Bel-Air Hills
Los Angeles, California - USA
11.00 AM
Memilih memejamkan mata sejenak dan mengenyahkan segala pemikiran akan kilas masa lalu, seketika aku pn melemparkan tatapan permusuhan pada ibuku. Tidak ingin terus menerus menerima ancaman darinya dan memilih sepakat akan permintaannya dengan balasan dia menjaga rahasiaku agar tetap aman, aku pun akhirnya menjawab pertanyaan yang ayahku ajukkan dengan mantap hati.
"We are just having fun, Dad"
"I swear to God. Not anything else..."
"Kami bahkan tidak mengenal banyak, selain mengetahui bahwa dia adalah seorang CEO (Chief executive officer) dari perusahaan Ferro Malik Warrior S.p.A" jelasku dengan nada rendah dan enggan menjelaskan lebih banyak. "Astaga Ken..."
"Bukankah kita telah sepakat sebelumnya?!"
"Bahwa, tidak ada diantara kau dan Kylie yang boleh menjalin hubungan dalam bentuk apapun dengan orang-orang dari kalangan seperti mereka atau bahkan dengan seorang pejabat Negara sekalipun?"
"Lalu.. sekarang kenapa kau malah melanggar satu aturan penting itu Ken? Terlebih lagi, kenapa juga harus berkaitan dengan keluarga Malik?!" protesnya dengan nada lelah seraya memijat-mijat dahi dengan perlahan, membuat hatiku sedikit penasaran dengan ucapannya yang mempertanyakan keluarga Malik.
Memangnya ada apa dengan keluarga Malik? Sampai-sampai dia begitu sangat kecewa ketika aku menyertakan nama keluarga itu. Sebagai sesama pengusaha, bukankah harusnya dia berpikir dua kali untuk merubah status mereka menjadi rival kalau semua itu diakibatkan hanya karena kedekatanku dengan Zayn. "Brian..."
"Sudahlah, kita undang saja dia di acara makan malam keluarga nanti" tutur ibuku yang terdengar memaksa menginginkan kehadiran Zayn di acara makan malam sebelum menjelang acara malam natal nanti. "Baiklah, aku setuju..."
"Walaupun aku sendiri tidak yakin bajingan sepertinya mau mendengar ultimatum dariku untuk jangan lagi berhubungan denganmu Kendall!" melihatnya yang berekspresi serius seraya berucap demikian, tidak ada hal lain yang bisa aku lakukan selain menundukkan pandangan.
"Temui aku di rooftops sebelum makan malam nanti" bisiknya saat aku memilih untuk menenggelamkan wajahku di antara kedua telapak tangan yang menyatu, tepat ketika ayahku telah lebih dahulu berlalu pergi meninggalkan ruangan ini yang kemudian diekori olehnya.
Yaampun!! Apa lagi yang dia rencanakan.
Oh God..
Beberapa jam telah berlalu dan jam yang melingkar di tanganku telah menunjukkan pukul setengah tujuh malam, segera aku pun berjalan menuju rooftops dan berlalu kesana-kemari dengan perasaan gelisah karena ibuku tidak kunjung tiba.
Seketika kegelisahanku pun lantas sirna dan langkahku lantas terhenti ketika melihat dia yang kini telah berdiri angkuh dihadapanku, terlebih dia semakin memancarkan sisi bajingannya karena menggunakan tuxedo berwarna hitam yang nampak formal.
Sial! Untuk apa dia disini?
Apakah ini adalah bagian dari rencananya juga?
Hanya mampu menelan siliva dengan susah payah dan berniat untuk pergi dari tempat ini karena tidak ingin bodyguard ayahku melihat kami hanya berdua disini, membuatnya dengan cepat melangkah guna menahan kepergianku. "Ken" panggilnya.
Merasakan adanya tekanan di sekitaran sebelah lenganku, tanpa gentar akhirnya aku pun memilih untuk mengambil langkah mundur seraya melemparkan tatapan menantang bahkan siap menentang segala hal yang ingin dia jelaskan. Hingga tatapan matanya yang tajam itu, perlahan kian menembusku.
Sama-sama bungkam dan seperti bisa berbicara hanya dengan melalui tatapan mata, membuatku kemudian memilih untuk menarik paksa lenganku yang masih dicengkram kuat-kuat tanpa memutus tatapan kami lebih dahulu. Sehingga, ketika tangannya berangsur terlepas dari lenganku dan tanpa aba-aba dia lantas mengecup bibirku singkat tanpa adanya lumatan.
Cukup! keluhku di dalam hati atas sikap bodohannya, terlebih dia justru malah kembali mengecup keningku dan memilih berlalu untuk terduduk di kursi kayu yang ada di belakangku tanpa berkata apapun.
Dasar bajingan!
"Kau benar-benar mencari masalah Zayn" peringatku karena sikapnya yang tiba-tiba itu, namun bibir tipisnya justru malah menyinggung senyum. "Sesuai dengan janjiku..."
"Aku akan membereskan semuanya"
"Dan sama sekali bukan untuk mencari masalah" memutar bola mata malas karena mendengar penjelasannya yang terkesan santai, membuatku kemudian ikut terduduk di kursi yang berhadapan dengannya. "Terserah padamu!"
"Yang pasti aku sudah pernah menjelaskan bahwa kalau sampai hal ini terjadi, aku tidak akan bisa berbuat banyak..." jelasku yang dia tanggapi hanya dengan menggangguk seolah penjelasanku bukanlah masalah baginya. "Bagus!"
"Kalau begitu bersiaplah untuk mencari wanita lain..." sindirku dan lebih tertarik memandang kearah lain. "Karena ibuku sudah mengetahui segalanya" lanjutku.
"Apakah kau bisa mencarikannya untukku?" mengerutkan dahi karena tidak percaya bahwa dia lebih tertarik membahas hal ini dari pada bertanya bagaimana ibuku bisa mengetahui tentang rahasia kami, membuat kedua tangannya justru mengusap kerutan di keningku dan beralih menggenggam erat tanganku. "Bagaimana?"
"Bisa atau tidak?"
"Dengan senang hati" ucapku menyanggupi, seraya menarik tanganku dari genggamannya. "Well, aku rasa ini cukup..."
"Kalau begitu aku permisi dan segeralah kau selesaikan urusanmu disini Zayn" putusku seraya bangkit dari keterdudukkan, namun dia tidak membiarkan hal itu dan membuat kami akhirnya kembali bertatapan dengan dia yang kembali menggenggam tanganku.
"Hanya kau Ken..."
"Dan tidak ada wanita lain yang bisa mengimbangi permainanku" mengecup punggung tanganku seraya berucap demikian, membuatku lantas tergelak dan mulai menertawakan harga diriku sendiri karena berada dalam situsi yang menjijikkan ini. "Cukup Zayn, bukankah sudah aku peringatkan berkali-kali padamu?!"
"Untuk jangan berlebihan dalam memujiku?"
"Atau jutsru nantinya kau sendiri yang akan terjebak dalam hubungan aneh ini" peringatku untuk yang kesekian kalinya, akan tetapi tanpa permisi dia lantas menangkup kedua pipiku dengan tangannya.
"Itu sama sekali bukan pujian Ken"
"Lalu?"
"Apakah aku perlu menjelaskannya kepadamu tentang bagaimana perasaanku saat ini?" tanyanya yang berbisik di telingaku karena posisinya saat ini sedikit maju kerahku, sehingga dengan sengaja aku pun membiarkan tangan kananku bermain di tengkuk lehernya sedangkan tangan kiriku memegang sebelah tangannya yang bertumpuh diatas meja untuk menangkup pipiku.
"Maaf, tapi aku tidak seperti mereka yang akan selalu menuntut penjelasan dari lawannya" jelasku setelah sebelumnya lebih dahulu menarik wajahku menjauh dari sisi wajahnya, sehingga saat ini tatapan kami pun berhasil saling menyelami satu sama lain.
"Ya, kau benar?!"
"Dan karena itulah perasaanku terhadapmu tidak sama seperti perasaanku terhadap yang lainnya" sama sekali tidak terkejut dengan apa yang baru saja dia ucapkan, aku pun hanya mampu menunjukkan senyum terbaik ketika satu tangannya lantas menggenggam tanganku untuk dia berikan kecupan sekali lagi.
"Hentikan Zayn..."
"Jangan paksa aku untuk selalu cemburu dengan perasaanmu terhadap yang lain" peringatku, begitu bertepatan dengan kehadiran ibuku yang kini berjalan kearah kami. "Selamat datang Zayn"
Benarkan dugaanku?! Ibukulah yang mengatur keberadaannya disini.
"Thanks.." jawabnya seraya membalas kecupan pipi kanan dan pipi kiri dari ibuku. "Wow... See, you looks so sexy Ken" pujinya.
Meninggikan sebelah alisku karena tidak tertarik untuk bergabung dan beradu peran dengannya, tidak mengurungkan niatnya untuk menempati kursi di sebelahku. "By the way, maaf membuat anda menjadi harus menunggu lama?!"
"It's ok, no problem.."
"So, what you want to say with me?"
"Ok, to the point saja. Sebenarnya saya hanya ingin bertanya apa sebenarnya hubungan anda dengan putriku, Kendall?"
"Mom?!" ucapku mencoba memperingati.
"Kami-"
"Kami hanya bersenang-senang?!" selaku yang membuat perkataannya terjeda. "Aku menginginkan jawaban darinya Kendall"
"Bisakah kau diam sebentar?" peringatnya.
"Silahkan lanjutkan" melihatnya mengangguk patuh atas ucapan ibuku, membuatku lantas menegang kemudian. "Kami menjalani hubungan dewasa tanpa ada ikatan apapun" katanya.
"Lalu, apa maksudnya dengan berkas-berkas ini?" tanyanya, setelah lebih dahulu melemparkan amplop cokelat berisi berkas-berkas rahasia yang seharusnya tidak di ketahui oleh siapapun selain aku dan Zayn. "Sorry..." sesalku.
Seolah benar-benar telah kehilangan kata-kata, karena dirinya lantas memberikanku tatapan yang sulit diartikan dari iris mata berwarna hazel miliknya. Terlebih tatapannya membuatku semakin merasa bersalah sekaligus malu, karena dia harus terlibat dengan orangtuaku dan berakhir disini saat ini.
Rasanya besar sekali keinginanku untuk mengakhiri perannya dalam kehidupanku, terlebih setiap kali dia memberikan perhatian kecil dan juga tidak sungkan untuk mengubah sikapnya disaat kami sedang terjebak dalam satu situasi yang mengharuskan peran kami berjalan sebagaimana mestinya. "Bagaimana? Bisakah anda menjelaskan semua ini?" tanyanya, membuat Zayn meraih satu lembar bertuliskan 'non-marital cohabitation agreement'.[1]
"Berkas-berkas ini adalah bentuk perjanjian yang di sepakati oleh kami berdua dan di saksikan juga oleh pengacara kami masing-masing. So, selamanya perjanjian ini akan tetap menjadi perjanjian di antara kami berdua. Terkecuali, jika kedua belah pihak sepakat untuk berpisah atau kami yang berakhir dalam pernikahan"
"Jadi, singkatnya secara hukum hubungan kami adalah pasangan yang sepakat untuk hidup bersama tanpa adanya ikatan pernikahan dan juga untuk memiliki property secara bersama"
"Omong kosong!"
"Para pengusaha seperti anda selamanya tidak akan pernah mendapatkan tempat di dalam keluarga kami. Ingat itu?!"
"Saya tau hal itu, bahkan Kendall telah menjelaskan berulang kali kepada saya sebelum kami membuat berkas-berkas ini"
"Tapi kesepakatan tetaplah kesepakatan..."
"Jangan gila?!"
"Kalian tidak bisa selamanya seperti ini. Terutama kau Kendall?! Cepat atau lambat kau harus menikah dan memiliki se-"
"Pernikahan adalah hal terakhir yang aku inginkan dalam hidup ini Mom?!" selaku sebelum dia benar-benar mengakhiri kalimat yang nantinya bisa membuatku semakin merasa bersalah kepada Zayn. "Kau masih menyandang nama keluarga ini Kendall?!"
"Aku tau Mom?!" jawabku begitu putus asa.
"Lantas kenapa kau masih saja keras kepala menentang aturan penting di keluarga ini?"
"Kendall berhak memilih Kris"
"Selama pilihanya tidak bersinggungan dengan peraturan yang berlaku didalam keluarga ini, tentu saja kami tidak akan pernah menentang pilihannya?!"
"Lagi pula, aku ragu kalau kedepannya nanti kalian tidak akan menambah kesepakatan lainnya?!"
"Ya kau benar. Tadinya kami juga berpikir seperti itu?!"
"Zayn?!" ucapku guna memperingati.
"Gila!" rutuknya atas perkataan Zayn seraya berdengus nafas secara kasar. "Sudahlah, jangan terlalu banyak berkhayal!"
"Pilihan kalian hanya batalkan perjanjian gila ini atau Kendall yang akan menerima konsekuensinya dari Brian" ancamnya dan menatapku sungguh-sungguh, sedangkan aku justru bertukar pandang dengan Zayn hingga kembali membuatku mengingat alasan terbesar dibalik terciptanya perjanjian diantara kami.
Flashback on
Mengalihkan pandangan kearah luar kaca jendela mobil, tepat disisi sebelah kananku terlihat sebuah bangunan kokoh yang menjulang tinggi dan berwarna putih tulang di dekat persimpangan jalan. Hingga kemudian, tatapanku pun teralih kembali ke arah layar ponsel dalam genggaman yang menunjukkan adanya pop up pesan masuk dari Hailey.
From : Hailey
'Mr.Josh - Tonight, 20.30 PM. At Bar of The Langham Hotels - Fifth Avenue'
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
"Kita sudah sampai Nona" ucapnya yang kemudian aku iyakan dengan mengangguk penuh kepastian dan dia pun telah mengerti bahwa saat ini juga aku telah siap untuk melangkah turun dari mobil. Maka, dia pun kemudian turun lebih dulu dari mobil ini dan membukakan pintu untukku. "Thank's, Felix"
"Sama-sama Nona. Mari.." ajaknya, membuat langkah kami tiba-tiba terhenti sejenak karena beberapa orang yang mengenaliku mulai sibuk mengarahkan ponselnya kearahku.
Tidak ingin mengundang lebih banyak perhatian dari orang-orang yang ada disekitar karena memang tujuanku saat ini bukanlah untuk konsumsi publik, melainkan untuk kepentingan pribadi. Dengan terpaksa dan begitu berat hati, aku pun mengabaikan permohonan mereka untuk sekedar meminta foto bersama.
Berhasil memasuki bangunan yang megah ini bersama dengan Felix yang berada di sisi kiriku, membuat beberapa dari mereka kemudian mengulas senyum ramah dan menyambutku dengan ucapan selamat datang dan selamat malam.
Tetapi, karena aku mengetahui kemana aku harus melangkah dan tidak memerlukan bantuan dari mereka. Aku lantas hanya membalas senyum dan berlalu menuju elevator, kemudian menekan lantai 2 untuk menuju ke tempat bar fiori yang bersisian dengan restaurant milik Michael White's Altamarea Grup berada.
Ting....
Melangkah keluar dari elevator dan menuju kearah restaurant berada, salah seorang waiters pun dengan ramah menyambut kedatangan kami dan menunjukkan arah dimana meja yang sebelumnya telah Hailey reservasi.
"Felix, kau tunggu aku disini ya?"
"Jangan pergi kemana pun. Mengerti?" perintahku dengan nada penuh penekanan dan tidak ingin dia bantah, pasalnya aku tidak memberitahu untuk apa tujuanku datang ke hotel ini. "Tapi Nona-"
"Hanya sebentar Felix?!"
"Apakah anda yakin Nona?" tanyanya ragu, sehingga dengan cepat aku pun mengangguk penuh kepastian dan mengulurkan jari kelingkingku padanya. "Tenanglah Felix.."
"Aku janji tidak akan berulah untuk malam ini"
"Jadi, bisakah kau berjanji juga bahwa kau akan tutup mulut tentang kemana perginya kita malam ini dan tetap setia untuk duduk menunggu di sini sampai aku kembali lagi nanti?" terdengar menghembuskan nafas kasar setelah aku memberikan penawaran, sedetik kemudian dia pun pasrah mengaitkan jari kelingkingnya ke jari kelingkingku dan menganggukan kepala kemudian. "Baiklah..."
"Tapi saya mohon agar Nona tetap mengaktifkan ponsel Nona, bagaimana?"
"Iya Felix, iya.."
"Kau tenang saja" jawabku yang kemudian segera melangkah keluar dari restaurant ini dan menuju kearah bar Hotel ini berada.
Terduduk di bar stool dan perlahan meletakkan clutch bag di meja bar, membuat dahiku mengerut ketika mataku sejenak memperhatikan beberapa dari mereka yang terlihat sedang memesan minuman dari para bartender tetapi enggan duduk di kursi bar ini.
Padahal sederet kursi bar ini tidak di tempati oleh siapapun kecuali aku dan salah seorang lelaki seusia ayahku. Meraih ponsel dari dalam clucth bag milikku, mataku pun lantas terbelalak dan tanganku kembali meletakkan ponsel kedalam clutch bag karena melihat gambar dirinya keluar dari sebuah club malam elite di kawasan Manhattan bersama seorang wanita berambut pirang.
Sialan!
"One glass champagne for Ms. Kendall Jenner" ucap sang bartender seraya menyerahkannya padaku, membuatku kemudian menyinggungkan senyum terbaik kearahnya ketika menerima minuman ini dan lantas meminum champagne yang dia berikan hingga tandas dalam hitungan detik.
"Lipstick disudut bibirmu.."
"Thanks" ucapku setelah lebih dahulu menerima uluran tissue darinya. "Sepertinya anda sangat haus?"
"Ya, sepertinya malam ini aku juga akan segera melunaskan rasa hausku" balasku akan sindirannya seraya bangkit dari keterdudukan dan meraih clutch bag di atas meja bar.
"Nona Kendall, tunggu sebentar.." panggilnya, membuatku lantas mengurungkan niatku untuk meninggalkan bar ini.
"Sepertinya ini milik anda?" menerima tissue yang langsung dia berikan dalam genggamanku, kesadaranku pun lantas tersentak setelah mendapati tulisan 708 lt. 7 beserta namaku yang tertera dengan jelas di tissue tersebut.
"Have fun..." katanya.
"Thank's, aku permisi kalau begitu" putusku begitu mendapatkan kode dari sang bartender yang kemungkinan besar dia adalah tangan kanan dari pria sombong itu, sebab aku tidak mendapati name tag yang melekat didadanya.
Ting..
Mendapati pintu elevator kembali terbuka, segera aku melangkah masuk dan menekan tombol angka 7 di dinding dalam elevator. Sejenak menatap perlahan pindahnya warna merah, dari satu angka ke angka lainnya yang berada tepat di bagian atas pintu elevator.
Segera, aku pun bersiap-siap ketika warna tersebut berhenti di angka yang kutuju kemudian melangkah keluar dari elevator begitu pintunya kembali terbuka.
Mengikuti papan arah yang menunjukkan dimana kamar nomor 708 berada, dengan penuh percaya diri aku pun lantas berdiri tegak tepat di hadapan pintu kamar yang bertuliskan angka 708 dan kemudian menekan bel pintunya.
Ting.. tong..ting..tong...
Menyinggungkan senyum kepada sosoknya yang membuka pintu kamar bernomor 708 ini, jantungku pun rasanya seperti benar-benar berhenti saat ini juga ketika matanya menatapku dari ujung kepala hingga ujung kaki. Sedangkan aku yang dia tatap dengan bodohnya justru hanya mampu terdiam bagaikan patung, asik mengamati penampilannya yang hanya menggunakan bathrobe ber-merk versace.
Hingga sedetik kemudian, rasanya di sekitaran punggungku teramat panas dan mungkin akan segera terbakar karena tangannya yang terukir banyak tattoo itu dengan sialan mengelus tanpa memberikan aba-aba. "Hey, maaf membuatmu menunggu" kataku.
"It's ok..."
"Masuklah" tersenyum menyanggupi apa yang dia pinta, kembali aku pun hanya mengangguk dan mulai berjalan mendahului dia yang saat ini tengah menutup pintu kamar ini.
Dalam diam aku mencoba meyakinkan diriku sendiri atas keputusan gilaku ini, hingga aku tersadar ketika perlahan dia menuntunku berjalan mendekat kearah sofa berwarnakan putih yang berhadapan langsung dengan double bed king size dengan warna senada. "Kau mau minum apa?" tanyanya.
"Wine atau apapun terserah..."
"Oke, tunggu sebentar" jawabnya seraya berlalu kearah lain dan sibuk menuangkan wine ke dalam gelas. "Josh siapa?"
"Bodyguard-ku.."
"Tidak mungkinkan kalau aku booking hotel hanya untuk beberapa jam atas namaku?!"
"Ya, itu akan terlalu beresiko untuk bajingan sepertimu" sindirku seraya meletakkan clutch bag di sofa berwarna putih ini dan melepas sarung tangan yang saat ini aku kenakan.
Menaruhnya di sisi clutch bag-ku berada, tidak lepas mataku pun mengedarkan pandangan ke setiap sudut kamar hotel yang dia pesan ini. Sungguh, ini adalah kamar yang biasa saja dan sangat tepat kalau harus melakukan hal ini disini.