Melihat itu tidak terasa air mataku menetes deras, aku tidak pernah akan menduga wanita yang aku cintai istriku akan mendapat perlakuan buruk seperti ini. Tidak boleh seperti ini, aku harus ke rumah Mami sekarang juga.
Aku harus mengkopi rekaman itu, aku akan menunjukkan pada keluarga, mereka semua mengira karena aku tidak ada lalu bisa seenaknya memukuli Melani seperti itu. Mereka tidak tahu kalau ada kamera cctv yang melihat dan merekam perbuatan mereka semua. Jika perlu aku akan membawa ke kantor polisi.
Dengan buru-buru aku memasukkan discnya ke saku jaketku, aku keluar bahkan menghiraukan semuanya, aku baru ingat AC dalam kamar di kamar kami, aku lupa matikan dan computers, bahkan pagar tidak aku tutup.
Pikiranku sangat kacau, dalam perjalan keamanan komplek meneleponku, memberitahukan kalau pintu pagar dan pintu rumah tidak ditutup.
Terpaksa aku menyuruhnya membereskan kekacauan yang aku tinggalkan, untung aku meninggalkan nomorku untuk sekuriti komplek, jadi jika ada kejadian seperti ini bisa diatasi. Sebab membuka pagar dan pintu seperti sama saja menyuruh maling untuk masuk, rumah terkunci saja disatroni maling apa lagi yang terbuka seperti ini. Iya sudah pasti menyuruh maling masuk.
Sepanjang perjalan ke rumah Mami, aku berpikir inilah akhir hubunganku dengan Melani, ia tidak mungkin memaafkan perlakuan keluarga.
Apalagi faktanya, akulah yang tidak bisa memberiku keturunan, akulah yang penyakitan di sini, tidak mungkin ia bertahan saat semua terasa sulit baginya dan semua keluargaku berbuat jahat padanya, aku berpikir inilah akhir batas kesabaran Melani.
Siang ini tidak begitu macet seperti tadi pagi, hingga tiba di rumah Mami, terlihat keadaan rumah Mami rame aku melihat masih ada mobil Arnita itu artinya ia belum berangkat kuliah jadi bagus, ini waktu yang pas untuk memberi pelajaran . Melani tidak mau membalasnya biar aku saja, walau kamu adik perempuanku aku tidak perduli, Melani posisinya Istriku wajar kalau aku membelanya.
Di ruang tamu Papi duduk dengan tulang dari Bogor, ada kakak Eva juga dengan suaminya dan Mami duduk sama Nantulang juga, suasana rumah ramai.
Aku menghiraukannya tanpa beri salam dan menyapa semua keluarga. Aku merasakan telapak kakiku bagai melayang melangkah naik ke lantai atas dimana kamar Arnita.
Papi melihatku datang, beliau langsung berdiri menyapa.
“Nando sudah datang sini Nak ,Tulang dari bogor lagi datang,” kata Papi.
Tapi aku diam melengos naik ke atas tepatnya ke kamarnya Arnita. Aku membuka kamarnya tanpa basa basi, memang tidak sopan membuka kamar adik perempuan yang sudah dewasa tanpa mengetuk, aku menghiraukan aturan dan norma adat-adat yang berlaku.
“Abang!” Arnita kaget, ia mundur, ia sepertinya sudah tahu kesalahannya dan sudah tahu kenapa aku datang ke kamarnya.
“Apa yang kamu lakukan pada Melani Haaa!?” suara menggelegar di dalam kamar, aku memburunya langsung memberinya pelajaran.
Pak~pak~Pak
Aku menggamparnya bolak- balik sampai hidungnya mengeluarkan darah segar,
Aku sungguh sangat marah saat itu, aku gelap mata seperti kesetanan, sampai-sampai aku ingin membunuh Arnita saat itu.
“Mami…!”teriak Arnnita, ia menangis ketakutan, tapi itu tidak menghentikan.