Hari yang terik di bulan Agustus, dua minggu yang cukup santai sudah berlalu. Kini Clara sudah larut dalam rutinitasnya mengikuti Les ini dan itu. Les Matematika, hari senin, selasa dan sabtu, Fisika dan Biologi pada hari rabu dan kamis, Kimia di hari jumat, bahasa Inggris di hari sabtu dan minggu. Hidup Clara hanya ada di tiga tempat, Sekolah, tempat les, dan rumah. Dimana di tiga tempat itu Clara masih memegang buku yang sama, dan pelajaran yang sama.
XI-1 IPA merasa terganggu saat ulangan 'mendadak' Biologi, karena mendengar suara dari lantai atas. Kelas X-4 IPS, riuh redam seperti stadium Bola. Entah apa yang terjadi suara itu tiba-tiba menghilang dan kondisi kembali tenang.
"Tinggal lima menit lagi, selesai tidak selesai kumpul!" Kata Pak Boy tegas. "Sudah-sudah, jangan dipikir berat. Percuma! Mujizat tidak akan terjadi! Ayo cepat dikoreksi jawaban kalian!" Serentak anak-anak mengkoreksi lembar jawabannya dan beberapa diantaranya sudah meletakkan pulpen. Bel pun berbunyi saat pak Boy mengumpulkan lembar jawaban. Setelah para siswa membereskan semua perlengkapan sekolahnya mereka berdoa menurut kepercayaan masing-masing lalu bubar pulang.
"Clara... Lihat tuh!" Karina menunujuk ke arah timur.
"Apaan Na?"
"Itu liat dilapangan!"
Clara mengalihkan pandangan ke lapangan basket, "Waduh! Itu sekelas dijemur?"
"Iya yang tadi ribut setengah mati. Pasti itu tuh yang paling ribut. yang pake topi merah paling ngejreng sendiri!" Karina menunjuk anak cantik bertubuh kecil, bertopi kupluk merah yang kini sudah gelisah karena kepanasan.
"Kasihan mereka nggak boleh pulang. Eh itu kok ada yang nangis..."
"Mana?"
"Itu anak cowok kacamata..." kata Clara sambil menunjuk kelapangan ternyata bukan ia saja yang menonton makhluk-makhluk hina itu. Hampir satu sekolah yang menyaksikan itu tertawa.
***
Mobil Corola Altis yang ditumpangi Clara melaju pelan melintasi Gatsu Timur, Pak Wadiman supir keluarga Clara dengan tenang menyetir. Namun beberapa saat kemudian gas mobil kurang lancar, Pak Wadiman sudah mulai menggerutu. Meskipun bisa jalan tetapi pak Wadiman merasa ada yang tidak beres kemudian ia menepi.
Clara tidak begitu peduli akan apa yang sedang terjadi. Ia sedang asik dengan game Balified buatan Dragon Game Studio yang ia download dari Google Appstore tadi malam. Namun lama kelamaan ia gerah juga saat berhasil menyelesaikan satu game, mobil tak kunjung selesai. Clara langsung turun dan menghampiri pak Wadiman yang masih sibuk mengecek mesin mobil.
"Pak! Kenapa mobilnya? Masi lama nggak? Aku mau les nih!" Kata Clara yang mulai agak bosan.
"Sabar mbak, sabar ya... Saya juga nggak tau kenapa ini gasnya nggak lancar, tadi saya sudah telfon mekaniknya sebentar lagi dia datang."
Kemudian saat Clara menerawang ke jalan dilihatnya seorang pria berjaket hijau army belel menghampiri mereka. Ia menaiki motor CBR 1970 putih dan bertuliskan Deus Ex Machina sambil merokok, dugaan Clara benar ternyata pria itu menghampirinya. Dipandangnya Pria itu dengan tatapan heran, ternyata ia masih SMA mungkin seumuran dengan Clara. Dilihat dari celana abu-abu khas seragam SMA yang dikenakan.
"Saya dari bengkel, Gimana pak?" kata Pria itu sambil membawa perkakas turun dari motornya, mematikan rokoknya lalu memasukkan ke kantong, asap tebal masih mengepul dari bibirnya. Ternyata pria itu cukup tinggi dan berbadan tegap.
"Ini mas, pas saya injek gas kok kayak nggak narik gitu ya."
"Oooh... Coba masuk pak hidupin mesinnya." Kata pria itu sambil membuka helmnya yang pertama dilihat Clara adalah rambut keritingnya yang dipotong pendek dan rapi.
Ternyata setelah berbalik, wajah manis pria itu membuat Clara tertegun. Dilipatnya lengan jaket army belel, kemudian ia mengecek mesin mobil dengan teliti. "Tolong di gas pelan ya."
Saat mobil itu hidup Pria itu mendekatkan telinganya pada mesin itu. "Coba gas lagi pak..." kata Pria itu. Pak Wadiman menekan pedal gas seperlunya. "Oh, okay tolong dimatikan sebentar pak." Kata pria itu yang sepertinya ia mengerti sesuatu. Sambil bersiul dengan santai pria itu mengutak-atik mesin mobil, mengambil beberapa kabel lalu mengeratkan komponen dengan kunci inggris. Mesin itu terlihat seperti mainan baginya.
Entah apa yang Clara rasakan saat itu, Wajah manis yang ditatap dari samping, baju sekolah yang tidak rapi serta tangan pria itu yang dengan lincah mengutak-atik mesin. Merasa diperhatikan Pria itu memandang Clara sejenak saat menukar Kunci inggris dengan obeng. Tak sengaja Clara menatap tangan yang sudah dipenuhi noda hitam, entah mengapa dalam bayangannya ingin rasanya ia mengelap tangan yang kotor itu.
"Sekolah di Swastiastu juga?"