Kini keributan terjadi di rumah kami karena tante Candra kembali datang ke rumah membawa anak anaknya.
Perasaanku mulai tidak tenang lagi saat nama Melani mulai dibahas. Saat aku tiba tante terlihat terkejut melihatku.
“Tante sudah dong jangan dibahas lagi, keluarga ini sudah terlalu banyak masalah, kalau kelakuanku yang kemarin menyuruh paksa tante pulang, aku meminta maaf,” kata kak Eva tidak mau ribut apa lagi melihatku datang.
Aku memilih duduk di samping Papi, beliau terlihat duduk diam membiarkan tante Candra mengoceh sendiri.
Candra dan adik yang bernama Feno memilih diam, kalau saja mereka ikut bicara, akan beda cerita aku tidak peduli sepupu atau tidak, akan aku hajar.
Tapi mereka hanya diam tidak melarang dan juga membela Mamanya.
“Iya aku sakit hati, aku marah, aku ini orang tua.
Aku tantemu tapi kamu malah memperlakukan tante seperti itu, aku marah!” ucap tante.
“Kami hanya ingin Mami tetap sehat, kami tidak tidak ingin Mami tamba sakit karena Tante marah-marah,” kata kak Eva terlihat lebih sabar mungkin ia tidak ingin ada keributan lagi dan ia juga berpikir tidak ingin menambah masalah.
“Baiklah, Aku mau bilang tujuan kedatanganku kesini, ini mengenai Melani,” ucap tante, ada kata Melani membuatku menoleh.
“Ada apa dengan Melani? ini tidak ada hubungannya dengan Melani, Tan,” kataku merasa jantung berdetak lebih cepat.
“Aku harap kalian jangan mengganggunya lagi,” kata Tante membuatku menatap dengan tajam.
“Apa maksud Tante!
Apa hak tante melarang-larang ku menghubungi istriku.”
“Kalian sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi’kan ?”
“Dia …. ! Masih istriku Tante, jadi, berhenti mengurusi rumah tanggaku!” Emosiku mulai naik sampai ke ubun-ubun.
“Kamu yang harus berhenti, Melani pergi itu artinya kamu dengannya tidak ada apa-apa lagi, kamu tidak pantas mendapat anak sebaik Melani,” kata Tante lantang.
“Apa maksud tante sih, tante tidak punya hak, untuk memisahkan hubungan suami istri,” ucap kak Eva ikut membela.
“Aku berhak…!