Yurisa membawa nampan berisi dua mangkuk bakso dan es teh untuk dirinya dan Kayana. Suasana hatinya jauh lebih baik karena Dipta tadi pagi.
Senyum gadis itu mengembang ketika ada yang menyapanya. Yurisa yakin, sebentar lagi masalah akan mereda dan menghilang. Jadi ia tidak perlu cemas lagi.
Yurisa juga lega melihat Hana yang baru saja memasuki area kantin sambil tertawa bersama teman-temannya. Setidaknya, Hana baik-baik saja, itu yang Yurisa tahu.
Tanpa disadari dari arah lain, Vita tampak berjalan mundur, bergurau dengan Sandara sehingga ia menabrak Hana sampai gadis itu terhempas. Menubruk Yurisa cukup keras. Membuat nampan yang gadis itu bawa terjatuh dan pecah.
"Aduh!" Hana menjerit ketika tangannya terkena cipratan kuah panas. Membuat kantin menjadi riuh seketika. Mengerumuni keduanya yang jatuh terduduk.
Tak jauh beda, Yurisa juga terkena kuah panas tersebut. Ia segera mengibas-ngibaskan tangannya berusaha membersihkan seragamnya yang kotor. Sampai ia merasakan dingin di kepalanya.
"Kata mama kalau kena air panas harus cepet disiram air dingin, biar nggak melepuh." suara Hayu, anak kelas 10 memecah kegaduhan di kantin.
Semua mata memandang gadis itu penuh tanya. Takjub sekaligus heran. Bahkan Kayana yang membantu Yurisa membersihkan noda menggunakan tisu hanya mampu melongo.
"Serius kak, aku nggak bohong." katanya lagi membuat seisi kantin bertawa karena gadis itu.
"Anak siapa sih, lo polos amat?" suara salah satu orang di sana.
Tiba-tiba Dipta muncul di antara kerumunan itu. Membuat senyum Yurisa terbit begitu saja. Tangan Dipta terulur untuk membantunya berdiri. Tetapi belum sempat Yurisa menerima uluran tangan itu, Hana sudah lebih dulu menggenggam erat tangan Dipta. Lalu tersenyum setelah itu.
"Makasih, Dip." ujar Hana lembut.
"Anterin Hana ke uks kek, Dip. Dia kena air panas tadi." suara Tifany membuat Dipta melirik sekilas. Kemudian beralih menatap Yurisa yang sedang dibantu Kayana berdiri.
"Ke uks, yuk." kata Kayana tetapi Yurisa menggeleng.
"Anterin ganti baju aja, Kay." pinta gadis itu.
"Dipta," panggil Hana.
"Ayo gue antar." ujar Dipta kemudian menuntun Hana menuju ruang kesehatan.
***
Nasib baik sedang tidak berpihak kepada Yurisa sekarang. Setelah seragamnya kotor dan terpaksa ganti menggunakan seragam olahraga, Yurisa harus menerima hukuman dari Bu Wanda. Lari lapangan outdor lima kali. Padahal, lapangan ourdor sekolah mereka besarnya setengah ukuran lapangan sepak bola.
Gadis itu sudah berdiri di pinggir lapangan. Kemudian membenarkan tali sepatu sebelum berlari. Mengencangkan ikatan pada rambutnya agar tidak berantakan.
"SEMANGAT YURISA!" teriaknya pada diri sendiri.
Sedetik kemudian ia mulai berlari santai sambil bernyanyi pelan. Cara berlarinya pun seperti anak kecil yang diajak ke tempat bermain. Sesekali berlari, sesekali berjalan, meloncat. Mamanya bilang, kalau melakukan sesuatu dengan perasaan senang ia tidak akan merasa lelah. Dan Yurisa sedang mempraktekkan hal tersebut.
"Cewek lo tuh, Dip." Deva menepuk bahu Dipta yang sedang bermain bola.
Dipta segera menoleh. Netranya langsung menangkap keberadaan Yurisa.
"Anjir anjir parah! Temen lo, Dip!" tunjuk Gilang heboh pada Rian yang sudah berlari mendekati Yurisa. "Mau ditikung lo, Dip!"
Kalau soal mengompori Dipta, Gilang adalah jagonya. Setiap seruan yang keluar dari bibir lelaki itu seolah-olah langsung menimbulkan percikan api.
"Goblok Rian!" seru Deva.
"Pinter lah dia! Nyuri start namanya!" ujar Malik yang dihadiahi pelototan dari Deva.
"Oh iya!" katanya, lalu setelah itu Deva berlari menyusul Rian. Diikuti Gilang dan Malik di belakangnya. Bahkan mereka lupa soal pelajaran olahraga.
"Lo bukan Milea, kan?" tanya Rian yang sudah ikut berlari di samping Yurisa.
Yurisa menoleh sekilas. "Ya bukan lah."
"Iya, bener. Soalnya gue juga bukan Dilan." seru cowok itu lalu terkekeh sendiri.