Kini, kami tinggal berdua, aku menunggu menonton televisi di kamar merebahkan tubuhku di ranjang. Pikiran sudah ngelantur kemana-mana, apalagi saat semburan shower di kamar mandi, menambah suasana semakin hot.
Melani keluar dari kamar mandi.
Aku mulai merasa gelisah berharap malam ini tidak di tolak lagi.
Ia tersenyum sangat manis, aku bisa pastikan senyuman manis itu satu pertanda baik untukku malam ini.
“Sini sayang, tidur sini kita,”
kataku menepuk-nepuk bantal di sebelah ku.
Aku tidak menduga Melani menurut, tidak ada sifat malu-malu kucing seperti yang aku pikirkan sebelumnya.
“Lampunya di matikan saja iya,”
bisik nya lembut di kupingku, membuat bulu roma di tubuhku bergelidik.
“Baiklah, tentu saja,” kataku sigap, dengan semangat empat lima, tentu saja hatiku melompat kegirangan
Kerja keras selalu membuahkan hasil yang manis juga. Akhirnya aku mendapatkan kado ulang tahun yang sangat manis dari Melani.
*
Suara jam weker membangunkan ku, saat membuka mata, jam ternyata sudah jam delapan pagi,
badanku terasa sangat lelah Karena memaksanya bekerja keras tadi malam.
Bangun kesiangan.Untung hari minggu, malas untuk bangun, melirik di samping Melani tidur, rambutnya terlihat lepek karena tadi malam ia juga bermandikan keringat.
Melihat wajah polosnya, aku mengelus pundaknya dari belakang.
Ia wanita berharga yang mampu menjaga martabatnya sebagai wanita,
ia memberikan seutuhnya untukku.
Kelopak-kelopak berwarna merah yang mengotori seprai putih di ranjang
membuktikan ia gadis berharga.
Walau jaman sekarang hal itu tidaklah terlalu di permasalahkan kebanyakan lelaki. Namun mendapat istri yang bisa menjaga mahkotanya sampai pada suaminya,
itu satu hal kebanggaan untuk seorang wanita.
Melihat Melani yang masih tertidur pulas, tidak tega untuk membangunkannya, memungut celana pendekku yang tercecer di lantai, membersihkan diri di kamar mandi, aku putuskan membuat sarapan pagi karena seperti biasa, Bi Atun tidak akan datang kalau hari minggu.
Sisa pesta ulang tahun masih berserak.Membuat serapan pagi dulu, sebelum bekerja keras membereskan semua yang berantakan itu.
Walau jarang memasak, tapi aku masih bisa menyiapkan menu sehat untuk Melani,
untuk memulihkan stamina karena tadi malam kami berdua sangat bekerja keras dan terasa masih lelah.
Mungkin suara Melani saat ini bisa jadi parau, karena tadi malam entah berapa lama ia berteriak –teriak bahkan kuku panjang miliknya melukai lengan dan punggung.
Tapi aku bisa memakluminya, itu pertama kali untuknya, jadi wajar ia panik dan takut, bahkan tubuhnya mungkin terkejut.
Untuk memulihkan tenaganya, aku membuat salad buah.