Dipaksa Menikah Dengan Sepupu

Betaria Sonata L raja
Chapter #85

Karma #85

 

Langit Bandung hari ini cerah, sinar mentari mengisi semua cakrawala.

 

Aku sudah tidak apa-apa sebenarnya, luka di kepala tidak begitu parah, hanya terkadang tiba-tiba pusing bila duduk lama.

 Membuatku tidak bisa kemana-mana, hanya duduk berbaring di ranjang rumah sakit. Mendengar nama rumah sakit membuatku mual.

Tempat yang paling aku benci iya salah satunya rumah sakit, tapi entah kenapa aku sering sekali masuk ke tempat ini.

 Mungkin aku mengganti nama rumah sakit, tempat yang paling sering aku kunjungi.

 

Saat ini saat berbaring dalam ruangan ini, aku membayangkan Melani datang, saat aku sakit seperti ini, pasti ia sangat khawatir dan banyak pertanyaan yang ia lontarkan saat aku sakit dulu, yang paling sering ia tanyakan.

Apa yang abang rasakan?

Masih merasa sakit?

Abang ingin makan apa?

‘Melani aku sangat merindukanmu, cepatlah pulang dari sana’

 

Bagaimanapun aku mengalihkan pikiranku dari Melani, tetap saja bayangannya selalu menari-nari dalam ingatanku.

 

Aku berharap, Melani menjadi dokter hebat nantinya, saat nanti ia sudah menjadi Dokter, mungkin aku akan menjadikan rumah sakit tempat favoritku, kadang melihat dokter memakai jubah putih, aku membayangkan itu Melani.

Jika ia yang menyuntikku dengan jarum besar sekalipun, aku tidak akan takut, karena aku salah satu yang lelaki yang menganggap jarum suntik sangat horor, bahkan lebih horor dari kuntilanak. Sama saat sepertiku saat ini.

Seorang dokter perempuan sudah menjentikkan jarum suntiknya , menyentil nya, dan mengangkat keatas, hal itu juga membuatku semakin takut,

terpaksa menutup mata saat benda kecil tajam itu diarahkan ke tanganku, rasa sakitnya tidak seberapa, hanya terasa seperti digigit semut merah yang kecil.

 

“Badan berotot, masa takut sama jarum suntik kecil seperti ini,

jangan-jangan jarum suntik kamu lebih besar?”

Dokter bertubuh tambun itu bercanda denganku.

 

Hanya membalasnya dengan senyuman seadanya, tidak lagi mood untuk bercanda.

 

Aku tertidur pulas saat mendapat suntikan. Terbangun saat ada suara isakan tangis di sampingku saat buka mata.

Oh… mereka sudah datang, yang membuatku tidak bersemangat, ada Mami dan kak Eva ikut datang bersama Papi.

 

“Iya ampun Nando, kenapa bisa seperti ini?” isak tangis Mami sangat menganggu.

 

Bukannya tidak hormat pada orang tua, atau menjadi anak durhaka, tapi kedatangan Mami saat ini membuat kepala tambah sakit, bahkan terasa seperti dipukul pakai balok kayu lagi.

 

Aku mengarahkan pandangan mata kearah jendela, menatap ke luar, tidak menghiraukan tangisan Mami yang menunjukkan rasa simpatinya untukku.

 Mami bertanya, kenapa seperti ini? Jawabannya karena Mami, karena dialah aku seperti ini , karena ia juga Melani pergi.

 

“Bagaimana dengan motormu?” Mami bertanya

dalam keadaan seperti ini, ia masih memikirkan harta, mungkin buat Mami motor lebih berharga dariku.

Harusnya saat melihatku masih bernyawa, dia bersyukur .

 

Aku mendengus kecil, mendengar Mami bertanya seperti itu.

 

Lihat selengkapnya