Dinginnya udara malam menembus jaket yang aku kenakan dan menyentuh kulitku.
Kopi tidak mampu membendung rasa kantuk yang mendera ku saat ini, salah satu proyek yang kami kerjakan hanya memberi tenggat waktu tiga bulan.
Waktunya tinggal satu minggu lagi, kerja sudah seperti jaman penjajahan jepang, kerja paksa atau robusta.
Semua orang dikerahkan untuk mengerjakan proyek yang satu ini, bahkan beberapa pekerja yang bekerja di luar kota terpaksa ditarik untuk mengejar waktu yang sudah disepakati.
Semua orang bekerja siang malam, baik pekerja sipil maupun staf kantor, saling bahu membahu untuk mengejar waktu , bahkan ada beberapa orang yang belum tidur sampai dua hari dan tidak pulang-pulang selama seminggu ke rumah.
Hal seperti itu sebenarnya sudah hal biasa di perusahaan kami, itu sudah resiko sebagai pekerja kuli.
“Kamu mengantuk? tidur saja di mobil,”
kataku melihat Melani yang menatap dengan serius ke arah bangunan.
“Tidak apa-apa, melihat mereka kerja keras begitu, jadi ingin ikut bantuin, kata Neta melihat para pekerja bahu membahu di bawah sorot lampu besar, terpaksa kami melakukan kerja malam karena bangunan kantor yang kami kerjakan di samping sekolah, jadi kalau siang-siang anak-anak hanya bisa mengerjakan yang ringan-ringan, karena guru protes anak-anak terganggu belajar jika tahap pengerjaannya dilakukan siang hari.
Itu juga penyebab pengerjaanya jadi molor dari waktu yang disepakati.
“Jangan, kamu istri Direktur hanya bisa duduk manis dan memantau seperti ini,”
kataku tersenyum tipis.
“Kenapa harus sampai abang yang turun tangan sih, memang tidak ada karyawan yang bisa mengatasinya?”
Melani menatapku dengan tatapan serius.
“Proyek kami banyak Melani, sepertinya kami kekurangan orang, mereka para karyawan yang lain saat ini memegang proyek yang di luar kota juga.
Kebetulan ini waktunya tinggal satu minggu, maka itu aku harus memantaunya agar mereka semua bekerja dengan serius.”
Melani terpaksa ikut, ia tidak mau aku tinggal di rumah karena besok hari minggu, jadi ia bisa begadang sekalian mendampingi suaminya sampai pagi, pakai jaket tebal Melani menyeruput kopi yang ditangannya.
“Kamu sepertinya sangat mengantuk, bang.”
Tanya Melani melihat mataku yang sudah mulai terasa sangat berat, padahal sudah dua gelas kopi yang sudah aku teguk.
“Iya ngantuk bangat, badanku capek karena lelah juga hari ini di kantor.”
“Apa abang harus ikut lembur?”
“Harus dek, kan sudah aku bilang tadi, kalau aku berdiri di sini saja berguna, pekerjaan itu kan cepat selesai, lihat’ semua mereka akan kerja dengan sungguh-sungguh tidak ada yang mengobrol dan bercanda kalau aku memantau disini.”
“Abang itu Direktur, tapi di sini aku lihat abang itu seperti pekerja.”
“Pemimpin yang bijak begitu dek, harus bisa melihat dan memantau anak buahnya, dan mau mendengar keluhan mereka.”
Malam sudah semakin larut, Melani mungkin merasa sudah mengantuk, memilih masuk mobil.
“Pak Nando pulang saja, kasihan Ibu sudah mengantuk”