Duduk di kursi kebesaran ku di ruangan Direktur, satu tangan yang memijit keningku, aku merasa kepalaku makin pusing.
Tok ... tok
“Masuk," sahut tidak bersemangat.
“Ada teman bapak yang ingin bertemu pak,” kata salah seorang pegawai ku.
Pak Amran sitanggang, ia pegawai bagian purchasing di kantorku.
“Siapa pak Amran?”
Wajah, bapak dua anak ini terlihat ragu untuk menjawab.
“Mikha pak, apa saya suruh keruangan bapak saja, apa tunggu di bawah?”
“Astaga! berani bangat ia datang ke kantorku, sudah gila apa dia, bagaimana kalau Papi datang,” kataku panik.
Pak Amran menatapku dengan tenang, aku tidak tau apa yang dipikirkan bapak yang satu ini padaku, karena aku tau, ia tau banyak tentang keluargaku dan kehidupan rumah tanggaku, ia sering datang ke rumah kami untuk melapor tentang pekerjaan dan sering juga di minta tolong untuk jadi supir di keluargaku.
Jadi ia tau bagaimana hubunganku dengan Melani, sudah pasti ia tau tentang Mikha, karena ia sudah bekerja di Perusaan ini hampir lima tahun.
“Minta tolong pak Amran, bawa ia dari kantor ini, aku takut kalau papi datang Nanti, bilang aku akan menemuinya nanti di tempat biasa,” kataku.
“Baik pak,” jawabnya dan keluar dari ruangan ku.
Aku percaya pada Pak Amran, ia bukan tipe lelaki yang suka menjilat dan cari muka, aku yakin untuk hal ini pak Amran tidak akan membocorkannya pada keluargaku.
Konsentrasi ku jadi berantakan saat Mikha datang ke kantorku, ia wanita yang nekat dan berani.
Apa yang ia pikirkan gumamku.
Dalam ruang rapat hari ini pikiranku jadi kacau.
“Teruskan saja Pak Budi, aku pamit keluar dulu, kabarin aku bagaimana hasilnya,” kataku meninggalkan rapat hari ini.
Semua skedul yang sudah di susun sekretaris ku jadi berantakan saat Mikha dengan beraninya mendatangi kantorku, aku tidak tau bagaimana tanggapan para karyawan padaku, aku tidak akan bisa menutup mulut semua orang dan yakin akan bocor pada keluargaku.
Sebelum masuk kedalam mobil aku menelepon pak Amran menanyakan kemana Mikha di antar kan.
“Halo pak Amran, di antar kemana?”
“Ia minta diantar ke apartemennya, Pak,” jawab pak Amran di ujung telepon.
“Baiklah, sekarang pak Amran dimana?”
“Jalan pulang Pak.”
“Ok, baiklah.”
Melihatnya tadi malam bersama Juno, dengan alasan butuh teman curhat membuatku kehilangan kepercayaan pada wanita itu.