Dirty Business

Annisa Fitrianti
Chapter #11

Chapter 11

Beverly Hills

Los Angeles, California - USA

21.30 PM

Kembali berada disisi Justin karena mengikuti permintaan Ibuku, tidak membuatku ingin membangun percakapan yang baik dengannya atau pun menaruh rasa perduli dengan kisah yang baru saja dia ceritakan mengenai ketololannya dalam pesta natal di usianya yang ke 17 tahun. "Jujur saja, aku tidak benar-benar sungguhan saat itu" ungkapnya. 


"Lalu?" tanyaku acuh tak acuh ketika dia menceritakan bahwa wanita yang dia bawa dari pesta, memanfatkan kartu kredit AMEX centurion-nya karena terlalu mabuk. "Dalam semalam tagihan kartu kreditku membengkak hingga US$7.500" jelasnya. 


"Gwen pasti sangat murka" tebakku membuatnya menganggukkan kepala setuju. "Kau benar! Aku bahkan hampir kehilangan semua fasilitasku waktu itu"


"Gold digger[1] terlalu sialan memang" umpatnya.


"Hei..." menoleh kearahnya yang menepuk pundakku, membuat Justin merubah posisi duduknya dan mempersilahkan untuk bergabung bersama kami di meja yang sama. "Thank's" ucapnya. 


Membosankan!


"Kyl, aku ke toilet dulu" dustaku padanya. 


Perduli setan dengan mereka dua yang saat ini lebih tertarik membahas ke gemaran mereka terhadap otomotif, dering peringatan dalam diriku pun lantas menggerakkan langkah kakiku untuk segera menjauh dari mereka berdua sebelum sosoknya- Zayn Malik yang selalu hangat dibicarakan sebagai CEO otomotif termuda sukses kembali memenuhi otakku. 


Berdiri di dekat stand minuman, kekesalanku pun pada akhirnya dapat teredam dengan segelas wine yang baru saja aku habiskan. Melambaikan tangan kearah Hailey yang datang bersama Niall dan Gemma, tanpa menunggu lama tubuhku pun hanyut dalam pelukannya. "Merry christmas.." sapaku.


"Thank's, merry christmas Ken" jawab Hailey yang lebih dahulu menarik diri dariku disertai anggukkan dari Gemma dan Niall seolah telah mewakili niat mereka untuk mengucapkan hal yang sama kepadaku. "Terimakasih kalian sudah mau datang"


"Well, aku harap kami tidak terlambat?" 


"Sama sekali tidak Niall"


"Hanya saja kau telah melewati pesta dansanya beberapa menit lalu" jelasku membuat bahunya meluruh dan berhembus nafas seraya menatap Gemma. "Sorry..."


"Seharusnya tadi aku menjemputmu lebih awal" kata Niall membuat Gemma beralih menggengam tangannya seraya tersenyum. 


"Tidak perlu meminta maaf, Niall"


"Next time kita masih bisa melakukannya kan?" jawabnya membuat aku dan Hailey saling berpandangan. Oh god, ada apa dengan mereka?


"Gagal kencan di malam natal..."


"Bisakah kau melihat hal itu Ken?" godanya membuatku mengangguk. "Ya, aku bahkan sampai kehabisan kata-kata" jawabku seraya melihat Gemma yang kini nampak terlihat tersipu malu, berbeda dengan Niall yang tampak biasa saja. 


Dasar bodoh! Dia bahkan tidak menyadari apa efek yang akan ditimbulkan dari perkataannya itu. Oh God, aku pastikan kau akan benar-benar dalam masalah sebentar lagi Horan. Kita tunggu saja!


"Biasakanlah untuk tidak berada didekat bajingan, maka kalian akan mengerti bagaimana pria sesungguhnya bersikap" saran Niall yang membanggakan dirinya sendiri, membuatku merasa mual. "Kau tidak cocok menjadi seorang Pastor, Niall" serunya berhasil memecah tawaku, Hailey dan Gemma. 


"Ok, aku pikir kami berdua perlu membahas masalah pekerjaan sebentar. Bukan begitu Hails?" 


"Sure!" 


"Come on Ken..." ajaknya seraya menarik tanganku yang saat ini sudah dia himpit di sebelah lengannya. "Bye Guys, have fun" lanjutnya.


"Apa kau cemburu Hails?"


"Kenapa kau bertanya begitu?" jawabnya yang justru balik bertanya. "Entahlah, Justin nampak sibuk dengan Kylie dan Niall juga sepertinya mulai menaruh hati pada Gemma"


"Lalu, bagaimana denganmu?" tanyaku penasaran. 


"Kenapa memangnya denganku?"


"Kau sendirian dan selalu berakhir didekatku. Tidakkah kau bosan?" tergelak atas apa yang baru aku pertanyakan, sontak hembusan nafas kasarku pun berhasil meredam tingkahnya ini. "Sungguh, aku tidak memiliki alasan untuk bosan berakhir didekatmu Ken"


"Tapi, sepertinya kali ini kau salah?!" mengerutkan dahi cukup dalam karena tidak paham akan maksud dari perkataannya, membuatku semakin menatapnya dalam. "Apa maksudmu?" tanyaku. 


"Iya, karena sepertinya malam ini kau akan berakhir bersamanya" jawabnya seraya mengedahkan dagunya kearah Zayn yang terlihat sedang berjalan kearah kami. 


Oh, No! Shit. 


Saling bertukar tatapan ketika dia berada tepat di hadapanku, tanapa aba-aba dia lantas menarik tanganku dan aku pun menjadi terpaksa mengikuti langkahnya yang membawaku menuju kearah halaman depan Mansion dimana semua mobil nampak terparkir dengan rapih. "Zayn lepaskan tanganku!"


"Jangan memancing perhatian banyak orang"


"Zayn lepaskan! Tanganku sakit!" keluhku yang sama sekali tidak dia hiraukan dan justru semakin cekatan melangkah kearah mobil Bantley klasik berwarna hitam yang terparkir disana. "Berhenti Zayn!" 


"Cukup sudah!" jeritku merasa tidak tahan lagi. 


Sebab, keluar dari Mansion ini bersama denganku sungguh bukanlah ide yang cemerlang sekaligus menjadi hal yang tidak akan mudah untuk dilakukan. Mansion ini memiliki CCTV di setiap sudutnya yang dipantau selama 1x24 jam setiap harinya. 


Para bodyguard juga tidak pernah lengah berjaga di berbagai area Mansion dan kuat keyakinanku, bahwa dia tidak akan berhasil membawaku keluar dari Mansion ini dan mungkin malam ini justru akan menjadi malam yang paling mengerikan untuk kami. "Don't wasting time, Ken"


"We gotta get out of here tonight" menggelengkan kepala sebagai bentuk penolakan yang mala mini aku lakukan entah untuk keberapa kalinya, membuat tatapan kami pun saling menyelami satu sama lain. "No, Zayn!" 


"I can't..."


"Can we switch up all the rules just for tonight Ken?" tanyanya terdengar memohon. "I wish we can.." kataku. 


"So?"


"If we break it then we will get the consequences" peringatku. 


"Persetan dengan semua aturan dalam keluargamu itu. Faktanya, kau pun juga sangat keras kepala Ken" makinya dengan rahang yang nampak mulai mengeras, karena aku tetap pada keputusanku untuk mengikuti keinginan ayah dan ibuku. "Berkacalah!" 


"Bukan hanya aku yang keras kepala. Tapi, kau pun juga sangat egois Zayn" ungkapku membuat raut wajahnya berubah dingin, seolah siapapun yang menyentuhnya akan membeku. "What do you want?" tanyanya tiba-tiba.


"What do you mean?" ucapku balik bertanya. 


"Jangan menjawab pertanyaanku dengan pertanyaan Ken!"


"Maka, jangan membuat pertanyaan yang membingungkan Zayn!" keluhku tidak mau kalah. "Hanya menyebutkan apa maumu, apa susahnya?!" balasnya.


Sialan!


"Aku tetap tidak mengerti!" 


"Kita buat sebuah kesepakatan..."


"Aku akan memberikan apapun yang kau inginkan asalkan kau mau mengabaikan aturan itu hanya untuk malam ini, bagaimana?" tergelak karena ucapannya, dengan sungguh-sungguh aku pun mengambil satu langkah mundur dari hadapannya. "Kenapa kau melakukan ini?"


"Apapun akan aku lakukan untuk Paris" 


"Melakukan apapun untuk Paris dan mempertaruhkan aku sebagai gantinya, begitukah?" 


"..." memutar bola mata malas dan tertawa ironi karena tidak mendapati jawaban darinya, seketika membuat jari tangannya menahan wajahku untuk menghadap kembali menatapnya. "Tatapan aku Ken!"


"Berapa kali sudah aku peringatkan agar jangan pernah memberikan tatapan seperti itu padaku!"


"I don't care!" tentangku yang kemudian mendapati tatapan tajam darinya dan juga ciuman kasar di bibirku hingga aku kesulitan menghirup udara karenanya. 


Sialan!


"Cukup Zayn!"


"Let's bring me back to where we started" putusku seraya menepis tangannya, namun dia justru menyeringai dan menatapku dalam hingga nyaris membuatku merasa seperti di telanjangi. 


"Never!


"Kita telah memiliki Paris dan sama seperti kau yang tidak ingin melanggar aturan dalam keluargamu, aku pun tidak ingin perjanjian dalam kontrak dilanggar" jelasnya. 


Omong kosong!




"Zayn?!" sama-sama menoleh kearah sumber suara, membuatku kemudian kembali menatap Zayn untuk meminta penjelasan bagaimana bisa Gigi mengenalnya dengan meninggikan sebelah alisku. "Oh, hei Ken?!" lanjutnya. 


Tersenyum samar guna mengindahkan sapaan darinya tanpa mau bersusah payah untuk bersuara, Gigi pun nampak tidak perduli dengan sikap dingin yang aku tunjukkan dan tetap terlihat begitu percaya diri. "Apa yang sedang kalian lakukan disini?" 


"..." tidak ada salah satu dari aku dan Zayn yang menjawab pertanyaannya, siapa sangka jika ternyata Gigi nampak terlihat tidak terkejut sama sekali. "Kau sendiri kenapa disini?" alihnya. 


"Kenapa kau mau tau?" jawab Gigi begitu sarkas, berhasil membuatku meninggikan sebelah alis seraya menatap keduanya secara bergantian dan tanpa sengaja aku melihat jelas perubahan yang nyata di wajah Zayn. "Oh come on! Jangan menunjukkan ekspresi seperti itu!"


"Kau terlihat sangat mengerikan, sungguh!"


"Itu bukan jawaban yang aku inginkan" tegasnya, yang lantas direspon Gigi dengan decihan. "Aku disini karena menunggu dia yang sedang memarkirkan motor kesayangannya"


"Really?"


"Kau datang kesini menggunakan motor?" tanyaku begitu terkejut wanita yang berasal dari kalangan sosialita sepertinya mau menggunakan motor ke sebuah pesta, terlebih lagi ini adalah musim dingin dan akan sangat berisiko jika menggunakan kendaraan roda dua terutama saat malam hari. "Dia hanya mau datang ke pesta ini jika kami menggunakan motor kesayangannya"


"So, dari pada aku berakhir datang sendiri. Lebih baik aku mengikuti saja kemauannya itu"


"Then here i'am now.." ungkapnya dengan begitu bangga. 


"Menurutku itu sama sekali bukan pilihan yang tepat" jawabku mematahkan perasaannya dan membuat Zayn tersenyum seraya mengangguk setuju. "Benar. Aku setuju.."


"Harusnya kau lebih mengutamakan keselamatanmu dari pada mengikuti egonya" sindirnya yang justru terdengar penuh ke khawatir di telingaku. 


"Dia selalu ada untukku..." 


"Jadi, itulah kenapa aku sama sekali tidak khawatir akan keselamatanku" berhasil membuat tatapan Zayn tertuju kepadanya karena jawaban yang di berikan, aku pun semakin sulit untuk mengartikan keduanya saat ini. 


Hingga tiba-tiba saja suara seseorang mengintrupsi. "Gi? kenapa masih disini?" 


"Apa pestanya telah berakhir?" tanyanya yang langsung membuatku terpaku kearah kedua iris mata berwarna hijau miliknya yang beberapa hari lalu aku lihat. "Kendall?"


"Harry.." gumamku samar karena terlalu terfokus akan aromanya yang khas tobacco vanilla-Tom ford


Oh God, apakah ini suatu kebetulan? Dan diakah kekasih Gigi yang saat ini sedang ramai di beritakan?


"Kalian saling mengenal?" tanya Gigi sambil menatap penuh menelisik kearahku yang kemudian beralih menatap Zayn seolah meminta dukungan. "Ken?" 


"Kau mengenal Harry?" timpa Zayn yang menatapku tajam. 


"Aku mengenalnya secara tidak sengaja waktu itu.." jelas Harry yang saat ini menatapku sambil tersenyum, seolah dia berupaya membuatku untuk tetap nyaman akan pertanyaan yang di ajukkan oleh Gigi dan juga tekanan yang aku dapatkan dari Zayn. "Harry benar" timpaku. 


Merasa beruntung berada dalam situasi seperti ini, aku pun lantas berusaha menunjukkan senyumku dan memulai untuk memanfaatkan kehadiran mereka diantara aku dan Zayn. "By the way, sepertinya aku harus kembali kedalam..."


"Aku duluan ya?" putusku.


"Sure!"jawab Gigi yang menyetujui keputusanku, namun langkahku lantas tertahan karenatangannya menahan pergelangan tanganku. Akan tetapi, aku yang tidak ingin lebihlama berada didekatnya pun berusaha untuk tetap melepaskan diri. "LepaskanZayn!" pintaku.


"Pembicaraan kita masih belum selesai Ken" 


"Zayn, sepertinya kau perlu mengajaknya berbicara di tempat lain. Jangan mengundang perhatian banyak orang.." peringatnya, berhasil membuatku terkejut dan tidak menyangka. 

Lihat selengkapnya