“Baiklah aku menyerah,”katanya kemudian.
Aku merasa jantungku seperti diperas saat mendengar kata menyerah dari Melani. Aku menutup dan menghela nafas panjang untuk menjaga suaraku .
“Itu artinya, apa yang aku lakukan semua sia-sia? Aku sudah menghukum mereka semua Mel’ apa itu tidak penting, aku juga menghukum Arnita, dia menyakitimu aku melakukannya, bahkan sikapku kata mereka terlalu berlebihan, karena Arnita adik perempuanku. Tapi aku tidak peduli, itu karena kamu istriku, kamu penting untukku, apa itu tidak penting lagi?”
“Bang, aku ingin jadi seorang dokter.”
“Aku tahu Melani’ aku mendukung.Aku selalu mendukungmu.” jawabku suaraku bergetar. Aku tidak ingin jauh dari Melani apalagi berpisah, ini akan membuatku gila nantinya.
“Bou memaksa menandatangani surat persetujuan untuk kamu bisa menikahi Mikha dia yakin kalau anak Mikha anak kamu, itu membuatku sangat kecewa, kamu tau abang, semarah apa Bou selama ini, aku tidak pernah melawan sedikitpun, bou merendahkanku, bou menghina Mama di kampung, semua itu aku pendam dalam hatiku, tapi saat ia memaksaku memilih dua diantara pilihan itu, aku sangat kecewa, aku tidak bisa menerima.” Melani sangat kecewa.
“Bukankah Mami memaksamu untuk menandatangani surat bercerai?”
“Tidak , dia datang meminta izin agar kamu bisa menjadikan Mikha jadi istrimu, aku tidak tahu kenapa Bou bisa begitu yakin kalau kamu mau menikahi Mikha.”
Melani menatapku dengan tatapan menyelidiki.
“Mel, aku tidak pernah bilang apa-apa sama Mami, percaya padaku.”
“Aku ingin percaya Bang, tapi rasa sakit itu membuatku tidak bisa berpikir lagi.
Aku ingin abang mengingat hukum taurat kelima:
Hormatilah orang tuamu agar panjang umur di tanah yang diberikan Tuhan Allahmu kepadamu.
Aku tidak mau abang Nando jadi anak yang tidak hormat pada orang tua.”
“Itu artinya kamu meninggalkanku, itu artinya kamu ingin kita berpisah? Bukan ini terlalu cepat kamu mengambil keputusan? Bukankah ini tidak adil untukku?”
“Bang, anggaplah aku memberikan waktu abang dengan Bou.
Aku ingin pergi, aku dapat kesempatan belajar di Luar negeri, pertukaran pelajar antar Negara Indonesia dan Jerman.”
“Apa?? ka-kamu ingin pergi Ke Jerman?”
Aku merasa mataku tiba-tiba merasa panas, ketakutanku akhirnya terbukti juga, pada akhirnya ia akan pergi.
Dalam hatiku, aku sangat bangga pada Melani karena memiliki istri yang pintar, tapi sekarang apa aku harus menangis apa harus tertawa.