Menunggu adalah pekerjaan yang paling melelahkan.
Setelah kejadian hari itu, Tante datang untuk meminta Melani untuk jadi menantunya, ia meminta seakan -akan Melani itu sebuah barang, Untungnya anak-anak Tante tidak setuju dengan rencana Tante.
Melani sudah menandatangani kertas putih bermaterai, tinggal coretan tangan dariku, habis itu tamat cerita kami dan Melani, tetapi aku tidak ingin melakukannya, aku ingin cerita hidup kami terukir abadi sampai tua. Sampai kapanpun aku tidak akan mau berpisah dengan Melani, aku yang akan berjuang lebih keras lagi untuk menyakinkan Melani.
Sejak mendengar Edo menyebut Bule Jerman tampan, aku merasa separuh jiwaku melayang, pikiranku kacau, aku tidak ingin seperti ini, aku berencana mencoba untuk menyusul Melani ke Jerman, aku sudah mempersiapkan semua, aku sudah meminta Lina si pengantin baru itu untuk mengurus paspor ku.
Aku memutuskan akan menemuinya ke Jerman, aku mencoba lagi ke Kampus Melani, Tetapi dari pihak Kampus melarang keluarga datang, karena mereka tinggal di asrama yang disediakan pihak Kampus di Jerman, hanya diperbolehkan berkomunikasi lewat video call, itupun jam dan hari dan waktunya dibatasi, tidak bisa ditelepon pada waktu jam mata kuliah.
Keinginanku akhirnya tertunda, karena pihak Kampus Melani melarang keluarga datang sebab yang berangkat ke sana adalah orang –orang pilihan dari Kampus yang dibiayai Negara, dan sudah bersedia untuk tidak didatangi keluarga, peraturan untuk mereka sangat ketat, bisa saja aku pergi menemuinya, kalau masalah alamat tempat tinggalnya, tinggal minta sama KBI yang ada di sana, tapi aku berpikir lagi, kalau aku datang dan berhasil menemui Melani, tapi pada akhirnya ia terkena masalah karena kedatanganku, beasiswa dicabut dan ia dapat teguran, aku tidak ingin ia dapat masalah, ia sudah berjuang matian-matian demi mengejar cita-citanya, aku tidak mau egois, aku akhirnya aku membatalkan rencana ku.
Aku hanya menitipkan ke bagian kampus sejumlah uang untuk biaya yang akan ia gunakan selama tinggal di Jerman, nomor Melani tidak bisa lagi dihubungi.
Aku duduk menatap kertas yang sudah bertandatangan itu, segala pikiran buruk menghampiriku, kabar Melani sama bule tampan seperti kata Edo membuatku tidak bersemangat, bahkan pekerjaanku berantakan, tetapi, apa yang bisa aku lakukan? aku hanya akan menerima keputusan Melani nantinya.
Walau hidupku akan hancur untuk kedua kalinya nanti jika ia tidak kembali lagi, tapi aku akan mencoba saat ini Menunggunya dengan sabar.
Pukul 07.00 pagi.
Dalam kamar.
Hari ini badanku rasanya sangat berat untuk berangkat ke kantor, aku bersemangat membangun perusahaan dan bangkit karena Melani, tapi saat ini semangat seakan - seakan mulai hilang, saat Edo menyebut Melani dilirik banyak bule tampan.
Melani bisa membuatku hancur, Melani juga membuatku bersemangat.
Pagi itu, saat matahari sudah bekerja menunaikan tugasnya, aku masih memeluk guling yang selalu menemaniku tiap malam.
Tok …Tok …!
“Ini Papi Tan, boleh masuk?”Suara papi di balik pintu kamar.
“Iya Pi masuk saja.”
“Apa kamu kurang enak badan , istirahat saja kalau lagi kurang enak badan, biar Papi yang menggantikan kamu ke kantor,” ujar Papi penuh perhatian.