Senyum Dirga tidak pernah pudar. Dia terus mengingatkan teman-temannya tentang klaim kepemilikannya atas Alana. Setelah pagi ini dia datang bersama Alana, dan pria itu mengantarkan Alana hingga masuk kedalam kelasnya, jika bukan karena Safira yang mengusirnya, mungkin pria itu sekarang masih berada didalam kelas Alana dan ikut belajar dikelas gadis itu.
Senyum mengembangnya yang tak kunjung pudar membuat Devan hanya bisa menggelengkan kepalanya, pria itu benar-benar menggelikan bagi Devan dan dua temannya yang lain. Meski sampai sekarang pria itu masih dikatai si Mesum karena ketauan mencium Alana dibioskop. Iya, Devan, Safira, Aldo dan Kevin tidak sepenuhnya fokus pada film mereka. Alasannya karena mereka penasaran kenapa Dirga membeli tiket berbeda.
Jadilah semalam mereka menyaksikan adegan Dirga yang memegang tangan Alana, adegan Dirga yang mencium pipi gadis itu, bahkan saat adegan bisik-bisik Dirga pun tidak terlewatkan sama sekali. Jadilah pria itu dipanggil si Mesum sejak semalam.
“Awas!” Devan yang masih membereskan bukunya menatap sahabatnya bingung.
“Mau kemana lo? Baru aja bel, bu Indri juga masih dikelas itu” kata Devan, bukannya memberi jalan agar Dirga bisa keluar dari kursinya pria itu malah sengaja memperlambat aktifitasnya merapihkan buku-bukunya.
“Mau ketemu pacar gue!” jawabnya membuat teman-temannya menatap pria itu tidak percaya
“Idih jadian dapet maksa tuh pasti” timpal Aldo
“Bodo” katanya dengan senyum lebar.
“Anjir! Lo jijik gini kalo lagi jatuh cinta beneran deh” kata Kevin membuat teman-temannya tertawa.
“Sirik aja lo semua ah” katanya kemudian berlalu keluar kelasnya, bersiap menuju lantai dua menuju kelas Alana.
Masih dengan perasaan bahagia dan senyum lebarnya pria itu berjalan melewati koridor. Banyak siswi perempuan yang semakin terpikat ketika melihat senyum pria itu yang sangat mempesona. Tapi teman-temannya yang kini berjalan dibelakangnya tak berhenti mengumpat melihat sikap sok manis pria itu.
“Sumpah! Pengen muntah gue, Ga!” teriakan Kevin hanya dibalas dengan lambaian tangan diudara yang dilakukan pria itu dan masih tetap berjalan lurus. Namun tak lama langkah kaki pria itu terhenti, wajah yang semula tersenyum kini mulai menghilang digantikan dengan ekspresi kaku pria itu. Rahang yang mengeras dan tangan yang mengepal sempurna.
“Mampus lo, ditikung orang kan” kata Aldo saat melihat Alana tengah berjalan bersama Safira, dan jangan lupakan sosok Fadlan pria yang diketahui satu kelas dengan Alana.
“Diem lo! minta dihajar tuh orang!” katanya kemudian pria itu berjalan dengan perasaan campur aduk. Gadisnya kini terlihat tersenyum saat berjalan bersama pria disampingnya, memang tidak hanya berdua karena disana juga ada Safira, tapi tetap saja hatinya terlanjur panas, belum lagi melihat tatapan pria itu pada Alana.
“Coba, apa yang bakal dia lakuin sekarang” kata Devan sambil tertawa diikuti teman-temannya. Rasanya menyenangkan melihat cemburu yang begitu besar yang dirasakan Dirga, pasalnya ini adalah kali pertama teman-temannya melihat hal itu.
“Hey” panggilnya membuat gadis itu tersenyum saat melihat pria itu berjalan kearahnya.
“Mau ke kantin kan?” tanyanya dan gadis itu hanya mengangguk
“Yaudah yuk” katanya menarik tangan Alana menjauh dari dua orang yang kini menatapnya bingung. Meski begitu Alana tidak mengatakan apapun dan tetap mengikuti langkah Dirga.
“Sinting!” umpat Safira sembari menggelengkan kepalanya.
“Temen kalian tuh! Gila!” kata gadis itu pada Devan dan teman-temannya
“Iya emang, gila gara-gara temen lo” sahut Kevin santai.
“Mereka pacaran?” Fadlan yang masih berdiri disana bertanya karena masih merasa kebingungan. Safira dan para sahabat Dirga kini menatapnya
“Iyain aja, terus jauhin Alana. Kalo mau selamet” Devan menepuk pundak pria itu kemudian berlalu. Safira melihat gurat wajah kecewa dari teman sekelasnya itu kemudian tersenyum kecil, sebelum mengikuti langkah Devan dan teman-temannya dia menepuk lengan temannya sembari berkata.
“Sabar yaa!”
*****
Seorang anak laki-laki berlari dengan tergesa-gesa melewati koridor bahkan menabrak beberapa orang yang berada di Koridor. Tujuannya saat ini hanya satu, kelas XI IPA-2. Pria itu harus berbelok sekali lagi untuk sampai disana. Dengan nafas tersenggal, dia menyapu kelas tersebut dengan matanya.
“Fir, Dirga berantem lagi!” Lagi, iya lagi Safira hanya bisa menghela nafas berat saat salah seorang teman sekelas Dirga rela berlari kekelasnya dilantai dua hanya untuk mengabari itu.
“Kenapa lagi sih yaampun sepupu gue” katanya kemudian beranjak dari kursinya yang langsung diikuti Alana.
Alana terdiam ditempatnya saat melihat bagaimana pria dihadapannya kini dengan buas menghajar lawannya yang bahkan sudah tak bisa melakukan apapun. Wajahnya sudah sepenuhnya dipenuhi darah, dan tidak berbentuk. Gadis itu mencoba menenangkan hatinya sendiri karena melihat kejadian yang menegangkan didepan matanya. Dia melirik sekitarnya, banyak orang bahkan juga teman-teman Dirga ada disana yang hanya bisa mendesah frustasi karena pria itu tidak bisa dihentikan meski sudah dicoba berkali-kali.
“Dirga!” teriakan Safira sedari tadi bahkan tidak dia hiraukan sekalipun
“Dirga..” hingga akhirnya, suara gadis itu berhasil membuat kepalan tangan Dirga yang melayang diudara terhenti, Alana sedikit terkejut juga Safira dan para sahabatnya, tidak pernah tau jika panggilan lembut itu bisa menghentikan aksi si Singa buas. Pria itu berdiri dan melihat kearah belakangnya, menemukan Alana yang kini tengah menatapnya. Wajahnya tenang seperti biasa tapi sorot matanya bisa Dirga yakini gadis itu ketakutan.
Dia menghembuskan nafasnya berat kemudian berjalan meninggalkan tempat itu begitu saja. Dia terlalu malu untuk menghadapi Alana sekarang. Dia malu karena tidak bisa menahan emosinya.
“Ish! Dirga!” Safira baru saja hendak mengejarnya, namun tangan Devan dengan cepat menahannya.
“Biarin aja, tar malah lo yang kena marah” ucapannya membuat gadis itu sekali lagi membuang nafas berat.
“Gue, sama Kevin ngurus dia dulu” kata Aldo yang membuat, Devan dan Safira mengangguk
“Kenapa lagi sih?” pertanyaan Safira membuat Devan terdiam sejenak
“Ayo gue ceritain”
*****
Dirga dan teman-temannya berjalan dikoridor menuju halaman belakang, tujuannya sudah pasti iuntuk bolos hari ini. Dirga tetaplah Dirga, meski Alana sudah mewanti-wantinya untuk tidak bolos hari ini karena sebentar lagi akan UTS tapi pria itu tetap tidak mendengarkannya. Dia tidak menghiraukan seorang Andi yang berjalan dihadapannya dan sibuk dengan telponnya, entah dengan siapa pria itu bicara Dirga tidak peduli hingga akhirnya dia berniat mempercepat langkahnya, namun pria itu mengurungkan niatnya saat mendengar nama gadisnya disebut.
“Iya, anak XI IPA-2. Alana. Dia sekelas kan sama lo?” tanya pria itu, lantas Dirga kembali memperlambat langkahnya dibelakang pria itu
“Iya, gue mau deketin dia, anaknya keliatan baik” seringaian tercetak dibibir Dirga ketika mendengar itu. Apa katanya? Mau deketin? Alana adalah miliknya, tidak ada yang bisa mendekatinya selain dia. Dirga hendak menarik pria itu namun lagi-lagi terhenti saat mendengar kalimat yang keluar dari mulut pria itu selanjutnya
“Hahaha tau aja lo. Iya deh iya bukan karena baik, karena cakep. Terus body nya mulus, minta dijamah banget anjir” tangan Dirga mengepal sempurna, tapi Devan masih bisa menahannya
“Pacarnya Dirga? Ko mau sih? Padahal keliatan lugu banget anaknya, apa jangan-jangan udah dipake sama Dirga makannya mau?” Dirga kehilangan kesabarannya, Andi baru saja hendak berbelok namun pria itu segera menarik kerah bajunya hingga pria itu terjatuh. Dirga langsung menyeretnya ke halaman belakang dan menghajarnya habis-habisan. Dia tidak bisa membiarkan siapapun mengatakan hal buruk tentang gadisnya. Iya, sebut dia gila karena sudah mengklaim Alana sebagai miliknya. Tapi Alana memang miliknya.
Alana sedikit kaget mendengar penuturan Devan tentang alasan kenapa pria itu bisa mengamuk. Dirga mengamuk karena pria yang dihajar bernama Andi itu membicarakan tentang Alana. Gadis itu bahkan tidak tau harus memberikan ekspresi seperti apa setelah mendengar cerita ketiga pria dihadapannya.
“Kenapa sih diatuh? Selalu aja pake otot bukan otak?” tanya Safira membuat lamunan Alana buyar.
“Iya dia emang gitukan, apalagi ini tentang Alana” jawab Devan sembari melirik gadis itu yang masih tidak berekspresi.
“Terus sekarang dia dimana?” Lagi, Safira bertanya tentang hal yang juga ingin Alana tau.
“Gue udah telponin gadiangkat, kalo engga di basecamp mungkin di,” Devan melirik Alana sebentar
“club” lanjutnya membuat gadis itu mengerti, Dirga mungkin merasa pergi ketempat itu akan membuatnya lebih tenang. Alana ingin bertanya banyak, tapi mulutnya terlalu kelu membuat dia hanya terdiam sekarang.
*****
Alunan musik EDM yang keras bersatu dengan lampu yang berkedip berkali-kali. Suara teriakan dan tawa orang-orang yang sekali lagi, terdengar menjijikan ditelinga Dirga nyatanya membuat pria itu lagi, dan lagi malah harus kembali ketempat ini. Dia tahu ini tempat menjijikan, namun satu-satunya alasan lain karena dia harus menghilangkan semua kegilaan yang kini bersarang diotaknya. Alana, satu nama yang sejak siang memenuhi otaknya membuat dia benar-benar tidak tau harus bagaimana.
Tiba-tiba rasa takutnya menyeruak, bagaimana jika gadis itu menjauhinya karena kejadian siang tadi? Dia mendesah frustasi, sekali lagi dia mengacak rambutnya kemudian menghisap rokoknya.
Dirga menghajar Andi siang ini dan sekarang dia benar-benar ketakutan jika gadis itu akan merubah sikapnya. Dia baru saja mendapat kepercayaan Alana tapi pria itu malah langsung meghianati kepercayaan gadis itu.
“Tuh Bella dateng!” kata Kevin berseru, namun Dirga sama sekali tidak tertarik untuk melihat gadis lain. Kepalanya terlalu penuh dengan Alana, entah bagaimana tapi wanita bernama Bella kini sudah berada dipangkuannya, menarik dagu Dirga dan berniat menciumnya. Pria itu menghembuskan asap rokok yang sedari tadi dia hisap, namun wanita itu nampak tidak peduli dan malah mulai menciumi pelipis kiri Dirga.
“Minggir!” satu kata yang membuat wanita itu turun dari pangkuannya, suara baritonnya yang terdengar dingin membuat siapapun tau pria itu tidak dalam keadaan mood yang baik.
“Alana, nanyain lo tuh. Dia khawatir lo kenapa-napa” suara Fira membuat pria itu kini mengangkat kepalanya, menemukan sepupunya yang baru saja datang bersama Devan.
“Jarang-jarang itu anak nanyain orang lain, lo harusnya bersyukur” kata Fira lagi saat Dirga tidak menjawab ucapannya. Tak ada yang berbicara setelahnya, hanya musik yang semakin terasa terdengar berisik karena tidak ada yang bicara diantara kelimanya.
“Dia gaapa-apa?” tanya Dirga kemudian, membuat teman-temannya menatap pria itu.
“Dia cuman kaget aja, gapernah liat adu jotos live soalnya” kata Fira enteng dan Dirga hanya mengangguk. Pria itu kemudian berdiri dan berjalan meninggalkan para sahabatnya yang hanya bisa mendesah pasrah, mau bagaimana lagi? Setelah kejadian siang ini dia semakin takut jika Alana akan berubah dan tidak ingin berada didekatnya. Teman-temannya hanya bisa mendesah frustasi melihat pria itu yang nampak menyedihkan.
“Dirga patah hati”
“Bahkan sebelum mereka jadian”
“Gugur sebelum berkembang?”
*****
“Dirga?” suara itu, suara yang selalu terdengar ditelinganya hingga berputar diotaknya. Apa dia mulai gila? Apa dia mulai berhalusinasi karena terlalu memikirkan Alana?
“Ko bisa disini?” suaranya kembali terdengar disertai senyum manisnya. Dirga buru-buru mematikan rokok yang baru saja dia nyalakan dan langsung menginjaknya diaspal saat sosok gadis mungil itu berjalan menghampirinya.
“Iya, tadi gue beli minum sama rokok” jawabnya, ini terlalu tiba-tiba. Pria itu mampir ke minimarket sepulang dari club untuk membeli air mineral dan rokok, tapi siapa yang menyangka dia malah bisa bertemu gadisnya disana?
“Lo sendiri kok disini?” pertanyaan yang membuat gadis itu tersenyum kemudian duduk dikursi dihadapan Dirga.
“Pengen nyemil” katanya menyimpan kantong kresek warna putih diatas meja.
“Jangan-jangan lo sengaja ya ke mini market ini? Gue kan tinggal dikompleks itu” katanya menunjuk gerbang kompleks perumahan yang ada disebrang minimarket. Dirga tertegun, dia juga tidak sadar kenapa bisa sampai di minimarket itu.
“Darimana? Club?” pertanyaan yang sukses membuat pria itu terdiam. Bagaimana jika gadis itu malah pergi setelah ini? Namun dia tak bisa menjawab apapun selain mengangguk dan mengatakan ‘Iya’ dengan pelan, namun lagi, gadis dihadapannya hanya tersenyum.
“Mau nganterin gue pulang ga?” pertanyaan yang sukses membuat Dirga membeliakan matanya, terlampau kaget.
“Tadi ga minta anter sopir soalnya perginya diem-diem” jelasnya, Dirga hanya tersenyum
“Mau ga?” pertanyaan yang lagi keluar membuat Dirga tersenyum lebar.
“Ayo” katanya langsung berdiri dengan semangat
“Semangat bener sih? Karena mau nganterin pulang atau karena gamau gue lama-lama disini?” Dirga tertawa kecil mendengarnya
“Kalo bisa, gue malah pengen milih bisa lama-lama sama lo, Lan” katanya membuat gadis itu tersenyum manis. Ah cukup, Dirga akan semakin gila karena senyuman itu.
“Jangan gemesin dong, gue jadi pengen bawa pulang nih!” katanya membuat gadis itu tertawa
“Ayo, lo juga harus pulang kan besok sekolah” katanya membuat pria itu hanya tersenyum dan mengangguk. Dia menyalakan motornya dan langsung melesat pergi. Sekali lagi, pria itu melihat kearah spionnya melihat gadis itu memejamkan matanya sembari menikmati angin yang menerbangkan sebagian rambutnya. ‘Cantik’ Dirga tidak bisa untuk tidak tersenyum melihat bagaimana wajah gadis itu.
“Besok jemput gue ya?” lagi, mata Dirga membeliak dengan senyum lebar dan pria itu mengatakan ‘Ya’ membuat Alana terkekeh geli melihatnya. Gadis itu turun dari atas motor dan memeriksa kantong kreseknya, kemudian mengeluarkan sesuatu dari sana. Sebuah kapas dan alkohol obat yang langsung dia buka
“Lo luka?” tanya Dirga sembari memperhatikan keadaan gadis itu, Alana meliriknya dan tertawa. Sebenarnya Alana sudah melihat Dirga saat pria itu baru saja keluar dari dalam minimarket, dia merasa gelisah saat melihat luka di wajah pria itu dan membeli obat untuk mengobati lukanya.