Hatiku rasanya sangat sakit saat orang yang kita percayai ternyata bermain curang di belakang.
Ada dua akhir dari karma, jika kamu menanam kebaikan, maka kamu akan menuai kebahagian dan jika kamu menabur kejelekan, maka kamu akan menuai penderitaan. Mungkin hal ini tepat untukku.
Aku harus turun dengan tenang, ada Melani di bawah, aku tidak mau ia curiga melihat luka di bibirku dan noda yang mengotori bajuku.
Sebelum turun menemui Melani, aku ke kamar mandi dulu, membasuh bibirku yang terluka mengotori bajuku.
Aku berusaha membersihkannya tapi tidak berhasil tetap saja noda merah terlihat di kaosku.
Aku merasa aku sudah terlalu lama dikamar mandi, saat aku mau turun aku melihat Juno dan Mikha sudah meninggalkan Restoran .
Melani berdiri di salah satu toko yang sudah tutup, tapi dari displaynya sepertinya menjual sepatu, matanya terlihat mengintip model-model sepatu mewah itu dari balik kaca pajangan.
Hatiku belum stabil, aku masih merasakan gejolak kemarahan dalam dadaku, lutut ku masih bergetar aku memilih istirahat dulu duduk di salah satu kursi.
Tapi terlihat Melani sudah mulai bosan, ia menghembus nafas panjang lewat bibirnya dan memonyongkan bibirnya.
Di tanganku masih ada Ponsel Mikha, aku mulai membuka kunci layar ponselnya, membukanya hal yang mudah bagiku karena aku sendiri yang membuatnya. Panggilan keluar dari nomornya ke ponselku ada sebanyak 20 kali, pesan ada puluhan.
Aku memasukkan ponselnya kedalam saku celanaku sebelum memanggil Melani, saat aku berdiri ternyata ia melihatku.
“Ayo pulang,” matanya menatap bibirku, tapi tidak mengatakan apa-apa, ia hanya diam.
“Ayo,” ia menganggukkan kepalanya.
Dalam perjalanan pulang, ia tidak lagi memeluk pinggangku, ia terasa sangat jauh, seakan ia jijik memelukku, aku semakin melajukan Motor besar ku jalanan tidak lagi macet karena sudah larut malam.
Melaju dengan kecepatan tinggi, seakan motor Ninja yang aku kendarai terbang dan membela jalanan Ibu kota .
Melani terlihat pasrah dan kembali memeluk pinggangku, mungkin ia takut jatuh. Motor itu akhirnya mulai melambat karena arah ke rumah kami semakin dekat, Melani menunjuk satu minimarket 24 jam, ia masuk dan membeli obat untuk bibirku dan satu kaos.
“Ini abang ganti baju dulu, nanti Bou marah kalau melihat noda itu,” kata Melani.
Aku terdiam sesaat menatap dalam matanya.
Apakah ia sudah tau tadi, apa ia melihatnya? Tapi kenapa tidak mengatakan apa-apa?
Ia mengoleskan obat luka di bagian bibirku, ini pertama kalinya aku melihatnya sedekat itu melihat wajahnya, bulu matanya lumayan lentik kulit wajahnya terlihat halus, hidungnya mangir dan bibirnya kecil.