Baru di depan pintu, aku mendengar suara tamu, saat masuk, betapa terkejutnya diriku melihat mahluk yang sangat aku benci itu ada di rumahku.
Melihat keparat itu bersama keluarganya ada di rumahku membuatku seperti anak yang tidak punya adat, aku tidak peduli pada orang tuanya dan orang tuaku, aku menerjang masuk dan ingin mematahkan kedua kakinya lagi, satu tahun yang lalu dalam penjara ia sudah hampir kehilangan aset pribadinya.
Kali ini juga aku berniat mematahkan kakinya karena kemarahan ku.
“Kamu mau ngapain kesini?” Kataku ingin menghampirinya.
“Nando, tenanglah nak, duduk dulu. Tidak sopan berteriak di depan tamu, apalagi ada orang tua,” ucap Papi memegang pundak ku dan membantuku duduk.
“Aku tidak peduli Pi, usir kurang ajar ini dari sini, sebelum aku marah,” kataku dengan suara meninggi.
“Fernando, mereka datang baik-baik, kita tidak boleh seperti itu, tidak sopan,” kata Papi mulai marah.
“Dulu juga dia datang dengan baik-baik’ kan, terus apa yang terjadi?”
“Duduklah Nak, tolonglah hargai Papi,” ucapnya lembut.
“Baiklah, aku duduk ” kataku menatap tamunya dengan tajam .
Arjuna lelaki yang menghancurkan hidupku dan adik perempuanku ada di rumahku saat ini, melihat keparat itu ada di rumahku, aku merasa bulu ketek ku ikut berdiri, karena menahan amarah saat melihatnya dengan beraninya datang ke rumahku.
‘Mau apa Arjuna datang ke rumahku?’
Bagaimana mungkin ia bebas dari penjara, harusnya, dia penjara dengan waktu yang lama.
Aku baru ingat ayah Juna seorang pejabat negara, sudah pasti ia dibebaskan.
Juna datang ke rumah bersama keluarganya, entah apa yang diinginkan, tapi melihatnya aku sudah emosi duluan, andai saja Papi tidak melarang ku, sudah aku jadikan prekedel si Juna itu, tapi karena aku di halangi aku memilih duduk mendengar saja, mencoba menahan rasa panas di dalam dada.