Setelah Lae merasa tenang, kami membujuknya nya kembali, aku melirik ibu mertuaku, aku salut sama mama Melani, walau edanya menuduhnya mencuri emas oppung, wanita tangguh ini hanya diam, ia tidak ingin ada keributan, ia sangat banyak berubah setelah suaminya meninggal.
Beliau wanita tangguh sama halnya seperti Melani, tetapi entah kenapa hatiku merasa sedih saat melihatnya, aku tahu hatinya ingin berteriak marah atas tuduhan tanteku, mungkin inang mertuaku sadar ia hanya seorang janda, Karena itulah abang Melani marah besar saat mama mereka di tuduh.
‘Sabar ya inang, suatu saat semua akan berubah, tidak akan ada lagi keluarga yang menghina inang’ ucapku dalam hati.
Dalam mobil suasana hening, dari sekian banyak orang yang ada di mobil, tidak ada yang berani buka mulut.
Aku menoleh kaca ke belakang, raut wajah lae Saut masih menegang, istrinya atau inang bao itu, terlihat menenangkannya, Melani sibuk dengan ponselnya. Adik-adik Melani yang duduk di belakang terlihat diam .
(Inang bao >artinya istrinya Ipar)
‘Apa laeku ini semua takut ?’ Aku membatin.
“Dek nanti mau sepatu apa?” tanya Melani pada adik bungsunya memecah keheningan.
“Sepatu yang ada lampunya.”
Semua adik laki-laki Melani terlihat sangat takut dan patuh pada abang pertama mereka, karena lae Sautlah ganti bapak untuk mereka. Namun, sepertinya tidak untuk Melani, ia bercanda sama abangnya, membuat suasana jadi cair, lega rasanya jika suasana gembira dan bercengkrama seperti ini. Laeku ternyata orang yang menakutkan kalau marah.
Saat lagi asik bercerita, suasana juga sudah baik tiba-tiba Melani berkata ;
"Bang!"
"Ya."
"Di Jakarta saat ini apa pembukaan penerimaan polisi gak? tadi malam pengen aku kami bicarakan sama abang, tapi aku takut bou Candra mendengarnya, jadi kami tidak membahasnya."
"Buat Siapa?"
"Buat ito Rudi, aku ingat ada teman baik polisi kan?"
"Iya."
Melani menceritakan kalau laeku , cita-citanya ingin jadi seorang polisi sejak dulu, tetapi gagal terus karena tidak ada biaya dan tidak ada yang bekingan.
“Ito Rudi, sudah beberapa kali kalah ikut tes polisi, abang NaNando kan punya teman baik, seorang polisi tidak bisa dibantu bang?” kata Melani, tiba-tiba semua diam, mereka semua menatapku.
“Kalah berapa kali Lae?”
“Dua kali lae.”
"Makanya tadi pagi dia bilang ingin coba lagi ke Medan, aku bilang, kalau tidak ada orang dalam akan susah ujung-ujungnya pasti uang juga, coba tanyakan Pak Beny teman itu Bang."
“Gagal karena apa Lae?” Tanyaku penasaran.
“Tidak ada masalah, fisik semuanya bagus, karena aku tidak punya penyokong, tidak ada yang menjamin atau yang membawaku, taulah semuanya uang yang mengatur, temanku satu sekolahku bisa lolos karena ada orang dalam yang bawa, dan ada uang orang tuanya,” ujarnya.
Rudi, badannya bagus, tinggi, tapi ia tidak mau meminta bantuan keluarga, ia berusaha sendiri maka itu ia kalah sampai dua kali karena tidak ada yang bawa.
“Sebentar aku tanya Beny, dia polisi temanku di Jakarta."