Pernah tidak, merasa sendiri padahal ada banyak orang di sekitar?
Pernah tidak, dengan jelas mendengar olokan orang-orang padahal kita ada di sana?
Pernah tidak, merasa takut padahal sebenarnya kita tidak melakukan apapun?
Iya, itu yang sedang dirasakan Yurisa. Takut, gelisah, khawatir oleh omongan orang-orang tentang dirinya. Yurisa seperti dikucilkan oleh banyak orang. Yurisa gelisah ketika menjadi bahan guyonan orang-orang padahal itu tidak lucu sama sekali.
Rasanya ingin menangis, marah, berteriak, tetapi kepada siapa?
Sepanjang koridor semua orang membicarakan gadis itu. Bahkan bukan sekedar berbisik lagi, ada yang secara terang-terangan mengatai Yurisa.
Berita tentang dirinya putus dari Dipta sudah menyebar luas dari semalam. Puluhan pesan masuk di ponselnya hanya untuk menanyakan hal tersebut. Yurisa juga tidak tahu kalau berita itu akan menyebar begitu cepat.
"Kasihan cuma jadi bahan taruhan doang!"
"Pantes aja Dipta nggak suka, orang cuma mainan aja!"
"Kecil-kecil udah jadi pelakor!"
"Iya. Mana melakorin kakaknya sendiri lagi. Dasar nggak punya malu."
"Kalau gue jadi dia sih udah pindah benua, kalau perlu pindah planet saking malunya."
"Kemarin makan uang sekolah, sekarang makan saurada sendiri."
"Miris! Hidup dia penuh kepura-puraan."
"Iya. Kita ketipu muka polosnya dia."
Yurisa pikir, suasana akan kembali membaik seperti sedia kala. Ternyata dugaannya salah, hari ini semuanya malah semakin kacau.
Semakin kesini semakin membuat telinganya panas. Gadis itu lantas terburu-buru untuk masuk kelas. Berlari kecil sambil menunduk, jangankan menatap ke depan, mengangkat kepala sedetik saja rasanya berat sekali.
Kaki kecil Yurisa berhenti di depan papan tulis ketika kepalanya serasa ditimpuk sesatu. Gadis itu menoleh. Teman-temannya tersenyum sinis kepada gadis itu.
Detik selanjutnya mereka menyerbu Yurisa tanpa ampun. Melempar air yang sengaja ditaruh di plastik. Melempar tepung, susu cair, telur dan masih banyak lagi.
"Selamat ulang tahun!" teriak Arum dan teman-temannya yang lain. Membuat suasana kelas menjadi riuh seketika.
"Foto dulu gih kuenya!" ujar Sandara sambil menyeringai penuh.
Mendengar itu Vita bergegas mengeluarkan ponsel dan menotret Yurisa dari segala sisi. Gadis itu tersenyum senang melihat hasil jepretannya yang menurutnya bagus.
"Selebgram kelas IPA 2." celetuk Jeni meledek.
Yurisa hendak melangkah keluar kelas, tetapi tiba-tiba Gina melempar penghapus dengan keras ke papan tulis. Tepat melewati depan wajah Yurisa. Untung saja tidak mengenai kepala gadis itu.
"Mau kemana? Kan belum tiup lilin?" tanya Gina sembari tertawa. Tetapi terdengar menakutkan bagi Yurisa.
"Jangan lupa berdoa Yur." kata Sandara. "Doanya semoga lo cepet punya pacar baru yang kaya biar bisa lo peres supaya nggak makan duit sekolah lagi."
Yurisa menghela napas lelah. Meredam gejolak dalam hatinya. Gadis itu menatap temannya satu per satu. Tidak menyangka jika mereka akan melakukan hal seperti ini kepadanya.
"Udah?" tanya Yurisa pelan. Suaranya terekat di tenggorokan. "Udah jadi kuenya?"
"Belum, Yur." balas Fera kemudian tersenyum mengejek.
Gina melempar susu kotak lagi yang sengaja dibuka lebar bungkusnya. Naasnya, susu itu bukannya mengenari Yurisa tetapi malah mengenai Ezra. Lelaki itu berdiri tepat di depan Yurisa.
"Zra, lo nggak apa-apa?" tanya Yurisa merasa bersalah. Gara-gara dia, seragam Ezra jadi kotor.
Ezra tidak merespon Yurisa. Lelaki itu berbalik. Menatap teman-teman sekelasnya dengan garang. Emosi lelaki itu sudah di ubun-ubun.
"Zra ini—"
"Apa Gin?" tanya Ezra ketus. Sengaja memotong ucapan Gina yang Ezra yakin hanya sebuah alibi saja.
"Ini yang namanya keluarga?" tanya Ezra lagi. Tidak ada nada bersahabat sama sekali.
Semuanya diam. Mereka yang tadi tertawa senang sekarang hanya mampu saling lirik. Takut karena Ezra benar-benar marah.
"Gue tanya ini yang namanya keluarga?!" bentak Ezra membuat orang-orang berjinkat kaget.
"Zra dia salah." balas Gina.
"Iya dia salah. Tapi apa kaya gini caranya?" tanya Ezra.
"Bela aja terus tuh pelakor!" sinis Sandara membuat Ezra mengepalkan tangannya.
"Lo kalau nggak tahu apa-apa nggak usah banyak omong!" sentak Ezra kepada Sandara.
Yurisa memegang tangan Ezra. Mencegah lelaki itu bertindak jauh. "Zra, udah. Gue nggak apa-apa. Tinggal mandi lagi juga udah bersih."
"Yang nggak tahu apa-apa tuh lo, Zra! Mau aja ketipu sama muka sok polosnya dia. Dasar Medusa!" sergah Arum.
"Apaan sih pagi-pagi udah ribut. Berisik—" Aldi yang baru tiba di kelas langsung melotot melihat kondisi kelas yang begitu berantakan. Tatapannya beralih pada Yurisa yang berdiri di belakang Ezra. Bajunya kotor, rambutnya berantakan, bukan seperti Yurisa.
"Bagus banget kalian berantakin kelas." kata Aldi tak habis pikir. Cowok itu memijit pelipisnya yang serasa berdenyut. Menghadapi tingkah temannya yang seperti anak SD.
"Gue nggak tahu lagi mau ngomong apa sama kalian." ujar Ezra.