Dipaksa Menikah Dengan Sepupu

Betaria Sonata L raja
Chapter #83

Setelah Kepergian Melani #83

Saat ini aku berada di Bandara, entah kenapa hatiku enggan beranjak dari tempat ini, sebelum Melani datang, aku tidur disini sejak kemarin sore, saat pergi dari rumah, aku marah karena kak Eva mengatur-atur hidupku, sebenarnya hanya hal kecil saja, hal yang biasa juga kak Eva bersikap begitu padaku, tapi posisinya hatiku saat itu lagi rapuh, serapuh-rapuhnya, maka masalah sedikit saja bisa jadi besar.

 

Jam 06: 00

Aku melihat mobil rombongan beberapa mahasiswa sudah tiba, aku sengaja tidak menunjukkan diriku pada Melani. Benar saja

perempuan manis itu terlihat menatap sekeliling ke arah Bandara, saat semua teman-temanya diantar keluarga, Melani hanya melihat ke arah luar, tanpa ada yang mengantarnya, hatiku sebenarnya sangat sedih melihat.

 

Ia mengharapkan aku datang, saat ia masuk Metal Detector, pemeriksaan barulah aku keluar, dan berdiri di pintu masuk.

 

“Bang…!” wajahnya bersinar terlihat sangat gembira, melihatku datang ia mengarahkan ponselnya, maksudnya agar aku mengangkat, sayang ponselku mati karena sejak keluar dari rumah, aku tidak membawa charger an.

 

“Sana masuk,” kataku menggunakan punggung tanganku.

 

Tapi sepertinya Melani tidak ingin pergi sebelum berpamitan.

Ia mendekati salah petugas, terlihat ia mengarahkan jari-jari telunjuknya ke arah ku dan mengatupkan kedua telapak tangannya di dadanya, tanda memohon agar diizinkan menemuiku.

 

Berlari keluar lagi menghampiriku, memelukku dengan erat, ia tidak peduli dengan tatapan orang pada kami berdua.

 

“Terimakasih karena abang sudah datang, aku tadi sangat sedih saat abang tidak datang,” ucap Melani dengan mata berkaca-kaca.

 

Aneh, aku tidak bisa mengucapkan sepatah katapun, lidahku terasa kaku dan otakku serasa tumpul, padahal banyak yang ingin aku ucapkan sebenarnya.

 

Bahkan, pelukan hangat dari Melani, aku tidak membalasnya.

 

“Abang harus jaga diri, jaga kesehatan, ya,” ucap Melani, aku hanya diam tidak menyahut.

 

“Mel, buruan!” panggil temannya dengan tangan menunjuk arloji yang melingkar di tangan.

 

“Pergilah, temanmu sudah menunggu di sana,” kataku.

 

“Baiklah, aku pergi Bang, aku harus check-in karena pesawatnya jam tujuh sudah berangkat.”

 

“Baiklah.”

 Merangkul tubuhku sekali lagi.

Melani masuk lagi untuk mendaftar, aku masih berdiri.

Tapi, saat Melani berjalan masuk ke ruang tunggu, dari situlah aku merasakan kesedihan yang sangat dalam.

Lihat selengkapnya