“Aku turun di depan saja bang,naik Busway ada yang langsung ke tempat tujuan, Abang putar balik saja ke Kantor.”
Aku menurut, Melani turun
di dekat halte busway sebelum menaiki tangga halte dengan tersenyum kecil ia
melambaikan tangan padaku, lalu menaiki tangga ke loket pembelian tiket
busway.
Aku masih melihatnya naik
keatas, melihat masuk kedalam loket, barulah aku meninggalkan.
Meraih ponsel lagi,
mengabari Mikha, karena aku bisa mengantarnya.
“Sudah di mana sayang?”
“Ini masih di apartemen
Beb, kamu beneran tidak bisa?” suara manja Mikha terdengar di ujung teleponku.
“Ok, aku bisa, kamu
siap-siap saja.” Aku menuju kesana, mengarahkan mobil ke arah apartemen Mikha.
Tidak perlu naik keatas
lagi, ia sudah menunggu di depan apartemennya,
wajahnya Mikha sangat
gembira saat mobilku berhenti di depannya.
“Ayo.”
dengan cepat-cepat, ia
memasukkan barang-barangnya ke jok belakang.
“Aku buru-buru nih Beb,
karena jadwal pemotretannya satu jam lagi,” katanya melihat riasan di kaca
depan mobilku.
“Ok, mudah-mudahan tidak
macet.”
kerena penyakit Ibukota
yang sudah mendarah daging adalah macet,
tidak perduli malam,
ataupun pagi, siang, tiada hari tanpa macet.
Benar saja, jalanan kearah
Sudirman padat merayap dan bahkan tidak bergerak.
Setelah hampir berjam-jam,
kami melewati Jalanan akhirnya sampai .
Tapi sayang, pemotretannya
di batalkan, karena Mikha terlambat datang.
“Iya…Beb dibatalkan,
kita jalan-jalan saja,
beliin aku tas iya,” rengek Mikha seperti biasa,
aku tidak akan pernah bisa
menolak permintaanya, menarik membawaku ke salah satu Mall di daerah
Sudirman, Pacifik place
Mikha sama seperti
wanita-wanita pada umumnya, gemar belanja dan gemar berdandan cantik.
Karena menurutnya wanita
itu harus selalu tampil cantik
“Aku mau tas itu Beb,tidak
mahal kok hanya 10 juta, itu yang KW nya, kalau yang aslinya tidak segitu.”
“Lah, kemarin sepatumu
harganya juga sama,
jangan yang itu,” kataku,
mulai ingin mengurangi keborosan Mikha.
Ia langsung ngambek,
iya uda ni, aku terima
telepon, bayar dengan kartu Kredit ku saja,
membiarkannya membayar
sendiri, aku menerima telepon.
“Sudah, ayo
tangannya bergelayut di
lenganku.
“Lah kok, ada tiga,
bukannya tadi hanya minta
tas,”
kataku setelah melihat bag
belanjanya, bertambah jadi tiga.
Ia tertawa cengengesan
“Aku menambahkan dua
belanja lagi, sepatu dan dressnya bagus,”
“Kamu harus kurangi
kegemaran belanja mu itu MIkha,”
aku menekan hidungnya .
Saat kami berjalan turun menggunakan