Jika ungkapan yang mengatakan, mata akan dibalas dengan mata, hukum rimba itu sangat tepat untuk Juna saat itu.
Walau dengan menghukum dan menghancurkan masa depan Juna, tidak akan bisa memperbaiki keadaan, tetapi setidaknya hati ini puas karena aku bisa memberi mereka pelajaran.
Aku tahu Mikha masih mencintaiku, karena itulah ia mau memberikan alamat apartemennya padaku, tetapi bagiku wanita itu hanyalah sampah, wanita yang berharga bagiku saat ini hanyalah istriku Melani.
Tetapi sayang ia pergi mengejar cita-citanya dan meninggalkanku terpuruk.
Akhirnya Juna membayar harga mahal untuk semua yang mereka lakukan untuk keluargaku.
Mikha juga sengaja tidak di perbolehkan menemui Juna, aku yakin lelaki itu sudah berpikir kalau Mikha sudah menikah denganku, Aku yakin, ia akan semakin depresi setelah mendengar Mikha menikah denganku, padahal ia sudah hampir gila karena perlakuan ketiga lelaki banci itu pada Juna.
Di sisi lain.
Polisi juga mendapat barang di tas Mikha, ternyata ia ikut menikmati barang setan itu sejak bergaul dengan Juna, hidupnya salah arah, saat menjalani hubungan denganku Mikha juga kerap memakainya, tapi ia mengaku padaku hanya sekali-kali, ternyata, ia mau bersama Juna agar ia bisa mendapat barang gratis dari lelaki itu, Mikha sudah ketergantungan, susah untuk melepaskan diri, maka itu ia mau jadi kekasih Juna.
Agar setiap saat ia bisa mendapat pasokan, akhirnya dalam keadaan hamil Mikha di bawa kekantor, sebenarnya sih kasihan melihatnya, tetapi bukannya hanya dia yang kasihan, aku dan keluargaku lebih kasihan dan hidupku lebih parah.
Tapi saat Mikha di giring ke lapas khusus wanita, saat pemeriksaan ia mengaku kalau Arnita juga kerap memakai bersama.
Mendengar pengakuan Mikha dari Beny tubuhku langsung lemas, bukan hanya aku yang mengunakan barang setan itu , bukan hanya aku yang merusak diriku, ternyata Arnita juga ikut melakukan hal yang bodoh seperti yang aku lakukan.
Bagaimana ia menjalankan hidup kalau ketagihan barang itu, bagaimana suaminya menerimanya, sudah hamil di luar nikah, seorang pemakai lagi.
Kepalaku terasa berdenyut saat lagi duduk merenung Beny datang.
“Kamu sudah bisa keluar sana Bro, sana pulang, ngapain lu di sini, betah bangat tinggal di sel, di rumah ‘kan bisa melakukan apa saja makan enak-enak, tidak sumpek.” Beny meminta ku untuk pulang.
“Rumah dan penjara ini tidak ada bedanya Bro, di rumah di interogasi melulu, ditanyain ini itu, semua mendadak jadi wartawan kalau disini, bisa merenungkan nasib dengan tenang,” balasku.
“Terus lu, mau memilih di sini?” Beny menatapku serius.