Dipaksa Menikah Dengan Sepupu

Betaria Sonata L raja
Chapter #6

#6 Tragedi Sebelum Pernikahan

“Eh, abang datang kesini, mau lihat kita, iya,” kata Betaria bergurau, perempuan yang satu ini selalu buat lelucon tapi garing, berbeda dengan Revina yang terlihat lebih dewasa walau umurnya lebih muda dari mereka semua.

 

“Iya, aku mau mengajak Melani bicara empat mata, boleh?” kataku, melirik Melani yang duduk di pojok ruangan.

 

“Boleh saja, mau bayar berapa?” Sina merentangkan tangannya.

 

“Maksudnya .…?” Tanyaku bingung dengan tingkah anak-anak remaja teman-teman Melani

 

“Maksudnya jatah preman ,Bang."Wati menimpali.

 

“Baiklah, kami hanya bercanda, iya ela… mukanya serius amat kayak, kayak mau ujian kenaikan kelas saja,” kata Sina terkekeh.

 

“Boleh aku masuk?" kataku pada anak-anak perempuan itu.

 

Rumah berdinding papan dan berlantai papan itu rumah yang ditempati Melani, ia kurang suka saat melihatku sedang menyelidiki rumahnya, tidak ada kamar khusus untuk seorang anak gadis dewasa, dalam rumah itu hanya dipasang gorden panjang dan dua lemari sebagai pemisah atau sekat. Aku baru pertama kali melihat dengan jelas bagian dalam rumah Tulangku.

 

Tidak ingin merusak apa yang sudah disepakati para pemuka adat dan keluarga yang sudah menentukan hari yang tepat untuk melangsungkan pernikahan kami aku terpaksa mengalah, mengalah agar urusan pesta dan segala macam dapat terlaksana, tidak ingin berlama-lama di kampung. Maka meminta maaf pada gadis ingusan itu jalan yang tepat.

 

Tadinya agak berat hati, masa lelaki dewasa sepertiku harus meminta maaf pada anak kecil seperti Melani, tapi demi kebaikan mengalah tidak apa-apa .

 

“Duduklah Bang, keluar pun kami dari sini, ayo, woi…!” Teman Melani yang bernama Sina mengajak temannya keluar.

 

“Kita bicara disini saja, iya, Aku hanya mau bilang, aku ingin pernikahan ini cepat selesai, jadi, ayo kita saling berbaikan dan aku harus meminta maaf atas kata-kataku kemarin.”

 

“Baiklah,” hanya kata itu yang keluar dari mulutnya, padahal aku sudah bicara panjang lebar sepanjang jalan tol, tapi jawabannya hanya ‘baiklah’

 

“Itu artinya, kita tidak ada masalah ‘kan?”

 

“Dari pertama kita memang tidak ada masalah, bang NaNando yang menjadikan jadi masalah.”

 

“Ok, baiklah, aku salah, jadi boleh kita pergi ke rumah Opung sekarang? kamu di tungguin di sana, kalau kamu tidak datang tidak acara makan katanya.”

 

Aku terpaksa membujuknya karena desakan Papi dan Mami padaku juga, sedangkan aku sudah mulai dirundung rasa jenuh, Tidak bisa dibayangkan aku dijauhkan dari ponselku, Ponsel sudah seperti kekasih kedua bagiku.

 

Belum lagi rasa rindu pada Mikha, ia pasti sudah menunggu kabar dariku, ia pasti sudah berpikir aku tukang bohong, tukang kibul, karena tidak ada satupun janji yang aku ucapkan pada Mikha aku tepati, salah satunya mengirim foto pemandangan Danau Toba.

 

Lihat selengkapnya