Dipaksa Menikah Dengan Sepupu

Betaria Sonata L raja
Chapter #104

Obat Rindu#104

 

Memulai segala sesuatu dari nol bukan hal yang mudah, itu juga yang aku alami saat ini.

 

Perusahaan punya hutang di mana-mana, akan sulit menjalin kerja sama karena sudah banyak hutang.

 

Tapi aku tidak akan menyerah, aku mulai dari nol. Tetapi aku tidak akan memaafkan Brayen, ia sepupu anak dari adik bapak, saat datang ke rumah Brayen minta pertanggungjawaban, malah orang tuanya inang udaku yang minta maaf, karena orangnya sudah hilang bak ditelan bumi.

 

Seminggu aku datang sendiri dan bekerja sendiri di kantor, kalau biasanya ada ratusan karyawan yang duduk dan bekerja bersamaku, tetapi hari  ini hanya nyamuk yang menemaniku dengan setia di kantor, aku mencoba meyakinkan para mitra yang dulu, Namun, tidak mudah menyakinkan orang lain dengan kondisiku saat ini, mereka tidak mau lagi menjalin kerja sama dengan Naima karya,  dulunya perusahaan milik keluarga kami itu salah satu kebanggaan Papi, karena beliaulah yang membangunnya mulai dari nol, hingga memiliki ratusan karyawan.

 

Tetapi  kini, semua itu tinggal kenangan, Papi pasti merasa marah  dan sedih, tetapi ia menyimpannya dalam hati, mau marah juga tidak ada artinya, karena Mami orang yang menyerahkan perusahaan itu ke tangan Brayen.

 

Hari ini saat tiba di kantor, aku mencoba menelepon semua mitra  kerja kami dulu, tetapi dari puluhan nomor yang aku coba hubungi, tidak ada satupun yang menerima tawaranku.

 

“Iya ampun ini sangat  susah,” ucapku hampir putus asa, terlebih dengan statusku mantan pemakai dan mantan napi.

 

Seminggu bekerja di kantor, tapi seakan berjalan di tempat, karena tidak membuahkan hasil, lelah, putus, asa itu yang aku alami saat ini.

 

Ternyata tidak semudah yang aku bayangkan, aku pikir dengan tabungan yang aku miliki, aku bisa membangun dari nol lagi, ternyata sangat susah dan berat. Tidak ada yang percaya lagi pada perusahaan kami, namanya sudah jelek di mana-mana.

 

“Haduh… berat rasanya, berjuang sendiri tidak ada teman berbagi.

Aku merindukan dia yang jauh di belahan Benua lain” ucapku, menatap foto  Melani yang aku selipkan dalam dompet.

 

Saat aku ini merindukannya, sepertinya batinnya juga bergejolak, saat duduk di  dalam ruangan kerjaku tiba-tiba benda pipih persegi empat itu berdering.

 

Ting ….!

 

Notif dari ponselku,  karena aku lagi banyak pikiran aku abaikan, karena ponselku sekarang jarang ada yang menelepon, sejak aku dimasukkan ke pusat rehabilitasi, hanya orang-orang rumah yang rutin meneleponku, dan dari pihak bank untuk menawarkan kartu kredit.

 

Setelah sepuluh menit, baru jari-jariku mengusap layar ponsel tersebut, mataku menatap kaget.

 

“Melani ….!?”

 

Aku berdiri tidak percaya, ia mengirim pesan untukku:

 

[Abang apa kabarnya?] tanya Melani.

 

“Oh… Melani kirim pesan!” Teriakku kegirangan

Lihat selengkapnya