Aku duduk di kamar memikirkan langkah selanjutnya, Mami tidak akan bisa diharapkan lagi untuk memperbaiki hubunganku dengan Melani.
Aku memang sudah melakukan kesalahan, tapi aku akan memperbaikinya, tidak peduli Mami mendukungku apa tidak, karena aku bukan anak kecil yang harus bergantung pada orang tuanya.
Harusnya aku masih beristirahat karena sebenarnya badanku masih lemah, tapi saat ini bahkan tinggal di rumah ini membuatku juga sakit kepala, karena banyak pikiran.
Aku harus keluar dari sini, aku akan menemui Melani saja, aku merindukannya
aku melirik jam dinding masih jam 11pagi .
Tidak mungkin meminta pak Boy lagi untuk mengantarku meyakinkan diri sendiri aku pergi, aku akan menyetir dengan pelan-pelan saja.
Aku tidak mau berakhir di rumah sakit lagi, rumah sakit membuat kepalaku sakit.
Turun kembali ingin mengeluarkan mobil yang sudah sempat di masukkan Pak Boy ke dalam garasi, mungkin ia berpikir aku tidak memakainya lagi mengingat karena aku baru sembuh, harusnya sesuai anjuran Dokter aku masih beristirahat, tapi karena situasi yang mendesak terpaksa aku harus pergi sebelum semuanya semakin sulit dikendalikan, dan aku tidak mau menyesal nantinya.
“Kamu mau kemana lagi bang, baru saja pulang,” teriak Arnita.
Ia menunjukkan perhatiannya tapi aku sudah terlanjur dikecewakan sama Arnita, karena ia memihak Mikha di belakangku.
Aku bersikap acuh,
aku masih marah pada kedua wanita itu karena mereka berdua bisa terpengaruh lidah manis Mikha,
kenapa Mami lebih mempercayai orang lain daripada keponakanya sendiri? Aku sering memikirkan hal itu.
Apa hubungan darah tidak ada lagi artinya, apa uang lebih bernilai dari keluarga, sepertinya iya, benar kata Papi,
Mami sudah diperbudak uang, dan mengutamakan uang di atas segalanya.
Aku pikir setelah Papi pergi dari rumah, Mamiku introspeksi diri dan memperbaiki sikap tamaknya.
Tapi ternyata tidak, aku meninggalkan rumah dengan tubuh masih lemah.
Aku merindukan Melani, aku akan menemuinya ke Kampusnya saat ini juga.
Aku tidak ingin rasa bersalah menghantui ku, terutama bersalah pada almarhum Tulangku bapak Melani.
Aku masih ingat Tulangku( bapak Melani) memintaku untuk menjaga Melani, dan bersabar untuk membimbingnya,
sekarang aku mengerti arti ucapan Tulangku, ternyata Melani punya sikap yang keras dan tegas, bahkan pada dirinya sendiri.
Maaf Tulang, kalau aku tidak bisa menjaga Melani dengan baik, aku berjanji akan memperbaiki kesalahan yang aku lakukan.
Mobilku menyusuri jalanan dengan santai, aku sengaja mengendarainya dengan lambat, mengingat tubuhku baru saja jadi pasien rumah sakit.
Seperti biasa jalanan Ibu kota selalu bermacet ria, dimana-mana sudah pemandangan biasa, walau sering kali membuat hati dongkol.
Aku ingin melihat Melani, aku harus melihatnya sendiri, aku merindukannya.
*
Hingga mobilku berhenti disalah satu Universitas Negeri di Depok.
Universitas yang terlihat sejuk karena dikelilingi banyak pohon di sekitar tamannya, dan di sampingnya terlihat Danau yang sangat indah, terlihat para mahasiswa sedang berteduh dan bercanda dengan teman di bawah pohon-pohon rindang, ada yang belajar.