tasnya untuk mencari identitas korban dan menemukan sebuah handphone yang masih utuh. Di layar handphone terlihat panggilan tidak terjawab dari kontak yang bertuliskan "My Dinara".
Rupanya, panggilan terakhir yang diterima handphone tersebut adalah dari Mas Satria, yang memberitahu bahwa pemilik handphone mengalami kecelakaan. Berita ini sangat mengguncang Dinara, membuat tubuhnya lemas dan jantungnya berdegup kencang karena shock luar biasa.
Perilaku hangatnya semakin memperkuat kerinduan Dinara. Di benaknya, terus teringat mengenai kenangan manis saat mereka berdua merencanakan masa depan bersama. Senyum Mas Satria dengan lesung pipinya yang selalu mampu menenangkan hatinya, kini hanya tinggal dalam kenangan. Dinara merasa seperti tersesat di lautan kesedihan yang dalam, mencoba mencari jalan keluar dari rasa kehilangan yang begitu mendalam.
Di pojok kamarnya, Dinara duduk diam memandangi sebuah amplop yang sudah kusut. Amplop itu berisi sebagian uang yang pernah diberikan Mas Satria untuk persiapan pernikahan mereka. Dengan tangan gemetar, Dinara membuka amplop tersebut, melihat kembali isinya dengan mata yang berkaca-kaca. Setiap lembar uang di dalamnya seolah menyimpan kenangan mereka bersama, mimpi-mimpi yang kini hanya tinggal bayangan.
Berita kecelakaan tragis yang merenggut nyawa Mas Satria telah tersebar luas, sampai masuk dalam liputan berita stasiun TV. Dinara masih ingat betapa cepatnya kabar itu menyebar, dan betapa hatinya hancur mendengar berita yang begitu mengenaskan. Pernikahan yang batal menjadi perbincangan banyak orang hingga sekarang, dan Dinara tahu dia harus mengembalikan uang ini kepada keluarga almarhum, sebagai bentuk penghormatan terakhir.
Dengan niat yang tulus, Dinara memutuskan untuk menemui keluarga almarhum Mas Satria. Meskipun langkahnya terasa berat, dia tahu ini adalah langkah yang harus diambilnya, demi kebaikan semua pihak dan demi menutup babak yang menyakitkan dalam hidupnya.