Bibi aku nambah lagi” kataku seperti orang tidak makan satu bulan, Papi terdiam melihatku.
Perut harus di isi juga, melihat tatapan kak Eva yang melihatku seperti mangsa yang siap ditelan, aku harus makan banyak, agar siap menjawab pertanyaan mereka.
Aku nambah dua kali, sedangkan Papi dalam piringnya belum juga habis, aku sudah selesai.
Berniat ingin naik ke kamar ku mau mandi, badanku mulai terasa sangat bau, dari jarak dua meter masih terasa menyengat.
Aku yakin mereka semua Bingung melihatku, tapi aku tidak perduli, lapar makan, mengantuk tidur, ingin mendapat hiburan tinggal pergi keluar cari hiburan, itu caraku menikmati hidup untuk saat ini.
Merasa sudah kenyang, aku berdiri ingin mandi, karena antara gatal dan rasa lapar sama-masa menyiksa, tapi aku memilih makan dulu yang pertama agar kuat menghadapi pertanyaan mereka semua, melihat tatapan menyelidiki semua keluargaku, aku merasa seperti aku dikepung oleh mereka semua.
“Kamu mau kemana Tan?
Kamu pikir hanya begitu saja, datang, makan, lalu tidur?”
“Aku mau mandi dulu.”
“Setidaknya kamu jelaskan, kamu dari mana saja, kemana mobil kamu, terus uang yang tiga pulu juta untuk apa?
kamu harus jelaskan
kami sudah menunggu dari tadi, masa kamu menyuruh kami menunggumu jug” mata Kak Eva menatap tajam ke arahku.
“Iya, aku mandi dulu,”
“Tapi”-
“Sudah jangan di paksa, di bilang Lae, ia mau mandi dulu.”
Suami kak Eva menghentikannya.
Aku naik keatas dengan sikap biasa seakan tidak terjadi apa-apa, kalau biasanya aku sangat menghormati mereka, tapi aku kali ini merasa sangat berubah
“Kenapa sih Pa?”
Aku berdiri di depan tangga mendengar kak Eva merepet dengan kesal.
“Ma, ia habis dari Bar, dengan penampilan seperti itu tidak pulang berhari-hari, mama tidak bisa menebaknya?”
kata lae dengan suara pelan.
“Apa? maksudmu papa ia habis makai barang setan itu?”