Rumah kami sudah penuh, keluarga-keluarga dari pihak tulang sudah berdatangan, tidak hanya datang Jakarta, keluarga kami juga yang tinggal di Bandung, Bogor, Bekasi.
Langit berwarna Jingga sudah mulai berlalu dan akan digantikan malam untuk menjaga cakrawala. Tapi Mami saat di gotong ke bawah bukan diam malah semakin heboh.
Hadeh , ini akan sangat memalukan dan jadi topik utama nantinya pikirku, tadinya api itu hanyalah api kecil layaknya sebuah rumah tangga yang baru, masih tahap pengenalan, tapi Mami datang membawa bensin dan menyiramnya, hingga satu kobaran api besar dan saat ini masalah itu kembali di goreng dan di godok .
Buat para ibu-ibu dalam arisan biasanya kejadian seperti saat ini, itu akan jadi santapan hangat yang enak buat mereka.
Saat masih duduk di sisi ranjang, dan kak Eva juga masih duduk bersamaku. Melani masih dalam kamar mandi, mungkin ia menangis.
“Abang di panggil sama kak Melani kebawah sama Mami,” Arnita menyuruh kami untuk turun, inilah yang aku takutkan, masalah ini akan dibahas dan sudah pasti, Melani akan disalahkan lagi nantinya.
“Sana turun…! ini yang aku takutkan Nando, rumah tanggamu akan tersebar kemana-mana tidak harmonis, kamu akan membuat keluarga malu,” kata kak Eva.
“Mel, buruan kalian disuruh ke bawah,” ia mengetuk kamar mandi, Melani sudah hampir 15 menit di dalam kamar mandi belum keluar-keluar.
“Iya, kak duluan saja, nanti aku turun,” kata Melani dari balik kamar mandi, aku tidak tahu apa yang ia lakukan di kamar mandi.
Aku turun dan kak Eva, benar saja Mami menceritakan kejelekan Melani pada semua orang yang datang.
“Duduklah kamu Bere,” kata Tulang kami, tulang yang dari Bogor.
Hingga acara dimulai, Melani belum turun, suasana rumah sudah benar-benar penuh, karena biasanya juga, kalau acara arisan keluarga memang selalu rame.
Tiba-tiba Mami berdiri seperti ingin membuat pengumuman.
“Begini Ito, aku ingin sekalian aku meminta sama ito-itoku sebagai hula-hulaku, saya mau meminta saran dan pendapat, sekalian untuk meminta sama ito untuk menasehati Melani, sudah pusing kali aku dan tidak sanggup menasehatinya lagi, aku ingin solusi bagaimana baiknya,” kata Mami lagi-lagi membuka aib anak –anaknya.
“Mami, itu biasa, biarkan mereka menyelesaikannya,” kata ka Eva tidak suka kalau Mami menceritakan semuanya di depan Keluarga besar.
“Kamu diam…! ini urusan orang tua,”katanya menghentikan kak Eva, aku ingin keluar sebenarnya, tidak tahan mendengar Mami menjelek-jelekkan Melani.
“ Panggillah ke sini Borui, biar kita nasehati, kata Tulang yang paling tua dari kakek beradik jadi bukan Tulang kandung.
Dengan sigap Arnita berlari lagi ke kamar kami untuk memanggil Melani, harusnya ini arisan bersuka cita, tapi karena Mami semuanya heboh.
Terlihat para Ibu-ibu saling berbisik melihat kearah Mami,
Mungkin sebagian yang sudah mengenal watak keras Mami pasti sudah paham, dan kenal istilah Parbada dalam bahasa batak(parbada: mau menang sendiri, selalu merasa benar)