Satu minggu di rawat di rumah sakit, Mami kembali pulang, kami tidak ada yang membahas tentang kejadian hari itu, cukup kami bertiga yang tahu kalau merasa putus asa.
Tapi saat dirawat di rumah sakit, Mami kerap menangis katanya, Mami bermimpi melihat oppung doli, atau Bapaknya Mami dan bapaknya Melani, dalam mimpinya kata Mami kedua lelaki itu tidak mau mendekati dan selalu menjaganya, walau ia sudah menangis ingin mendekat, tapi mereka meninggalkannya sendiri.
Menurut kata orang tua jaman dulu, terkadang mimpi itu gambaran kejadian yang akan datang, walau tidak semua terjadi, tapi katanya bermimpi dengan orang yang sudah tiada punya arti tersendiri, terkadang mimpi kebalikan dari kejadian yang akan kita alami.
Walau Mami menganggap mimpi itu sebagai teguran, atau bentuk kemarahan oppung doli, Namun bagiku, mimpi hanyalah bunga-bunga tidur.
Aku berharap Mami masih panjang umur dan bisa melihat kami punya anak .
“Aku ingin pulang sekalian ziarah ke kuburan abang bapak Melani dan ke kuburan bapak juga, temenin aku pulang, Tan,” kata Mami, memohon padaku, mendengar kata pulang, apalagi ke kampung Melani, membuatku tidak bersemangat.
“Aku tidak bisa pulang Mi, aku banyak kerjaan di kantor,” ucapku mencari alasan, kembali ke kampung itu akan mengingatkanku sama Melani nantinya, aku tidak mau tersiksa sendirian, ke rumah kami saja yang di Depok aku hanya pulang sekali sebulan, hanya memastikan tamannya di rawat dengan baik, ada orang yang aku gaji untuk merawat tanaman Melani, aku tidak mau kembang-kembang kesukaan Melani mati tidak terawat, saat ia pergi aku meminta orang untuk menjaganya dan merawat tamanan miliknya.
Apa lagi disuruh ke kampung halaman Melani, tentu saja aku tidak mau.
”Kak Eva saja, aku tidak mau.” Aku menolak.
Tapi Lae, suami kak Eva menatapku ingin mengatakan sesuatu tapi ragu.
“Itomu tidak bisa lae,”ujar suami Kak Eva juga.
“Kenapa? Arkan? biar Nita sama bibi yang jaga,” kataku belum tahu apa yang terjadi .
“Masalahnya, itomu lagi hamil Lae,” ujar Laeku.
“Haa?? Wah aku tidak tahu, selamat kak Eva,” kami semua terkejut, karena kakak tidak pernah cerita.
Kak Eva terlihat malu-malu di depan kami, akhirnya keinginannya terwujud juga.
“Berapa bulan?” tanya Mami