Dipaksa Menikah Dengan Sepupu

Betaria Sonata L raja
Chapter #52

Bisa Setir Mobil #52

Penampilanku sudah sangat berantakan, sekilas terlihat seperti korban tabrak lari karena banyaknya noda yang mengotori wajahku dan pakaianku.

 

Anak-anak menggotong ku ke mobil, wajah pak Matiu dan anak yang membuat aku celaka terlihat merasa bersalah, itu bukan salahnya , melihatnya merasa bersalah seperti itu membuatku merasa kasihan, mungkin ia salah satu pekerja sipil yang tidak pulang selama seminggu yang dikatakan anak-anak, aku khawatir pak Matiu memecatnya, lelaki bertubuh kurus itu selalu tegas pada anak buahnya, aku tidak ingin hal itu terjadi, itu bukanlah kesalahannya, kejatuhan material dari atas bangunan itu hal biasa.

 

Maka itu, pentingnya para orang yang melintas untuk selalu berhati-hati, dan para pekerja selalu menggunakan standar keamanan.

 

Sebelum mobil itu bergegas meninggalkan proyek, lelaki yang berpenampilan dekil itu masih saja terus menunduk merasa bersalah.

Tiba-tiba rasa iba ku muncul.

 

“Pak Matiu sini!”

 

“Iya pak ,” lelaki itu mendekat.

 

“Tolong di selesaikan dengan cepat malam ini iya, pekerja itu jangan diapa-apain biarkan ia meneruskan pekerjaannya, itu bukan salahnya, ini beli makan dan rokok nanti untuk anak-anak, memberinya sepuluh lembar uang lembaran warna merah dari dompetku.

 

“Maaf pak,”

kata lelaki itu dengan kepala menunduk .

 

“Mari pak sini.” Ia berlari kecil ke arah mobilku.

 

“Tidak apa-apa, teruskan pekerjaan bapak.”

 

“Maaf pak, terimakasih,” menundukkan kepalanya beberapa kali, pada akhirnya mobil itu meninggalkan proyek.

 

“Kemana pak, ke rumah sakit apa ke rumah?”

Toni bertanya, ia ingin memperjelas lagi.

 

“Rumah sakit.”

Jawab Melani.

 

“Rumah.”

Jawabku.

 

“Baiklah ke rumah pak”

Melani akhirnya mengalah, aku tersenyum licik.

Karena aku tidak pernah kalah.

 

Jalanan lancar saat mobil putih milikku menyusuri jalanan Ibukota.

 

Toni mengantar kami saat hari sudah mau subuh, jadi Jakarta belum dikepung macet.

 

Akhirnya tiba di rumah, Toni terpaksa membopongku ke kamar, karena kepala dan pundak ku terasa teramat sakit.

 

“Terimakasih Pak Toni,”

kataku meringis menahan sakit.

Melani mengantar Toni sampai keluar gerbang, dijemput seorang pekerja bangunan naik motor, untuk membawanya kembali ke proyek.

 

Suara gerbang kembali tertutup . Melani masuk ke kamar membawa handuk kecil dalam baskom, tidak perlu banyak bicara, ia hanya diam dengan tatapan mata tegas, kalau sudah seperti itu, itu artinya ia lagi marah, aku sudah tau banyak dengan sikap dan kebiasaan Melani, kalau ia sedang marah sebaiknya didiamkan sebelum ia akan bertambah marah.

 

Mengganti pakaianku dengan yang baru, pakaian yang bernoda itu ia rendam di dalam ember untuk menghilangkan noda berwarna merah itu.

 

“Ayo…!”

 

“Kemana?”

kataku bingung menahan sakit.

Lihat selengkapnya