Avalon Night Club
Los Angeles, California- USA
01.00 AM
"Hai, Ken?!"
"Kau tidak ingin memperkenalkannya kepadaku?" mengusaikan ucapannya setelah lebih dahulu memberikan ciuman di pipi kanan dan kiri, membuatku menatap Felix lekat dan justru dia balas dengan gelengan kepala yang samar.
"Aku mengawasimu sedari tadi. Jangan menyalahkannya..."
"Salahkanlah dirimu sendiri yang tidak hati-hati" mengedipkan sebelah matanya kearahku seraya menyinggungkan senyum palsunya, membuatku kesulitan menghirup udara disekitar.
Sialan! umpatku dalam hati, mengingat aku terjebak di situasi yang tidak mengenakkan seperti sekarang. Tetapi, aku sedikit bersyukur karena ketika melihat sekilas kearah Zayn yang sepertinya sudah sangat hilang kesadaran di tempat duduk VVIP yang ada diujung sana.
"I'm sorry Mom?! Tapi, sepertinya aku dan Felix harus pulang sekarang juga karena besok aku masih memiliki jadwal rapat di pagi hari" meninggikan alisnya karena aku memberikan alasan demikian, tanpa mau perduli ibuku pun lantas menarik lenganku begitu saja dan menjadi melemparkan tatapan penuh ancaman pada Felix."Kita kembali ke Mansion.." titahnya.
"Tapi-"
"Aku tidak menerima penolakan..." selanya penuh penekanan seraya memberikan tatapan peringatan.
Hal ini yang akhirnya membuatku pasrah mengikuti keinginannya dan tidak ada selera lagi untuk berdebat lebih lama dengannya, sehingga aku pun memilih mengalihkan pandanganku saja dari pada harus mendengar desisan berupa sumpah serapahnya atas kelakuanku.
Mendapati kesunyian di dalam mobil ini, membuatku memilih untuk memejamkan mata selama perjalanan dan tidak menghiraukan keberadaan siapapun disekitarku. Hingga beberapa saat kemudian suara pintu mobil yang kini sudah terbuka, memaksaku untuk membuka mata dan segera turun saat ini juga.
Suka atau pun tidak suka. Pada akhirnya, dengan berat hati aku tetap harus ikut melangkah memasuki Mansion utama ini guna mengekori langkah cekatan milik ibuku dan terlihat adikku kini bersisian dengan Felix yang sudah lebih dahulu berjalan di hadapanku.
Tepat ketika aku berada tepat di ambang pintu masuk dan tergerak untuk menaiki tangga menuju kearah kamarku, suara lantangnya yang memanggil namaku dari arah ruang tengah pun mampu mengejutkanku dan menghentikan langkah kaki ini.
Menghembuskan nafas lelah dan terpaksa kembali berjalan kearahnya yang sudah terduduk menegang di sofa ternyaman yang ada di ruang tengah, membuatku juga ikut terduduk di hadapannya dan merasa begitu terintimidasi oleh tatapannya yang nampak di penuh amarah dan bercampur dengan kekhawatiran.
"Pergilah ke kamarmu Kyl..."
"Aku akan tetap disini" bantahnya.
"Tidak ada pengulangan Kylie!" mendengar hembusan nafasnya yang sengaja di hentak kasar, dia pun lantas bangkit dari keterdudukan. "Semoga saja Tuhan tidak murka karena harus mendengar pertengkaran kalian lagi di Mansion ini" sindirnya seraya berlalu dari ruangan ini, sedangkan aku dan ibuku tetap bungkam.
"Jangan menatapku seperti itu Mom.." keluhku, tanpa mau menatapnya dan memilih menyandarkan diri di sofa dengan menarik bantalnya dalam dekapanku.
"Tatapan apa yang kau maksud?"
"Amarah atau Jijik?" memberikan tatapan tidak percaya dengan apa yang baru saja dia ucapkan, tak lantas dia hiraukan dan justru malah mengendikkan bahu seolah tak mau tau atau memang seperti tidak ada yang salah dalam ucapannya.
"Well.. seharusnya kau merasa beruntung karena saat ini hanya aku saja yang melemparkan tatapan jijik itu kepadamu" tuturnya penuh penekanan dengan nada yang emosional, seraya menampilkan raut wajah kecewanya atas perilakuku. "Dan itu lebih menyakitkan dibandingkan mendapatinya dari orang asing..."
"Oh God?! Kau membuatku terihat seperti seorang ibu tiri" keluhnya, berhasil membuatku berdecih. "Itu perumpamaan yang sangat tepat" ejekku.
"Come on... Kau tentu tidak lupa tentang kejadian beberapa tahun lalu yang menimpa keluarga kitakan Ken?" tidak ingin mendengarnya mengulang cerita tersebut karena mengetahui akan berujung kearah mana pembicaraan ini, aku pun dengan kesal melempar bantal ini kearah samping dan berdiri dari keterdudukkanku.
"We're just have fun, Mom. That's it.." ungkapku sesuai fakta dan penuh penekanan seraya menatap matanya penuh ketidaksukaan.
"If you and him just have fun?! But, no boundary? Seriously??"
"That's a bullshit, Kendall Jenner?!" tuturnya yang kini juga ikut berdiri dari keterdudukan dan membalas tatapanku tak kalah penuh amarah. "Kami tetap memiliki batasan Mom?! You don't need to worry" peringatku.
"Satu tahun adalah waktu yang sangat lama"
"Dan aku tidak melihat hal itu diantara kau dan dia!" tekannya yang membeberkan fakta tentang seberapa lama hubungan aku dan dia, dengan jengah aku lantas bertelak pinggang kemudian menusap wajah secara kasar. "Ya, itu semua karena aku tidak merasa perlu menujukkan batasan kami pada siapapun!"
"Lagi pula, aku bukan anak kecil lagi yang harus selalu kau pantau segala kegiatannya!"
"Jangan lupakan bahwa kau masih terikat nama keluarga Ken"
"Dan itu artinya aku masih berhak mengetahui apapun tentang anak-anakku tanpa perduli mereka suka atau tidak!"
"I need privasi, Mom"
"Tidak selama kau masih berhubungan dengan Zayn, Ken"
"Kami hanya sebatas bersenang-senang, tidak kau paham?"
"Oh God. Kau bahkan bisa mencari kesenang dengan cara lainnya" keluhnya yang berhasil menimbulkan decihan remeh dariku.
"Tapi itulah kesenangan yang aku cari selama ini!"
"Jadi maksudmu, kau ingin menentang peraturan di keluarga ini. Begitu?" tuduhnya begitu menyinggung perasaanku, hingga aku pun terpaksa mengeluh padanya. "Aku tidak bermaksud demikian Mom"
"Kalau begitu ikutilah peraturan keluarga ini dan berhenti menyembunyikan apapun dari kami Ken" tertampar atas sindiran yang baru saja dia ucapkan tentang aku yang menyembunyikan sesuatu darinya, membuatku dadaku berdenyut nyeri dan kesulitan untuk menghirup udara dalam ruangan yang sama dengannya saat ini. "Tidak perduli sekeras apapun usahamu..."
"Para pengusaha sepertinya tetap tidak akan pernah mendapatkan tempat di dalam keluarga ini"
"So, pilihanmu hanya jauhi pria dari kalangan sepertinya. Atau aku akan menceritakan hal ini kepada Brian" ancamnya yang lantas membuat lututku terasa lemas, hingga berakhir kembali terduduk di sofa dengan tatapan kosong.
"Apa kau mengancamku Mom?" merutuki pertanyaan bodoh yang seharusnya tidak perlu aku tanyakan, membuatnya dengan percaya diri berlalu meninggalkanku yang masih terduduk dengan segala ucapannya dan membuatku membayangkan betapa kecewanya ayahku nanti.
Entah sudah sedari kapan dia kembali menyimak pertengkaran yang selalu terjadi antara aku dan ibu-ku, tetapi terlihat jelas ada gurat kesedihan menyelimuti dirinya yang menatapku dalam-dalam dan kemudian dengan hebat dia tutupi dengan melempar senyum seraya berjalan ke arahku.
Menumpuhkan tangannya diatas tanganku seolah menyalurkan kekuatan, membuat tubuhku justru melemah karena dia menyandarkan kepala di bahuku. Tetapi karena tidak ingin merasa di kasihani dan membuatnya merasa khawatir. Tanpa mau menambah banyak kesedihan dan berucap banyak, aku segera menjauhkan tangannya dengan cepat.
"Sudah malam Kyl. Lebih baik kau tidur" mengangguk atas apa yang aku ucapkan, dirinya justru menarik tanganku untuk berdiri dari keterdudukan dan membuatku mengikuti langkahnya menuju meja makan.
"Sebelumnya kau sudah janji untuk mencoba masakkanku, ingat?!" menggeleng dan menutup mulutku rapat-rapat, kali ini dia memaksaku dengan cara menekan pipiku untuk memakan tacos buatannya. "Aku tidak menaruh racun didalamnya Ken" ungkapnya terlihat sungguh-sungguh.
"Ya, tapi aku sudah kenyang Kyl"