Hingga malam tiba, acara rapat keluarga besar kami akan dimulai.
Aku sudah duduk di tengah di tempat khusus calon pengantin di kelilingi para orang tua dan pemuka adat.
“Nunga didia si Melani, suruh masuk,” ( sudah dimana si Melani suruh masuk) Salah seorang keluarga meminta masuk. Mendengar namanya dipanggil, aku mengalihkan pandangan ke arah pintu.
Akhirnya Melani datang, seorang anak remaja memakai sarung sebagai kain bagian bawahnya, ia diantar teman-temannya, teman-temanya terlihat tertawa menggoda, mereka cengar-cengir .
Dugaanku salah, ia terlihat kalem dan pembawaannya tenang.
“Masuk maho inang, tusonko hundul.” ( masuklah kau nak, disinilah kau duduk)
“Salam dulu pariban calon suamimu,” kata semua orang yang ada di dalam rumah.
“Halo bang Nathan, selamat datang,” ia menyodorkan tangan ke arahku.
Dug ... Dug ....!
Jantung ini berirama saat ia menyodorkan tangannya dan menatap mataku, kenapa malah aku yang jantungan, kok jadi aku yang grogi sedangkan ia terlihat sangat tenang.
'Kenapa jadi aku yang grogi menghadapi anak kecil' ucapku dalam hati.
“Ha-halo,” jawabku terbata.
Kenapa jadi aku yang gugup, harusnya Ia yang bersikap tersipu-sipu malu seperti teman-temanya, itu yang aku pikirkan sebelumnya.
Ia duduk di sampingku, saat semua mata orang tertuju padaku, aku malah penasaran dengan Melani, aku mencuri-curi kesempatan untuk melihat wujud asli calon istri yang akan menikah nantinya.
Ia duduk dengan tenang tatapan mata terlihat biasa saja, ia juga terlihat jarang tersenyum sepanjang kami duduk dalam acara perkenalan matanya menatap kosong.
'Ada apa dengannya? kenapa ia bersikap seolah tidak suka dengan perjodohan ini, kalau ada pihak yang tidak suka dengan perjodohan ini, itu harusnya aku'
Akulah yang tidak mau dijodohkan dengan pariban. Karena aku sudah punya kekasih, umurku juga sudah mapan, tampan dan anak kota juga,
aku di buat penasaran dengan sikap dingin Melani.