Semenjak kejadian di perpustakan, aku dan Kak Dira semakin dekat. Tanpa aku sadari kedekatanku dengan kak Dira menjadi topik pergunjingan di kalangan siswi kelas 12. Aku sendiri belum pernah mendengar gunjingannya tapi Rahma selalu memberikan laporan yang akurat padaku. Menurutku selama kak Dira nya baik-baik saja, kenapa harus diambil pusing. Tapi berbeda dengan Rahma, menurut Rahma aku harus berhati-hati dan waspada. Karena siswi kelas 12 itu suka nekat dan suka mengagungkan keseniorannya.
***
Pagi ini aku berangkat ke sekolah diantar Kak Fathir, kakakku yang super nyebelin. Aku dua bersaudara. Banyak yang bilang doi ganteng, tapi kalau aku yang nilai dia skornya cuma 5 dari poin 100. Hehehe ... Sadis ya aku nilainya, ya kalau mau jujur sih Kak Fathir memang ganteng. Cuma kalau lagi jail, gantengnya jadi merosot dimataku.
Pagi ini Kak Fathir ada jadwal kuliah, jadi Bunda minta Kak Fathir untuk mengantarku. Ada rasa kecewa yang tiba-tiba menyelinap dihatiku. Tapi rasa itu menguap ketika aku melihat Kak Dira ada di belakang mobil Kak Fathir. Aku memutarkan badanku 180 derajat, pandanganku terus menuju sosoknya.
“Kenapa kamu dek?” tanya Kak Fathir yang melihat posisi dudukku berubah. Namun aku hanya diam, tak ku gapai pertanyaan kak Fathir.
“Ambeien ya?”
“Apaan sih? Berisik tau!” jawabku singkat dan tetap fokus pada sosok Kak Dira. Melihat tingkahku, Kak Fathir semakin penasaran. Dengan cermat Kak Fathir melihat ke belakang melalui kaca spion.
“Motor ninja hijau itu dek?” tanya Kak Fathir.
“Iya,” jawabku spontan dan tetap fokus pada Kak Dira yang masih berada tepat di belakang mobil Kak Fathir. Sedangkan Kak Fathir spontan tertawa.
“Eh ... apaan sih kak!” gerutuku begitu sadar kalau kakakku menertawakan ku.
“Siapa namanya dek? Sama kakak gantengan siapa?” celoteh Kak Fathir.
“Idih kepedean!” jawabku yang disambut dengan tawa Kak Fathir dan tanpa instruksi tangan kak Fathir mengacak-acak rambutku.
Dalam 30 menit, aku sampai di depan gerbang sekolah. Bergegas aki turun dari mobil Kak Fathir dan pandangan ku bertemu dengan pandangan Kak Dira. Tapi kali ini Kak Dira sikapnya berbeda. Dia hanya memandangku sesaat kemudian berlalu begitu saja. Rasa bingung menyelimuti hatiku.
"Ada apa dengan Kak Dira?" gumamku, namun pertanyaan itu menguap begitu saja.
Aku berusaha untuk tetap fokus, ku langkahkan kaki menuju ruang kelasku. Walaupun pikiran ku masih terpaku pada sikap Kak Dira yang berubah. Sangat berubah, mungkinkah ada kesalahan yang aku perbuat? Aku masih bertanya-tanya dalam hati. Dan ketika aku berada di ujung koridor, lagi-lagi aku berjumpa dengan Kak Dira. Kami beradu pandangan tapi kak Dira hanya diam dan berlalu. Rasa bingung dan bersalah semakin kuat membelengguku. Namun aku tetap berusaha fokus. Aku segera melanjutkan langkahku menuju kelas, Rahma yang melihat kedatangan ku cepat-cepat menghampiri ku.
“Tam, lama banget sih datengnya?” celoteh Rahma yang dengan cepat menarik tangan ku menuju meja kami. Aku yang masih bingung dengan sikap Kak Dira, sekarang dibuat bingung dengan sikap Rahma. Ada apa sebenarnya?
“Tadi gue di anter sama Kak Fathir," jawab ku dengan nada masih tak bersemangat.
“Kak Fathir! Yang bener lu? Sekarang mana Kak Fathirnya?” Rahma bertanya dengan sangat antusias, sahabat ku ini memang terpesona sama Kak Fathir. Terkadang kalau Rahma lagi main ke rumah yang ditanya selalu Kak Fathir. Sayang nya Rahma bertepuk sebelah tangan, Kak Fathir enggak pernah menanggapi perhatiannya. Tapi aku salut sama Rahma yang selalu berusaha. Kata Rahma biar enggak bertepuk sebelah tangan harus berusaha dijadikan tepuk tangan dong! Hahaha ... Bravo Rahma.