Di rumah opung ku ada dua kamar di bangunan belakang, aku memilih turun dan merebahkan tubuhku di lantai beralaskan tikar.
Bertemu Melani saat di luar tadi aku berpikir itu hanyalah sebuah ilusi, efek karena aku terlalu merindukannya dan mengharapkannya datang.
Aku pikir, aku seperti dalam adegan film India yang tiba-tiba joget- joget saat turun hujan bersama kekasih setelah ia merasa senang, ternyata hanya bayangan.
Aku berpikir seperti film India tersebut, aku sering melihatnya di rumah karena Mami sangat senang menonton film india.
Merasa otakku panas karena aku paksa berpikir keras, jadi, aku memutuskan tidur untuk meringankan kepala.
Baru kira-kira tiga puluh menit tiduran.
“Nando, tidak makan?” Suara itu mirip Melani, tapi saat buka mata yang ada Tante, aku kembali lemas dan semakin yakin kalau bertemu Melani tadi hanya ilusi, karena sebentar- sebentar Melani hilang.
“Aah … Tante lagi,” kataku kesal.
“Iya emang, kamu pikir siapa?”
“Tidak siapa-siapa,” jawabku memilih untuk bangun.
“Abang sudah bangun?” Melani muncul lagi ia tersenyum sangat manis.
Aku hanya diam, berjalan ke dapur mencari makan untuk mengisi perut yang keroncongan.
“Kamu mau makan Tan, biar Tante yang bikin, nanti kamu tidak tahu ,” kata Tante menarik piring dari tanganku.
“Iya makasih Tante.”
“Kamu kenapa sih Nando? dari tadi kamu diam saja,” tanya Tante melihatku dengan tatapan menyelidiki.
Tapi dari semua orang, tidak ada yang menyinggung Melani, maka itu aku diam, menganggapnya sebagai mimpi.
Saat aku duduk makan, Melani duduk di sampingku lagi-lagi tersenyum manis, tatapan matanya membuatku tidak berkedip, aku takut saat aku berkedip ia menghilang.
Saat itu aku seperti orang yang kebingungan, aku tidak bisa membedakan antara ilusi dan kenyataan, sampai detik itu aku belum yakin kalau Melani ada bersamaku.
Melani menjentikkan jari-jarinya membangunkan ku dari lamunan.
“Abang mikirin apa … dari tadi diam saja, apa sakit?”
‘Muncul lagi dah bayang Melani di sini, untuk mengolok-olokku agar ikut mati’ucapku dalam hati.
“Mikirin kamu, kangen kamu,” kataku ketus.