Tiba di rumah sakit dan Mami mendapat penanganan, tidak ada kendala lagi karena siang aku sudah melunasi semua tunggakkan biaya rumah sakit.
“Kenapa gak di bawa tadi siang Pi, kan aku sudah bilang aku sudah melunasinya,” kataku menatap papi.
Melihatku dengan tatapan seakan akan tidak percaya.
Papi pikir aku berhalusinasi lagi.
Keuangan keluarga sangat memperhatikan, saat aku dan Mami sakit, semua habis terjual, si kaya akhirnya jatuh miskin .
Kak, Eva juga tidak bisa berbuat apa-apa, ia resign dari pekerjaannya untuk mengurus Mami, aku juga baru tahu kalau ia menggunakan tabungannya untuk membantu pengobatan Mami, sekarang aku berpikir jangan-jangan ibu Mertua dan suaminya marah karena Kak Eva menggunakan tabungan mereka untuk pengobatan Mami.
“Jangan khawatir Pi, ini lihat.” Aku terpaksa memberikan kertas bukti pembayarannya pada Papi, ia menatapku dengan ragu.
“Dari mana?”
“Pi itu tabunganku waktu masih kerja.”
“Benarkah?” Wajahnya bersinar, terpencar rasa yang lega, di balik senyum tipis yang di berikan Papiku.
‘Bersabarlah Pi, akan terukir lagi senyuman itu di wajahmu, aku akan angkat beban itu dari pundakmu ‘ ucapku dalam hati.
Aku sangat merasa bersalah, karena sempat menjalani hidup dengan cara yang salah, tetapi di satu sisi ada hikma di balik masalah yang kami alami, hubungan kami semakin erat, kami saling menguatkan.
Saat Mami sudah mendapatkan kamar, aku masuk di susul kakak dan Papi.
Entah kenapa Mami selalu ingin mengobrol denganku, dengan kalimat yang sama sejak tadi.
“Tan, Mami minta maaf sama kamu dan sama Melani,” itu saja yang diulang-ulang beberapa kali.
Mata Mami terkadang menatap ke langit-langit kamar dengan tatapan kosong, aku memegang tangannya, aku tidak membenci Mami lagi, aku berharap ia cepat pulih.
“Mi, cepatlah pulih aku tidak membenci Mami.”
“Melani, au, aaa,” suaranya makin gagu tidak jelas.
“Mami cepatlah pulih agar bisa berbaikan dengannya,” ucapku mengusap punggung tangan Mami yang terasa dingin.
“Mami bukan ucapkan kata-kata perpisahan’ kan, Pi?” Eva menatapku dengan khawatir, terlihat ada rasa ketakutan di wajahnya.
“Tidak,” jawab papi dengan yakin.