Saat Melani mengatakan hal itu aku sangat terkejut, semua itu diluar dugaan ku.
“APA??” mobil yang aku kendarai mendadak berhenti, aku menatap Melani dengan panik. “ Maksudmu aku yang merebut kamu dari Candra?”
Melani menatapku sekilas, ada banyak yang ingin ia ceritakan padaku, tadi ia ragu untuk mengungkapkannya membuatku ingin mati penasaran.
“Apa Melani? katakan yang tidak aku ketahui lagi. Apa kamu mau bilang kamu sama Candra sudah dijodohkan sebelumnya?”
“Aku tidak bilang begitu Bang, saat itu aku menganggapnya hanya hubungan keluarga, kita tidak pernah bertemu hanya komunikasi lewat telepon saja, itupun jarang,” ujar Melani.
“Sejauh mana?” tanyaku semakin penasaran, merasakan wajahku terbakar karena dilanda rasa cemburu.
“Ha!? Maksudnya?” Melani menatapku dengan bingung, aku merasa perasaanku bagai di aduk-aduk, tadi pagi aku baru seperti berada di hamparan luas yang dipenuhi bunga-bunga yang indah, tetapi saat Melani bilang kalau ia sempat punya hubungan dengan Candra sepupuku.
Aku merasa di hempas kan ke tanah, lalu ditimpuk pakai batu.
Hatiku terasa perih, aku merasa seperti ada luka, lalu di atas luka diperas asam, seperti itu yang aku rasakan saat ini, aku terdiam merasakan lutut kakiku lemas tidak berdaya lagi.
“Dia tidak pernah menembak ku Bang, kami hanya komunikasi biasa saja, itupun bou yang memaksanya, sejak saat itu aku tahu kalau bou itu yang selalu memaksa bang Candra untuk mendekatiku, kemarin malam itu juga dia mengaku juga, kalau abang Candra terus di paksa untuk mendekatiku, menurutku Bou itu aneh dan sedikit berlebihan, mana mungkin dia memaksa anak lelakinya melakukan itu, lagian mana ada di adat kita yang seperti itu?” ujar Melani.
“Benarkah hanya sebatas itu?” tanyaku suaraku melemah, Lemas lutut ini jadinya.
“Iya.”
“Aku bingung dengan Tante sama Mami tidak pernah akur satu sama lain dari dulu,” ujarku menggeleng.