Saat itulah, aku tidak bisa menahan air mataku, Melaniku akhirnya akan pergi.
“Baguslah, pergilah inang, jemput lah cita-citamu, jadilah seorang dokter yang hebat, agar tidak ada yang merendahkanmu lagi.
Maafkan bapak kamu, karena saya tidak pernah tahu keadaan selama ini, tapi Bapa uda akan mendukungmu pergi kali ini, Biarpun bapa uda harus jual barang-barang bapa uda untuk membantumu.
Junjung ma inang goar ni Amongmi, jadi maho anak na hebat, asa unang leas rohani jolma mamereng ko. (Jadilah kebanggaan almarhum bapakmu jadilah Dokter yang hebat, agar orang tidak sepele melihatmu ,”
kata Tulang bekasi, mengusap matanya dengan punggung telapak tangannya.
Tiba-tiba suasana sangat hening . Mendengar nasehat tulang yang dari Bekasi Melani tiba-tiba menangis, Tulang Gres yang di Bogor mendekat memeluk Melani dengan sangat haru.
Hujan air mata terjadi di rumah kami, langit Jakarta seakan tahu rasa sedih di rumah kami, karena sejak tadi pagi hingga siang hari ini, langit mendung.
“Maafkan bapa uda Nak, bapa uda tidak pernah tahu kalau kamu mengalami hal buruk selama ini,karena kamu tidak pernah cerita sama kita, kamu menyimpan semua sendiri,” kata Tulang Gres, memeluk Melani, mengusap-usap kepalanya layaknya seorang bapak pada anak perempuan.
Pengakuan Melani tentang semua perlakuan Mami selama ini, dan perlakuan Arnita menggemparkan pomparan op Saut Situmorang.
Melani mengungkap semua di depan keluarga, saat Mami meminta uang sinamot, yang diberikan untuk keluarga Melani, Semua menggeleng tidak percaya dengan perlakuan Mami, bahkan Papi ikut kaget, tidak pernah menduga kalau Mami meminta uang yang di berikan pada Mama Melani, saat kami menikah.
Melani orang yang berani, ia berani membongkar semua karena ia merasa ia benar, karena yang di ungkapkan itu semua benar apa adanya, Mami tidak membantah, ia hanya menunduk malu.
“Bah, dang husangka songoni hamu ito,” ucap Tulang yang dari Bandung, beliau orang yang paling sepuh, yang paling tua dalam kumpulan keluarga besar kami.