"Lo yakin sama ini, Lang?" Deva menunggu dengan gelisah. Lelaki dengan dasi yang sengaja diikat di kepala itu mulai ketir-ketir. Sepuluh menit mereka berlima menunggu Yurisa lewat lapangan, tetapi gadis itu belum juga menampakkan batang hidungnya.
"Ngomong-ngomong, Lang. Lo beli bunga mawar kaya gini dari mana? Cakep asli." Rian yang bertugas membawa mawar tak henti-hentinya berdecak kagum mengamati bunga itu.
"Er ha es." kata Gilang. "Ntar lo ikut-ikutan beli."
"Mawarnya asli nggak, nih?" tanya Malik.
"Asli anjir," Gilang mendelik tak suka. Susah-susah ia mendapatkan bunga itu, masih aja diprotes oleh teman-temannya. "Dari Amerika, tuh."
"Iya, Lang. Kalau lo yang ngomong gue percaya-percaya aja biar cepet." ujar Deva.
"Ntar gue beli, deh. Buat nembak cewek." kata Rian mulai mengandai-andai.
"Cewek aja enggak ada, pake gaya-gayaan mau nembak segala." cibir Deva. "Jangan-jangan lo mau nyeriusin Mbak IU lagi."
Mbak Ana, itu nama aslinya. Dia yang punya warung tempat biasa mereka nongkrong. Usianya sekitar 35 tahun. Kalau pake make up suka yang ala-ala korea. Mbak Ana juga sering ngaku-ngaku mirip IU gara-gara pernah nonton drama korea bareng Rian. Pokoknya, gaya Mbak Ana ini mengikuti IU. IU potong rambut sekalipun, Mbak Ana tidak segan-segan akan mengikutinya.
"Eh, enggak, njir. Masa tuaan dia dari pada gue, gue kan rencana mau cari dedek emes." Rian menatap Deva tajam.
"Apa gue juga beliin beginian buat mami, ya? Kali aja uang jajan gue naik. Kan, mami suka bunga-bunga gini." ucap Rian lagi.
"Gue juga ah," kata Deva. "Ini namanya apa, Lang?"
"Enggak tahu, mbak gue yang nyariin. Kayaknya Beauty and the best rose." jawab Gilang akhirnya.
"Siap," balas Deva. "Ngomong-ngomong ini ceweknya mana dah, udah mau bel masuk tapi belum nongol juga."
"Jangan-jangan dia nggak bakalan lewat sini lagi, Lang. Ah! Gimana lo nyari informasinya?" Rian tak kalah menggerutu.
Gilang menoleh ke arah Rian. "Bener, kok. Biasanya dia belajar di taman sana. Paling bentar lagi lewat. Tungguin lima menit lagi, jangan putus asa."
"Itu bukan?" Malik menunjuk cewek yang sedang berjalan dengan dagunya. Tangannya membawa beberapa buku, kelihatan jika dia anak yang rajin.
"Eh, iya! Bener dia!" Gilang menjadi lebih semangat dari sebelumnya. Ia buru-buru mengguncang lengan DIpta yang sedang tiduran di bangku panjang pinggir lapangan.
"Dip, calon cewek lo, Dip!" seru Gilang.
Dipta yang mendengar itu lantas mengubah posisinya menjadi duduk. Matanya menyipit untuk melihat cewek yang dimaksud Gilang.
"YANG NAMANYA YURISA KEIKO JALAN KE LAPANGAN SEKARANG JUGA!!" Deva segera berteriak menggunakan pengeras suara. Sudah tidak sabar melihat tontonan gratis.
Nyatanya, tidak hanya Yurisa yang menoleh. Orang-orang yang ada di sekitar sana menjadi tertarik dengan aksi kelima orang tersebut. Lapangan mulai raai. Mereka penasaran dengan tontonan gratis yang akan ditunjukkan oleh Dipta dan teman-temannya.
"YURISA MANA YURISA?" teriak Deva lagi ketika perempuan yang diharapkan tidak kunjung datang.
"Gue yang namanya Yurisa Keiko." ucap cewek itu polos ketika berhasil membelah kerumunan tersebut. jelas sekai jika ia bingung.
Puluhan pasang mata memandang Yurisa terkejut. Termasuk Dipta yang berdiri tak jauh dari posisi Deva saat ini.