Satu minggu kemudian
salah seorang karyawan Mami yang bekerja di koperasi bersedia menikahi Arnita,
menyelamatkan keluarga dari rasa malu.
Sudah pasti Mami memberinya banyak uang, Arnita menikah diam-diam dan di ungsikan ke Magelang ikut suaminya.
Entah bagaimana nasib anak Perempuan itu nantinya, ia tidak bisa apa-apa, mengurus dirinya sendiri aja ia belum bisa, bagaimana ia akan mengurus rumah tangganya dan mengurus anaknya nanti, itu sangat mengkhawatirkan nanti.
Itu artinya, ia berperang tanpa persiapan, aku berharap ia baik-baik saja.
Aku akan melupakan perasaan amarahku pada Arnita karena ia juga korban dari Mikha, ia juga mungkin telah menyesali semua kebodohannya yang ia lakukan, karena masa depannya sudah hancur.
Jujur saat ia datang lagi ke rumah saat itu, aku tidak pernah sekalipun menyapanya, bahkan, saat pernikahan Arnita juga, aku tidak datang, pernikahannya juga dilakukan sangat tertutup, hanya dihadiri beberapa orang saja.
Aku hanya bisa berharap semoga ia bahagia bersama keluarga barunya.
Berada lama di kamar sampai beberapa hari, ini membuat hidupku seperti di penjara.
Aku harus keluar, melakukan beberapa hal menikmati hidup.
Nama Bonar muncul dalam benakku, teman yang bisa diajak untuk hancur, penyakit lamaku akhirnya kambuh lagi, setiap kali merasa pusing karena banyak pikiran, aku akan mengajak Bonar minum.
Setelah Mandi rapi, mencari nomor Bonar, saatnya berpesta, bersenang-senang, membuang semua beban pikiran, menikmati hidup.
“Hai bro, lu lagi dimana nih tempat biasa, Ayo.”
“Boleh, boleh bangat ni Bro, kebetulan, mulut lagi asem ini, pengen di kasi minum bensin,”
kata Bonar, seperti biasa,
manusia galon isi ulang ini tidak pernah menolak setiap kali aku ajak untuk minum-minum.
“Ok, gue tunggu Bro, lu datang aja.”
“He..he kebetulan gue, sudah di sini, bro.” Bonar tertawa terkekeh.
“Bangke, pelor..!
lu kenapa ga ngomong dari tadi, kalau lu uda di sono?”
“Iya dari kemarin gue gak pulang-pulang, gue makan, tidur dan berak disini,”
Kata Bonar dengan santai.
Lelaki Batak yang satu ini memang sedikit miring otaknya, karena kebanyakan makan tepung, bahkan keluarganya sudah membiarkan, tidak memperdulikannya lagi, mau pulang mau tidak, tidak di anggaplah lagi.
Mendengar kisahnya, kadang kasihan juga dengar, dulu ia ditinggal kekasihnya yang menikah dengan orang lain, padahal mereka sudah pacaran selama enam tahun sejak dari SMA.