Dipaksa Menikah Dengan Sepupu

Betaria Sonata L raja
Chapter #82

Hatiku Hancur #82

Bila saat ini kamu pergi dan kita berpisah, jangan pernah kamu lupakan semua kenangan indah yang pernah kita lalui bersama walau hanya sementara, bukan hati ini tak sakit, bukan hati ini tak hancur, bukan pula hati ini tidak sedih. Namun, hanya kepasrahan yang mengiringi restuku padamu.

 

‘Selamat jalan Melani, raihlah cita-citamu. Jadilah seorang dokter yang hebat,” ucapku menatap pesawat yang melintas di atas kepalaku.

 

Aku tiba di Bandara soekarno Hatta, Sejak dari semalam aku tidur disini, pergi dari rumah karena marah gara-gara kak Eva.

 Aku datang bukan untuk mengucapkan selamat jalan, atau hanya mengucapkan hati-hati untuk Melani.

Tapi aku datang kesini untuk melihatnya pergi dengan diam-diam.

 

Flashback

Satu hari sebelum hari keberangkatan Melani, saat itu aku memilih menghabiskan satu hari tidur di kamarku, aku tidak melakukan apa-apa, bahkan mandi pun tidak.

 

Dalam kamar bau tembakau menyeruak dalam kamar, main game dari ponselku di temenin hampir dua bungkus rokok, alhasil, kamar itu berbau asap rokok.

 

TokTok....!

 

“Masuk!”

Papi datang dengan tatapan cemas, menatapku dengan iba, aku tahu arti dari tatapan itu, karena seharusnya orang tua yang paling mengerti apa isi hati anak-anaknya, karena seperti kata orang batak, Makkuling do mudar i (hubungan sedarah pasti saling merasa) apalagi anak sendiri katanya,

orang tua merasa dua kali lebih sakit bila anaknya terluka, baik merasa sedih.

 

Begitu juga dengan lelaki paruh baya ini, ia menatapku dengan tatapan cemas, ia tahu kalau aku sedih tapi pura-pura tegar, ia tahu hatiku hancur, tapi bersikap seakan semua baik-baik saja.

 

“Ikut Papi aja  ke kantor, tidak ada kamu semua proyek hancur.

 Brayen memang tidak bisa apa-apa, dia datang bukan untuk membantu pekerjaan, dia tidak bisa apa-apa.”

 

Papi membujuk agar kembali lagi kerja ke kantor.

‘Untuk apa kerja? harta Mami banyak, tujuh turunan katanya tidak akan habis, ngapain capek-capek bekerja?’ ucapku dalam hati,

 

“Tidak Pi, aku lagi malas.”

 

“Baiklah,apa mau keluar sama Papi, temani Papi memancing.”

 

“Lagi malas keluar,”Kataku, tidak berpaling dari permainan game Mobile Legend,baru juga kill empat musuh diajak ngobrol membuat konsentrasi hilang.

 

“Sejak kapan kamu mau mainan anak kecil seperti itu, bukannya kamu bilang itu permainan yang buang-buang waktu dan permainan anak kecil waktu itu?”

 

“Aku salah Pi, ternyata seru.”

 

“Baiklah, kamu makan ya, Papi suruh antar makanannya.”

 

“Tidak usah pi, aku sudah pesan pizza.”

 

“Haaa!Bukanya kamu tidak suka pizza.”

 

“Sepertinya enak Pi, makan itu sama main game.”

 

Papi menarik kursi dan duduk di depanku, menatapku dengan tatapan dalam.

 

“Nak, bukannya Melani pergi besok, alangkah baiknya kamu bicara dengannya.”

 

“Tidak usah Pi, ngapain? Apa kalau aku bicara dengannya dia bakalan batal pergi?Tidak kan? Aku bertemu dengan dia tidak akan merubah apa-apa, jadi untuk apa.”

 

“Setidaknya kamu menemuinya, jadi dia pergi dengan perasaan bahagia.”

Lihat selengkapnya