Hari ini Yurisa pergi ke perpustakaan. Seperti biasa, Kayana tidak ikut. Gadis itu selalu menolak jika Yurisa mengajaknya ke perpustakaan. Kayana bilang, tempat seperti itu tidak cocok untuknya. Maka dari itu ia memilih ke kantin saja.
Ada yang beda pula dari Yurisa. Jika biasanya ia akan membaca buku-buku pengetahuan, kali ini gadis itu memilih membaca novel remaja. Semenjak mengenal Dipta, Yurisa jadi penasaran seperti apa itu cinta.
Baru beberapa lembar ia membaca novel, tiba-tiba ada seseorang yang berteriak-teriak sembari membawa tumpukan buku besar-besar.
"Minggir-minggir! Gue gak liat jalan!"
"Awas semua!"
Kejadiannya begitu cepat. Cowok yang membawa buku tersebut hampir menubruk rak buku ensiklopedia yang terletak tak jauh dari posisi seorang adik kelasnya.
Yurisa kalut. Ia segera mengambil langkah cepat. Meraih bahu adik kelasnya tersebut dan membawanya kedalam dekapan gadis itu. Tidak ada lagi yang Yurisa pikirkan selain keselamatan adik kelasnya.
Rak buku ensiklopidia menjadi miring, dengan sekuat tenaga Yurisa menahan itu. Buku-buku tebal itu berjatuhan secara acak. Minimpa punggung dan kepalanya.
Seketika perpustakaan menjadi gaduh. Orang-orang berkerumun membenarkan kembali posisi rak tersebut. Untung saja ukuran rak tidak terlalu besar. Tetapi tetap saja, jika menimpa orang pasti sakit.
"Kamu nggak apa-apa, dek?" tanya Yurisa. Bahkan saat dirinya sendiri kenapa-kenapa, ia masih sempat memikirkan orang lain.
Gadis itu hanya menggeleng ketakutan. Bahunya bergetar hebat karena kejadian barusan. Yurisa mengelus lembut punggung gadis itu.
"Udah. Enggak apa-apa."
"Kak, maaf ya, kak." cowok yang tadi membawa buku langsung terduduk di hadapan Yurisa. Benar-benar merasa bersalah.
Yurisa tersenyum lalu mengangguk. "Iya, lain kali hati-hati."
"Darah! Ada darah!" teriak seorang cewek berkepang dua saat ia hendak menyingkirkan buku-buku tersebut.
Semua orang yang ada di sana menjadi panik. Takut jika ada yang terluka parah.
"Tangan lo berdarah, Yur!!" suara Ceri. Anak kelas 11 IPS 3.
Yurisa menoleh. Mengamati tangan kirinya yang terdapat luka goresan cukup panjang. Darah terus mengalir, tetapi gadis itu tetap tenang. Mamanya bilang, kalau terluka jangan panik.
"Ayo gue anter ke UKS!" ucap Ceri lagi. Gadis itu lantas membantu Yurisa berdiri. Memapah Yurisa berjalan ke UKS karena jalannya sedikit pincang.
"Kaki lo sakit juga, Yur?" tanyanya khawatir.
"Dikit, nanti dikasih minyak juga sembuh." balas Yurisa.
Setelah sampai UKS, dokter yang selalu jaga di sekolah langsung membersihkan lukanya. Yurisa sedikit meringis ketika lengannya terasa nyeri.
"Tahan ya, ini agak nyeri. Tapi nggak apa-apa, biar cepat sembuh."
Yurisa mengangguk ragu. Ia menggigit bibir bawahnya karena rasanya semakin nyeri dan perih. Rasanya ingin menangis, berteriak, tetapi malu.
"Udah selesai. Saya sarankan nanti di bawa ke rumah sakit, ya, buat cek. Ini lukanya agak dalam." ucap perempuan berjas putih itu dengan lembut.
"Terimakasih,"
"Sama-sama." setelah itu dokter yang diketahui bernama Paris itu meninggalkan Yurisa agar gadis itu bisa istirahat.
Belum sampai lima menit, tetapi pintu UKS sudah dibuka secara paksa oleh seseorang. Kayana, gadis itu terlihat sangat panik. Disusul oleh Malik di belakangnya. Yurisa ingin bertanya, tetapi hanya mampu terdiam ketika Kayana sudah lebih dulu melontarkan pertanyaan beruntun kepadanya.
"Lo nggak apa-apa kan, Yur? Mana yang sakit? Kaki lo juga sakit, nggak?" tanya Kayana cemas.
Setelah diberi tahu jika Yurisa terluka, Kayana segera berlari meninggalkan kantin. Khawatir bukan main. Kayana sudah menganggap Yurisa sebagai keluarganya sendiri. Hanya gadis itu yang mau menerima segala tingkah Kayana yang aneh.
Yurisa tersenyum lembut. Menenangkan Kayana yang panik. "Nggak apa-apa, Kay. Cuma luka kecil, nanti juga sembuh."