Dirty Business

Annisa Fitrianti
Chapter #4

Chapter 4

Avalon Night Club 

Los Angeles, California- USA 

22.00 PM 

Memilih berjalan kesana-kemari di bandingkan untuk terduduk diam di bangku kebesaranku, pandanganku pun lantas menatap lekat kearah jarum jam. Aku benar-benar merasa sedikit cemas sekarang karena beberapa menit yang lalu, Niall memberi kabar bahwa ibuku sempat berkunjung ke Mansion pribadiku. 


Entah apa yang dipikirnya saat ini, yang pasti aku telah memiliki alasan paling tepat mengenai kenapa aku tidak bisa berangkat bersama dengannya ke pesta ulang tahun Hailey. Meraih tas diatas meja dan mengenakan jaket, dengan mantap barulah aku berlalu pergi dan tak lupa untuk menutup pintu ruangan. 


Berdiri tepat di ambang pintu masuk studio yang menjadi tempat produksi pakaian dari butik milikku dan segera menginstupsikan sebelah tangan kearah mereka yang sedang berjaga, dirinya yang sudah mengerti pun lantas datang menghampiri dengan mengemudikan mobil range rover berwarna hitam yang menjadi hadiah ulang tahun di usia ku ke-21. 


Segera menarik handle pintu mobil dan terduduk di kursi belakang, dia pun lantas mengangguk setelah aku lebih dulu menunjukkan arah kemana dia harus mengantarku malam ini. 


Menempuh perjalanan yang cukup lama untuk sampai ketempat ini, mobil yang ku tumpangi pun telah berada tepat didepan pintu utama bangunan yang nampak di jaga oleh 5 orang berbadan tegap. Menatap sekilas kearah luar kaca jendela mobil, aku lihat banyak para paparazzi sudah siap menyambut dan ada beberapa orang juga yang sudah melangkah memasuki bangunan tersebut. 


"Nona Kendall, apa tidak sebaiknya kita masuk melalui pintu belakang saja?" menggelengkan kelapa seraya menyinggung senyum sebagai jawaban dari pertanyaannya, beberapa detik selanjutnya pun kudapati eksperesi keterkejutan diwajahnya. 


"Ini pesta ulang tahun Hailey..."


"Dan aku ingin tetap terlihat hadir di acara ini agar ibuku tidak curiga, Felix" jelasku sebagai jawaban atas raut wajah terkejutnya, yang lantas dia pahami dengan ber-oh ria. 


Tidak memiliki waktu banyak untuk berfikir lebih lama, aku pun memantapkan diri untuk melangkah keluar dari mobil dengan di dampingi oleh Felix. Hingga tiba-tiba, aku mendapati seorang pria bertubuh tegap mengaitkan tangannya ketubuhku secara protektif dan ikut membantu kami untuk menerobos keramaian para paparazzi.


Banyaknya sambutan flash para paparazzi pun berhasil membuat mataku mengerejap beberapa kali, sehingga aku pun lebih memilih menghindari pandangan dari kilatan cahaya tersebut tetapi tetap memaksakan untuk menebar senyum ramah. Tepat memasuki ruangan gelap dan beraroma percintaan ini tanpa perlu mengantre, aku lihat dia tengah berdiri tegap seraya mengumbar senyum kearahku. 


Sehingga aku dengan senang hati segera melangkah kearahnya dan membalas sambutan rentangan tangannya menjadi pelukkan hangat. Tidak lupa, aku mengecup pipi kanan dan kiri seraya melepaskan pelukkan di antara kami kemudian memilih melangkah ketengah ruangan karena takut menarik perhatian lebih kepada para paparazzi.


"Maaf telah membuatmu menunggu lama" ujarku dengan nada meninggi tepat di telinganya, sebab aku khawatir jika dia tidak mendengar apa yang aku ucapkan karena suara musik EDM (Electronic Dance Music) di dalam sini yang lumayan bising. 


"Tidak masalah Ken" ucapnya seraya memeluk tubuhku dari arah belakang, kemudian kurasakan gelenyar lembut membasahi leherku di sertai dengan hembusan nafasnya yang pekat akohol dan membuat kupu-kupu mulai berterbangan dari dalam perutku. 


"Emmhh.. Zayn, cukup..."


"Ada baiknya kau jelaskan lebih dulu kenapa kau kembali ke Los Angeles lebih cepat dari waktu yang telah kau janjikan? Bukankah ini baru satu minggu?" keluhku diambang batas kesadaran yang kini berusaha untuk kembali fokus dan lantas dia indahkan dengan menyudahi kecupannya di leherku, kemudian menghadapkan tubuhku berbalik untuk menghadapnya. 


"Aku merindukanmu Kendall. Memangnya apa lagi alasan yang paling tepat?" memutar bola mata malas atas ucapannya yang dengan terang-terangan menggodaku karena sepertinya dia telah dipengaruhi oleh alkohol, kini kurasakan kedua tangannya yang dingin sigap menangkup pipiku sehingga membuat iris mata kami bertemu dan saling menatap dalam.


"Kita sudah sering mendebatkan hal ini..."


"Aku mohon tidak untuk malam ini Ken" ucapnya mencoba memperingatiku, sehingga aku memilih untuk tidak mendepatnya dan segera aku menepis kedua tangannya di pipiku kemudian berkeinginan melangkah kearah bar.


"Kau mau kemana?" tanyanya yang lebih dahulu berhasil mencekal pergelangan tanganku, sehingga aku harus kembali berhadapan dengannya yang mana saat ini sudah tidak menyisakan jarak diantara aku dan dia. 


"Menikmati pesta ini, tentu saja.." jawabku sarkastik, akan tetapi mataku lantas membulat sempurna ketika dia menarik pergelangan tanganku dan membuat dadaku menabrak dadanya. 


"Aku sangat benci ditentang Ken?!" tuturnya dengan nada tegas serta memperlihatkan rahangnya yang mulai mengeras, sehingga aku pun memilih untuk menarik kembali tanganku dari genggamannya. 


"Dan aku sangat benci diperintah?!" balasku yang tak mau kalah, seraya menatap lekat raut wajahnya yang nampak terbakar emosi ditengah redupnya cahaya dalam ruangan ini.


"Apa sulitnya untuk tidak lagi memberikanku tatapan menyebalkan seperti itu Ken?" mendapati raut wajah penuh kekecewaan dan didominasi oleh aura gelap yang dimilikinya, membuatku sadar bahwa dia sedang dalam pengaruh alkohol dan kemudian berusaha mengatur emosiku karena tidak sanggup lagi jika harus lebih lama menatap sorot matanya. 


"Next time, jangan minum lebih dulu..." 


"Kau harus menungguku Zayn" peringatku mencoba mengusaikan perdebatan tidak berarti ini dan menyingkirkan egoku untuk menggenggam tangannya yang sebelumnya nampak mengepal begitu erat. 


"Aku minta maaf" ucapku, membuatnya melunak dan kemudian tanpa aba-aba bibirnya mengelumat bibirku. 


Dengan segala keberanian yang aku punya dan juga dengan setengah tega, aku mendorongnya agar berhenti mencicipi bibirku ditengah keramaian ini. Sebab, aku tidak ingin menjadi pusat perhatian semua orang dan besok aku mendapati highlight berita bahwa Kendall Jenner tengah bercumbu mesra dengan pengusaha muda sukses asal Italia bernama Zayn Javvad Malik di dalam sebuah club malam


Menarik tangannya untuk kearah lain dan jauh dari arah pintu masuk, membuatnya kemudian menatapku dengan tatapan penuh tanya dan mungkin setengah mati menahan hasratnya. Akan tetapi, dia lantas mengikuti tatapanku yang kini tengah terpaku kearah ibuku yang mulai berjalan memasuki tempat ini bersama beberapa bodyguard disisinya. 




"Ikut aku..." putusnya secara sepihak dan menarikku dengan tangannya yang kini menggenggam erat telapak tanganku.


Mengikutinya untuk terduduk di salah satu bangku VVIP yang masih kosong dan jauh dari keberadaan ibuku disana, membuatku sejenak menyandarkan tubuhku di sofa ini. Di suguhi satu gelas vodka dan lime olehnya, tak lupa aku berucap terima kasih lebih dahulu dan mulai menyesap perlahan minuman dalam genggamanku ini. 


"Apa tidak sebaiknya kau pergi saja Zayn?" tanyaku gusar, tetapi dengan sikap lembutnya dia justru sibuk merapihkan beberapa helaian rambutku dan mengarahkannya ke belakang telinga. Walaupun hal ini tentu saja berhasil membuat hatiku berdesir, sekuat hati aku berusaha untuk tidak ikut hanyut menikmati sikapnya ini dalam kebungkaman.


"Apa ada hal yang lebih baik dari pada menemani wanita yang kusayangi malam ini?" meninggikan sebelah alisku karena agak terkejut atas penuturannya yang sudah mulai melantur, membuat tanganku tergerak mengusap lebut sebelah pipinya. 


"Lihat?! Alkohol telah benar-benar merenggut kewarasanmu rupanya?!" ejekku yang diakhiri dengan menjentikkan ujung hidungnya, dan hal ini berhasil membuatnya tersenyum tipis seraya menatapku intens. 


"Dan satu-satunya orang yang membuatku tetap waras menjalani kehidupan yang menyebalkan ini adalah dirimu Ken" ikut menyinggung senyum karena ucapannya, kini aku mengerti bahwa Tuhan mempertemukan kami bukan tanpa alasan. 


Sebab, nyatanya setelah satu tahun bersama. Aku baru saja mengetahui fakta bahwa bukan hanya aku seorang yang menganggap kalau kehidupan ini begitu menyebalkan, tetapi dia pun demikian. 


"Sayangnya perkataanmu bagaikan angin lalu untukku Zayn" jawabku dengan pasti serta menyadarkannya agar kembali pada kenyataan, sehingga di detik berikutnya dia menatapku penuh keterkejutan dan berdecih kemudian.


"Terserah, yang jelas aku sudah memberitahu bahwa aku akan tetap berada disini" tegasnya, membuatku mengangguk setuju saja dan tetap mengontrol perasaanku setiap kali mendapatkan ucapan-ucapan manis darinya yang saat ini sedang di pengaruhi oleh minuman beralkohol. 


Lihat selengkapnya