Dipta merasa ada yang berbeda dua hari ini. Dari pagi sampai siang, ia tak menemukan keberadaan Yurisa. Padahal biasanya gadis itu selalu muncul tiba-tiba. Aneh.
"Lo mikirin utang apa gimana sih, Dip. Ngelamun mulu." oceh Gilang.
"Iya, utang lo pada di warungnya Mbak Ana." jawab Dipta asal.
"Halah itu mah nggak usah dipikir. Masalah perhutangan biar dilunasin Rian. Kan dia yang paling banyak makannya." ucap Gilang lagi.
"Apa nama gue dibawa-bawa?!" seru Rian tidak terima.
"Utang lo tuh di warungnya Mbak Ana." timpal Deva.
"Sorry, ya. Rian cuma utang dua ribu. Itupun karena Mbak Ana nggak punya kembalian." sergah Rian.
"Sombong amat!" cibir Malik.
"Serba salah mulu gue!" Rian berucap dengan sengak. Teman-temannya memang hobi membuat orang lain emosi.
"Yang lo utang sandal di warung depan sekolah udah lo bayar, Yan?" tanya Deva sekadar mengingatkan, barangkali Rian lupa.
"Udah lah! Gue sampe telat masuk kelasnya Pak Kusnan cuma buat bayar utang." sergah Rian.
"Lo sih ada-ada aja, sekolah pake sandal. Mana tuh sandal buluk banget lagi." komentar Gilang.
"Rencana gue kan bawa sandal jadi kalau ke lab musik nggak usah pake sepatu. Kelamaan." balas Rian.
"Iya, manusia cuma bisa berencana. Tapi Allah yang menentukan." ucap Deva sambil mengangkat tangannya ke atas seperti orang memanjatkan doa.
"Kaya rencana masa depannya Gilang sama Leona yang udah kandas di tengah jalan." sahut Malik.
"Cintaku kandas!" nyanyi Deva sambil joget-joget.
"Kayaknya kalian bahagia banget ya nistain temen sendiri." ucap Gilang.
"Nggak ada yang cocok buat dinistain selain temen sendiri, Lang." balas Rian.
Karena merasa bosan, Dipta memilih keluar kelas. Siapa tahu nanti ketemu Yurisa di koridor seperti biasanya.
"Woy! Woy! Mau kemana lo Dip?!" teriak Gilang namun tak dihiraukan Dipta.
Sampai di depan kelas IPA 2, Dipta sedikit melirik dari jendela. Mencari keberadaan cewek itu tapi nihil. Tidak ada tanda-tanda keberadaannya.
Tanpa pikir panjang, Dipta segera menuju perpustakaan. Gilang bilang, Yurisa sering ke perpustakaan kalau istirahat. Semoga saja dia ada di sana.
Dipta hanya terlalu penasaran kemana perginya cewek itu. Suka datang tiba-tiba dan menghilang tiba-tiba pula.
Dipta mengambil buku acak di rak. Lalu berjalan menuju bangku paling belakang. Sesekali matanya melirik kanan kiri mencari keberadaan gadis itu.
"Aku boleh duduk di sini nggak kak?" suara seorang cewek membuat perhatian Dipta teralihkan.
Dipta hanya mengangguk saja. Lagi pula tujuannya ke sini bukan untuk baca buku.
"Eh, keadaan Kak Yurisa gimana Kak?" tanya cewek itu kepada Dipta membuat cowok itu menyerit bingung.
"Kakak nggak tahu kah? Hari selasa kemarin Kak Yurisa ketimpa rak buku itu tuh." tunjuknya pada rak buku yang menimpa Yurisa kemarin.
"Kok bisa?" tanya Dipta penasaran.
"Iya, soalnya Kak Yur mau nolongin temen aku Kak, tapi malah Kak Yur yang kena. Waktu itu ada orang bawa tumpukan buku gitu, terus nggak sengaja nabrak rak buku. Kasihan tahu, pasti badannya sakit semua, kepalanya juga sakit, tangannya apalagi yang berdarah, eh kakinya juga bangkak." jelas gadis itu panjang lebar. Tidak menyadari perubahan raut wajah Dipta.
Yurisa sakit selama itu dan Dipta nggak tahu. Parah Dipta!
"Makasih infonya." ucap Dipta lalu beranjak dari sana.
"Hah?" cewek itu bingung sendiri. "Kak Dipta nggak tahu?"
***
Dipta bosan mendengar nada sambung telepon yang tak kunjung diangkat. Panggilan ke lima dan Yurisa belum juga mengangkat teleponnya. Separah itu kah?