Kak Eva kali ini berani melawan Mami, kalau biasanya ia diam, karena suaminya selalu melarangnya terlalu ikut campur.
Tapi sepertinya kali ini kemarahan dan kekecewaan pada kak Eva tidak terbendung lagi.
“Tidak Mi, aku tidak mau diam lagi, selama ini aku diam karena di suruh Helamu (Hela :menantu lelaki)
tapi melihat kalian berbuat sesuka hati, pada akhirnya jadi begini ‘kan.
Melani pergi gara-gara Mami,
Arnita bunting di luar nikah, itu salah Mami juga,
Mami pikir, dibawa ke rumah sakit Dokter mau melakukan tindakan kuret sembarangan?
Ia akan tetap seperti itu, hamil tanpa suami,”
kak Eva menekan Mami, wajahnya terlihat memerah menahan amarah.
“Aku akan membayar dokter, berapapun harganya,” kata Mami dengan yakin.
“Mami dengarkan aku. Aku ini orang medis Mi,
dokter tidak akan mau melakukannya walau sekarung Mami kasih uang ke hadapan mereka. Kenapa? Karena itu melanggar hukum kedokteran, Bisa kena pasal dan di penjara.
Mami tidak dengar kasus yang menggemparkan di Jakarta Pusat. Dokter menggugurkan janin sampai Sembilan ratus janin, akhirnya di Penjara kan, orang-orang yang bandel kaya Arnita yang melakukan itu, wanita yang tidak bisa menjaga harga dirinya,dasar sampah lu!”
“Sudah Ma, jangan ditekan lagi, sekarang kita cari jalan keluarnya sebelum berita menyebar kemana-mana.” Suami kak Eva buka suara.
“Betul, aku tahu Bi atun pasti akan bergosip menyebarkan berita ini pada tetangga. Bi…!” Eva memanggil asisten rumah tangga bertubuh gemuk itu.
“Iya kak.” Bi Atun mendekat.
“Dengar iya Bi, Bibi jangan bilang-bilang siapa-siapa tentang semua ini.”
“Iya kak.”
“Jangan iya." Padahal bentar lagi bergosip sama tetangga. Kalau ketahuan berarti bibi, iya yang menyebarkan.”
“Iya kak,” jawab wanita dengan suara kecil, sepertinya, ia sudah menyebarkan terlebih dulu kemana-mana.
Maka wajahnya terlihat sudah lemas duluan.