Aku belum sepenuhnya sembuh, tetapi aku sudah dibawa pulang.
Setelah pulang ke rumah aku terkejut ada banyak yang telah berubah, saat aku masuk ke pusat rehabilitasi.
Salah satunya rumah Mami, dulunya rumah kami mewah dan luas, sekarang berubah, tidak mewah lagi, seorang wanita duduk di kursi roda, sepertinya sebagian anggota badannya tidak bisa digerakkan, ia menatapku dengan tangisan tertahan, seorang wanita muda menggendong anak kecil umur satu tahun, berdiri di samping wanita itu.
“JonaNando anakku.” Ia merentangkan tangannya, ingin merangkul ku.
Wanita yang duduk di kursi roda itu adalah Mamiku, wanita malang itu terlihat sangat tua, jauh lebih tua melebihi umurnya.
Semoga teguran yang kami dapatkan ini mengubah kami agar lebih dekat lagi pada sang Pencipta dan pemilik hidup.
Aku berharap, cobaan yang hidup yang kami alami bisa mengubah Mami untuk selalu bersyukur, karena dunia ini bukanlah harta yang paling utama, tetapi kesehatan hati dan jasmani itu paling penting rasa syukur.
‘Sejak kapan Mami setua itu, kenapa ia duduk di kursi roda?’
“Mami…maafkan aku,” kataku bersujud di kakinya, ia membalasnya dengan tangisan.
Aku menghamburkan diri di pangkuan Mamiku, aku kangen, aku rindu, ini semua salahku, aku bersujud di kaki Mami, surgaku di kakinya, kami sudah menerima hukuman atas perbuatan kami.
Bukan hanya itu, aku juga merangkul adik bungsuku yang kini menjadi ibu tunggal untuk putra semata wayangnya, setelah pernikahannya hanya hitungan bulan.
Suasana begitu pilu, masih bersyukur Tuhan masih memberi kami kesempatan untuk bisa berkumpul, setelah melalui semua masalah besar.
“Maaf aku iya dek, aku minta maaf,” kataku memeluk adik bungsuku, aku baru kali ini melihat Papi ikut menangis, saat saling merangkul dan meneteskan air mata.
“Abang…! Aku yang meminta maaf Nita salah.” Arnita menangis di pelukanku.
Tiba-tiba Papi ikut bergabung dan tidak ketinggalan kak Eva, ikut kami saling berpelukan.
Aku ingin sembuh untuk keluargaku, untuk semua orang yang aku cintai itu aku tekatkan saat itu.
Suasana begitu hangat saat itu, keluarga kami yang sempat bercerai berai kini kembali berkumpul walau dengan suasana yang berbeda.
Saat melirik kaca, wajahku yang dulu tampan, hilang setengah ketampanan ku , aku yang sekarang kurus, botak seperti baru keluar dari penjara.
Tetapi tidak mengapa, selagi satu keluarga bisa berkumpul dan saling menguatkan, kami mampu menata ke depan dan berjalan bersama.