Hujan rintik-rintik tak menghentikan langkah Dipta memasuki Hello Kopi. Kafe minimalis yang didesain unik oleh pemiliknya. Banyak muda-mudi yang menghabiskan waktu di sini. Entah mengerjakan tugas, sekedar kongkrong atau yang lainnya.
"Sorry, lo nunggu lama?" tanya Dipta merasa tak enak.
Gadis itu tersenyum kemudian menggeleng pelan. Hana, perempuan feminim yang kini duduk di depan Dipta.
Asap kopi dari cangkir mengepul ke udara.
"Ada apa kok tumben ngajak ketemu?"
"Mau ngobrol aja." balas Hana.
Dipta mengangguk. "Oh,"
Hening. Keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing.
"Dipta," panggil Hana pelan setelah lama saling terdiam.
"Hm?"
"Makasih," ujar Hana tiba-tiba membuat Dipta menyerit bingung.
"Makasih buat kesempatan yang selama ini kamu kasih ke aku. Makasih karena udah berusaha suka aku, ya, meskipun hasilnya nggak sesuai perkiraan. Tapi nggak apa-apa, nggak semua usaha pasti berhasil kok." Hana tersenyum setelah mengatakan itu.
"Aku rasa, aku nggak bisa kaya gini terus."
"Maksudnya?" Dipta semakin tidak mengerti.
"Kupikir dengan cara kita menjadi sahabat bisa buka jalan buat ke hati kamu. Nyatanya aku salah, aku nggak sadar kalau apa yang aku lakuin itu malah buat kamu merasa nggak enakan. Aku yakin kamu juga banyak pertimbangan karena aku." jelas Hana.
"Aku mau belajar lupain perasaan aku ke kamu." ujar Hana akhirnya.
Dipta menghela napas. "Maaf karena nggak bisa jadi seseorang yang lo harapkan. Maaf karena nggak bisa jaga perasaan gue buat lo."
Hana tertawa ringan menanggapi itu. "Bukan salah kamu, perasaan nggak ada yang tahu."
Kalau ada audisi menjadi aktris, Hana pasti langsung lolos. Gadis itu pintar memainkan ekspresi wajahnya. Tersenyum seolah-olah ia baik-baik saja padahal hatinya sedang remuk.
Mati-matian Hana menahan agar tidak menangis sekarang juga. Karena Hana pikir, saat ia sudah memutuskan sesuatu, ia tidak bisa menariknya kembali.
Bukan karena menyerah, tetapi ia memilih untuk tidak egois. Baik untuk dirinya maupun orang lain. Memaksa perasaan Dipta yang jelas-jelas tidak suka kepadanya juga percuma.
"Seseorang bilang sama aku bahwa ibarat kapal, aku harus segera berlayar kembali. Berlama-lama menepi di dermaga hanya akan buat aku kehilangan sesuatu yang mungkin bakalan aku dapatkan saat berlayar."
"Gue nggak akan nahan lo, Han. Lo berhak dapetin orang yang lebih dari gue. Seseorang yang tahu arti ketulusan sebenarnya itu kaya apa. Saat ini, gue belum bisa nerima ketulusan lo. Gue minta maaf." tutur Dipta.
Hana menghirup napas dalam-dalam. "Kita udah selesai, ya. Maksudku masalah perasaanku, kalau pertemanannya masih berlanjut."
"Jangan karena gue deket sama Yurisa, lo jadi ngejauh. Sebelum ada Yurisa kita udah temenan." kata Dipta.
Sebelum atau sesudah ada Yurisa kita tetap teman dan seterusnya begitu. Batin Hana.
Gadis itu mengulurkan tangannya kepada Dipta. Bermaksud mengajak Dipta berjabat tangan.
"Kita temen ya." ujar Hana saat Dipta menerima uluran tangannya.
"Iya."