Restaurant Nobu Malibu
Los Angeles, California - USA
20.00 PM
Di suguhi banyak hidangan makan malam dengan beberapa pilihan menu dari shrimp tempura roll, bigeye tuna roll dan berbagai jenis sushi lainnya dalam porsi yang berukuran besar. Membuatku yang tidak menyukai ikan salmon, lebih memilih untuk memakan salad dari pada harus merasakan mual karena merasakan aroma amis dimulutku.
Ikut mengatup kedua tangan ketika ayahku memutuskan untuk memimpin doa, pada akhirnya kami semua tidak lagi harus menahan lapar hanya karena menunggu kedatangannya dan mulai menikmati hidangan yang telah di sajikan.
Ya, pasalnya hampir setengah jam sudah kami menunda makan malam demi untuk menunggu kehadirannya yang beralasan bahwa mobilnya mengalami sedikit masalah. Padahal, aku cukup mengetahui bahwa dia juga sama malasnya sepertiku untuk ikut menghadiri acara makan malam rutin dua keluarga di setiap menjelang akhir tahun.
"I got the message from, Niall.." sontak seluruh tatapan yang ada di meja makan ini pun menatap lekat kearahnya, dan hanya aku yang tetap melanjutkan santap makan malamku tanpa mau repot-repot mengetahui kelanjutan kabar dirinya.
"Dia bilang apa?"
"Apa mobilnya sudah benar? Atau bagaimana?" tanya Leo, yang merupakan ayah Niall dengan antusias dan terdengar khawatir namun bukan cemas.
"Biar bodyguard-ku yang menjemputnya kalau masih bermasalah juga" timpa ayahku, seolah menjukkan bahwa dia juga sangat menginginkan kehadiran Niall di tengah-tengah makan malam bersama ini. "Sepertinya itu tidak perlu..."
"Apa maksudmu Kyl?"
"Dia sudah melanjutkan perjalanannya untuk menuju kesini, but.." ucapnya terjeda membuat tatapanku tertuju kearahnya seraya meninggikan sebelah alis, karena sedikit penasaran akan kelanjutan dari kata-kata kylie.
"Tapi kenapa Kylie?" tanya ibuku lagi yang nampak mewakili pertanyaan seluruh pasang mata yang tengah menatapnya di meja makan ini. "Katakan Kyl" timpa ayahku.
"Benar?! Jangan membuat kami penasaran" sambung Leo.
"Dia mengajak seseorang untuk bergabung besama kita disini..." jelasnya yang justru membuat suasana menjadi hening seketika, sehingga aku pun berupaya untuk memulihkan keadaan dengan berdehem mengintrupsi.
"Emm.. Sorry, aku izin ke toilet sebentar" mendapati ibuku memutar bola mata malas seraya terdengar dengusan napas kasar dari arah tempat duduknya di ujung sisi kanan, segera aku pun bangkit dari keterdudukan dan mengeratkan kain bersimpul pita dipinggangku. "Felix" panggilnya.
"Siap Tuan" balasnya seraya bangkit dari keterdudukan, membuatku lantas berhembus nafas kasar dan menatap lekat kearah ayahku yang juga tengah menatapku seolah memberi peringatan agar tidak membantah. "Temani Kendall"
"Tidak perlu..." tolakku dengan raut wajah memohon.
"Biarkan dia, Brian"
"Jangan terlalu berlebihan..." dukung Kate di seberang sana, membuat ayahku dengan cepat lantas memejamkan mata sebentar dan kembali terbuka seraya dihiasi senyum tanda persetujuan. "Baiklah..." putusnya.
"Kau tunggu saja disini" mengangguk patuh atas ucapanku, membuat Felix kembali terduduk. Sedangkan aku dengan cepat meraih clucth bag dari atas meja.
"Jangan lama-lama" pinta ayahku yang tak lemas untuk mengawasi gerak-gerikku.
"Iya Dad" kataku patuh.
Menekan tombol flush yang ada di water closet dan merasa jauh lebih baik dari sebelumnya, aku pun segera beralih ke arah wastafel dan sejenak aku terdiam memandang diri sendiri di depan cermin besar.
Berkutat dengan pemikiran sendiri atas ucapan Kylie mengenai Niall yang akan mengajak seseorang untuk bergabung dalam acara makan malam ini, membuatku mengambil kesimpulan bahwa Hailey lah orang yang akan Niall ajak untuk bergabung makan malam bersama kami disini.
Menyingkirkan sejenak pemikiran mengenai dirinya dan kembali melanjutkan niatku yaitu mencuci tangan seraya mengeringkannya dengan meraih tissue yang telah tersedia, tidak lupa aku pun kembali mengenakan sarung tangan berbahan kulit yang kali ini berwarna coklat tua dengan zipper melintang dari jari tengah hingga ke sisi bagian pergelangan tangan serta mengeratkan kain bersimpul pita yang terlingkar dipinggangku untuk menjadi perkat bathrobe berbahan dasar silk yang saat ini sedang aku gunakan.
Begitu melangkah keluar dari toilet, tatapanku saat ini tertuju kearah meja makan tempat mereka berada dan mendapati orang yang di nanti sedari tadi telah tiba. Entah kenapa, hatiku pun menjadi enggan untuk kembali bergabung dengan meraka disana.
Suara debur ombak pantai Malibu. Ya, mungkin karena itu. Makanya, aku sedikit tergoda ingin menikmati sebentar saja suasana tempat makan outdoor yang mana langsung menghadap ke arah bibir pantai Malibu dari pada kembali lebih cepat untuk bergabung dengan mereka disana.
Sejenak memanfaatkan situasi ini dengan memesan minuman terlebih dahulu di bar yang tersedia, segera aku pun menyesap perlahan cooler glass cocktail yang ada dalam genggaman. Menikmati kuatnya rasa remy martin yang di padu dengan ginger ale khas restaurant nobu, membawaku ingin cepat-cepat menghabiskan minuman ini dengan melihat pemandangan di luar sana tanpa perduli dengan udara bersuhu rendah diluar sana.
Tetapi?!
Prakkk...
"Oh my God" pekikku dengan intonasi meninggi dan tatapan mata membulat sempurna karena terkejut. Sebab, lelaki di hadapanku ini telah membuat segelas cocktail yang sangat ingin aku rasakan menjadi berakhir di lantai bergabung bersama pecahan gelas yang tersisa.
"I'am really, really sorry..." ujarnya dengan raut wajah yang sama terkejutnya sepertiku dengan tangannya yang lantas memasukkan ponsel kedalam sakunya, sedangkan yang satunya menghimpit jaket kulit berwarna hitam dibagian lengan. "Saya benar-benar sedang terburu-buru..."
Hanya mampu menggerutu didalam hati karena sikapnya yang terlalu tenang, padahal kini seluruh tatapan pengunjung di restaurant ini sepenuhnya tertuju kearah kami. Segera aku mencuri pandang kearah belakangnya lebih dulu, barulah aku kembali menatapnya ketika meja di ujung sana tak menghiraukan keadaan ini.
"Hei... kau mendengarku?" tanyanya.
"Well, lain kali perhatikan langkahmu ketika berjalan..."
"Beruntung bukan nenek tua yang kau tabrak" peringatku merasa kesal, yang kemudian dia indahkan dengan menganggukkan kepala. "Ya, aku benar-benar minta maaf"
Menelan siliva-ku dengan susah payah, seolah tengah terganjal oleh batu besar didalam tenggorokanku akibat tatapan matanya yang terlalu dalam itu. Aku pun berupaya menghindar dari tatapannya dengan segera berdehem pelan dan beberapa detik selanjutnya dia merepon dengan mengalihkan pandangan kearah pecahan gelas yang ada dilantai. "It's ok"
"Pergilah kalau kau memang sedang terburu-buru"
"Biar aku yang mengurusnya..." putusku yang tidak ingin berlarut-larut, mengingat bahwa dia telah berulang kali meminta maaf karena sedang terburu-buru sehingga aku pun memilih untuk berbalik guna menyelesaikan kekacauan ini sebelum nantinya Felix atau pengawal ayahku mengampiriku disini atau justru malah pria dihadapanku memanfaatkan kejadian ini untuk dijadikan bahan berita esok hari.
'Kendall Jenner terlibat pertengakaran dengan salah seorang pria di salah satu restaurant'
Oh tidak.. tidak...
"Huahhh...." pekikku teramat keras ketika tiba-tiba heels yang aku kenakan dengan sialnya tidak sengaja menginjak sisa minuman yang masih bercecer di lantai.
Namun aku begitu beruntung, karena dirinya masih belum beranjak pergi dan dengan cekatan dia menarik sebelah tanganku kesisi berbeda untuk menyelamatkan bokongku agar tidak mencium lantai yang masih berserakkan pecahan gelas.
Walaupun pada akhirnya dia juga hilang keseimbangan ketika aku berpegangan padanya dan nafasku harus sedikit tertahan karena posisi kami yang terbilang sangat intim ini, dimana kami berakhir di lantai dengan aku berada di atasnya dan dia berada di bawahku. Terlebih lagi, wajahnya dengan wajahku yang hanya berjarak beberapa centi saja mengakibatkan deruh nafas kami saling bertukar satu sama lain.
Hal ini pun aku manfaatkan untuk meneliti sedikit bagaimana raut wajahnya jika dipandang dari jarak dekat. Bermula dari dua iris mata berwarna hijau miliknya yang tentunya tidak di miliki oleh banyak orang, membuatku bisa dengaan cepat membaca ada tatapan khawatir bercampur bersalah disana. Selanjutnya, beralih ke bulu-bulu di sekitaran atas bibir dan dagunya yang berwarna pirang itu seolah menunjukkan sisi lelakinya yang kental dan ya itu benar karena aku bisa merasakannya saat ini.
Tetapi, tatapanku berakhir pada tattoo dilengan kirinya yang begitu mengusikku dan aku merasa sangat tidak asing dengan salah satu ukiran tattoo dilengannya itu. Bertukar pandang guna menelisik lebih dalam, membuat tanganku yang ingin menyentuh ukiran tattoo berlambang pink floyd di lengan kirinya pun urung karena terkejut merasakan sesuatu bergetar di bawah sana. "Sepertinya, lain kali kau juga harus memperhatikan langkahmu..."
"Hmm.. sorry.." ucapku seraya bergegas menyingkir dari atas tubuhnya dan menahan tangan disandaran kursi kosong yang ada disisi kanan guna kembali memposisikan tubuhku untuk berdiri tanpa bantuan darinya yang masih berada dilantai.
"Kau baik-baik saja?"
"Ya..."
"Biar aku bantu?!" merasakan tanganku di genggam erat oleh tangannya yang menerima tawaranku, membuat posisi kami pada akhirnya kembali berdekatan saat ini. Namun, hal ini tak berlangsung lama karena aku lantas mengambil langkah mundur agar dia tidak merasa risih ataupun canggung.
"Terimakasih" ucap kami serempak dan hal ini membuat kami melempar senyum satu sama lain.
"Harry..."
"Maksudku, itu namaku. Dan kau?" meninggikan sebelah alisku karena cukup terkejut dirinya berucap demikian, membuatnya kemudian mengurungkan uluran tangannya dari hadapanku.
"Ah, lupakan.." katanya.
Menyinggung senyum karena dia seolah tidak pernah melihat wajahku di berbagai media cetak maupun online, ingin sekali rasanya aku tertawa dengan sangat keras saat tiba-tiba dia mulai salah tingkah dengan bergerak mengusap tengkuk lehernya yang aku yakin bahwa hal itu dia lakukan karena merasa canggung.
"Aku Kendall" balasku masih dengan senyuman yang terpatri karena sikapnya itu seraya mengulurkan tangan kearahnya tanpa ragu, kemudian lantas dia balas dengan menerima uluran tanganku hingga aku dapat merasakan cincin-cincin yang terlingkar dijarinya bergesekan dengan kulitku.
"Sekali lagi, terimakasih sudah menyelamatkanku Harry"
"Tidak perlu mengucapkan terimakasih kepada sumber masalah yang sebenarnya, Ken..."
"Kau hanya tidak sengaja Har" tukasku yang dia balas dengan anggukkan kepala setuju. "Ceroboh lebih tepatnya"
"Maaf, Tuan.. Nona? Ada yang bisa saya bantu?" sama-sama mengalihkan tatapan tepat kearah sumber suara yang nampak terlihat sedang memegang nampan di dada, membuat kami pada akhirnya saling melepas jabatan tangan yang tengah terjalin dan saling melempar tatapan canggung.
Segera mengambil langkah menjadi berada di sisinya yang memang membelakangi arah meja makan yang sedang di tempati oleh keluargaku karena tiba-tiba saja Harry sedikit bergeser dan bisa membuat posisiku terancam dapat di lihat oleh mereka dari arah sana.
Tidak ingin membuang-buang waktu, aku pun segera membuka clutch bag dalam genggamanku dan meraih AMEX milikku. Tetapi ketika aku ingin menyerahkan kartu ini kearah waiters, Harry lebih dulu menahan tanganku dan dirinya justru memberikan beberapa lembar uang pecahan dolar kepada waiters ini.
"Untuk mengganti semua ini..."
"Sisanya simpanlah untukmu" ucapnya seraya menepuk pundak sang waiters setelah lebih dahulu melepaskan tangannya dari tanganku. "Baiklah, Tuan. Terimakasih.." jawabnya yang lebih terguir akan tip dari Harry.
"Well, masih ada waktu beberapa menit..."
"Mau aku pesankan lagi untukmu?"
"Tidak perlu, Har"
"Lagi pula kita sudah impas"
"Jadi sekarang kau bisa pergi kalau kau mau?!" tawarku sungguh-sungguh karena beberapa kali aku dapati jari tangannya sibuk menekan layar ponsel dalam genggaman.
"Dan kau?" ucapnya seraya melirik jam tangan yang terlingkar di lengannya. "Sendirian atau..."
"Aku menunggu temanku" selaku yang berdusta.
"Ok, kalau begitu sampai bertemu lagi Ken"
"Sebentar.." pintaku seraya menarik telapak tangannya ketika dia sudah berbalik badan dan hal itu berhasil menahannya.
"Kenapa?" tanyanya, membuatku yang termangu selama beberapa detik segera melepaskan kembali telapak tangannya kemudian aku sibuk mencari keberadaannya di dalam clutch bag seraya menepis ketakutan dalam diriku sendiri. "Sudahlah Ken..."
"Kau tidak perlu mencari cash kalau hal itu yang membuatku harus menunggu lebih lama" katanya yang kebingungan kenapa aku menahan kepergiannya, hal ini pun membuatku sesekali bernafas lelah dan memberikan tatapan peringatan bahwa dia harus sabar sebentar karena aku tengah mencari sesuatu untuknya.
"Ambil ini..." ucapku yang mengulurkan beberapa lembar tissue kepadanya dan justru dia indahkan dengan memasang raut wajah bingung seraya menamati dirinya sendiri dari atas hingga bawah dengan menyilangkan kedua tangan di dada. "Untuk apa?"
Membuatku pada akhirnya memutar bola mata malas dan sedikit berdecak sebal akan ketidak pekaan terhadap rasa sakitnya sendiri, sehingga dengan terpaksa aku memberanikan diri untuk melepaskan kedua tangannya yang tengah melipat di dada dan noda berwarna merah itu menimbulkan bekas di baju polosnya yang berwarna putih.
"Lihat, lukanya lumayan lebar..."
"Apakah kau sama sekali tidak merasakan sakit sedikitpun?" tanyaku yang mendapati keterkejutan di wajahnya, ketika aku memutar sedikit tangannya. "Tidak"
"Hm.. maksudku hanya sedikit perih..." katanya begitu terbata-bata seraya membalas tatapanku.