Brak!
"YURISA!!"
Hana membuka pintu kamar Yurisa dengan kasar. Membuat perempuan yang sedang belajar itu mengerutkan keningnya bingung.
Tanpa babibu Hana melemparkan satu tamparan di pipi kiri Yurisa sehingga membuat gadis itu meringis merasakan nyeri di pipinya.
"Kak Hana kenapa?" tanya Yurisa bingung. Hana baru pulang dan langsung marah-marah.
"Kenapa? Lo masih tanya gue kenapa?!" sentak Hana. "Lo punya otak nggak, sih?!"
Wajah Hana merah padam. Menunjukkan jika gadis itu sedang marah besar. Napasnya naik turun tak beraturan. Sorot mata Hana menggambarkan kebencian yang dalam. Dilapisi cairan bening yang kapan saja siap jatuh.
"Lo tau kan gue deket sama orang! Iya, orang itu Dipta yang sekarang jadi pacar lo!!" ucap Hana. "Mau lo apa sih, ha?!"
Yurisa gelagapan. Terkejut dengan pengakuan Hana baru saja. Matanya mengerjab beberapa kali memastikan jika ia tidak salah mendengar.
"Setelah lo ambil nyokap gue lo juga ambil cowok gue!" nada suaranya melunak. Menandakan jika perempuan itu benar-benar kecewa. Hana menangis sesenggukan. Untuk pertama kalinya di depan Yurisa, Hana menangis karena seseorang. Untuk pertama kalinya pula, Hana menunjukkan sisi lemahnya di depan Yurisa.
"Aku nggak pernah rebut mama, aku juga nggak rebut Dipta." balas Yurisa terdengar lirih. Air matanya sudah turun dari tadi. Suaranya bergetar.
Kenyataan macam apa ini? Dipta dan Hana memiliki hubungan yang Yurisa tidak tahu. Rasanya seperti ditikam. Ketika kamu baru mulai bertunas, tapi tiba-tiba dicabut secara paksa. Itu lebih sakit dari pada diabaikan dan layu dengan sendirinya.
"Kak Hana—"
"Ternyata lo bener-bener nggak bisa dipercaya, Yur." kata Hana.
"Aku sama sekali enggak tahu kalau yang Kak Hana suka itu Dipta." ungkap Yurisa dengan jujur. Bahkan baru kali ini Yurisa tahu jika Hana dan Dipta dekat. Apa karena ini Dipta selalu bersikap dingin kepadanya? Kalau memang iya, berarti memang Yurisa yang tidak peka. Gadis itu terlalu bodoh untuk menerjemahkan kode dari Dipta selama ini.
"Bohong! Lo emang nggak pernah suka ketika gue bahagia." Hana memegang kedua bahu Yurisa. Meminta penjelasan pada gadis itu. "Salah gue apa sama lo, Yur?"
Haris dan Jihan yang mendengar suara gaduh tersebut segera menghampiri sumber suara. Takut terjadi sesuatu kepada Yurisa.
"Ada apa ini?" tanya Haris ketika mendapati kedua putrinya sedang manangis. Yang lebih mengejutkan lagi jika Hana sudah pulang. Gadis itu tak memberitahu sebelumnya.
Hana beralih mendekati Haris lalu memeluknya erat. Mencari pembelaan dari lelaki paruh baya itu.
"Tanya sama dia Pa! Tanya sama anak itu!" Hana menunjuk Yurisa dengan emosi. Tangisnya semakin kencang.
Yurisa menunduk, tidak berani mengangkat kepalanya. Untuk kesekian kali, Yurisa merasa terpojokkan. Yang lebih sakit lagi ketika keluargamu sendiri yang melakukan. Berkali-kali lebih sesak dari pada didiamkan teman-temannya selama ini.