Dirty Business

Annisa Fitrianti
Chapter #20

Chapter 20

Newport Harbor 

Linda Isle, California- USA 

21.00 PM

Terduduk di tepi tempat tidur seraya mencium keseluruhan wajah Paris karena gemas, berhasil membuatnya menggeliat tidak nyaman dan berpindah posisi menjadi menghadap kearahku. 


Dalam perasaan yang bimbang akan keputusanku yang ingin menikah, hal-hal kecil seperti inilah yang justruku membuatku merindukan kebersamaan dengannya. 


Mungkin aku akan terlihat tega, jika aku memilih keputusan untuk menikah. Tatapi, bukankah suatu hari pun hal ini akan terjadi dan membuat aku ataupun Zayn mau tidak mau saling menerima perjanjian yang telah kami sepakati sebelumnya. 


"Besok penerbangan jam berapa?" tanyaku kepada bibi Rozelle yang baru saja memasuki kamar dengan membawa dua koper berukuran besar.


"Sekitar pukul tujuh pagi" jawabnya. 


"Maaf Tante, aku dan Zayn tidak bisa menemani kalian"


"It's Okay, aku mengerti posisi kalian" jelasnya.


"Tante, bagaimana menurutmu kalau aku menikah?" tanyaku yang lantas membuatnya berhenti memasukan beberapa baju milik Paris kedalam koper. 


"Serius? Apa keluargamu sudah setuju kalau kau menikah dengan Zayn?" tanyanya. 


"Tante, aku bukan menikah dengan Zayn" keluhku seraya berjalan kearahnya dan membantunya melipat beberapa baju milik Paris. 


"Lalu, kau mau menikah dengan siapa?" tanyanya kemudian. 


"Aku belum bisa memberitahu sekarang" kataku. 


"Jangan pernah menjalani hubungan dengan sembunyi-sembunyi Ken. Cukup Paris saja yang kalian sembunyikan, jangan ada korban lagi " jelasnya membuatku lantas berdengus kesal. 


"Tapi Mom dan Dad juga bercerai dengan sembunyi-sembunyi" ungkapku membuat bibi Rozelle menoleh sepenuhnya kearahku. 


"Kau sudah tau?" tanyanya. 


"Tante bahkan sudah lebih dahulu tau, yakan?" cecarku. 


"Jangan contoh mereka berdua. Aku akan sangat marah kalau sampai kau bertindak seperti mereka Ken" jelasnya membuatku merebahkan kepala di pundak bibi Rozelle-adik dari ibuku. 


"Setelah aku menikah nanti, keberadaan Paris nantinya sudah tidak akan kami sembunyikan lagi" ungkapku.


"Lalu, apa nantinya keberadaan Paris tidak akan menjadi masalah dalam keluarga barumu?" tanyanya seraya tetap melanjutkan melipat pakaian Paris, membuatku lantas menenggakkan kepala dari bahunya. 


"Semoga saja tidak" ungkapku. 


"Respon Zayn bagaimana? Apa dia setuju kalau kau akan menikah" tanyanya membuatku beraut wajah cemberut. 


"Kalau itu sih sudah jelas dia menentangnya Tante, dia kan paling suka kalau aku tidak menikah sama sepertinya" kataku, membuat yang sedang dibicarakan muncul diambang pintu. 


"Perjanjian diantara kita yang harusnya kau pikirkan berkali-kali sebelum kau memutuskan untuk menikah" katanya seraya meletakkan stroller Paris dalam keadaan terlipat.


"Aku percaya kau bisa mengurus Paris dengan baik, makanya aku ingin menikah lebih dulu sebelum kau yang akan menikah" jelasku membuatnya kemudian berdengus seraya menunjukkan raut wajah menyebalkan. 


"Aku tidak akan menikah, kau kan paling tau hal itu" jelasnya. 


"Tapi lain halnya kalau Gigi yang menjadi pendampingmu, yakan?" elakku tak mau kalah. 


"Alasan, bilang saja kau ingin lepas tanggung jawab" tuduhnya membuatku lantas melempar bantal sofa kearahnya.


"Jaga kata-katamu!" ancamku.


"Sudah-sudah jangan bertengkar, nanti Paris terbangun" peringat bibi Rozelle. 


"Salahkan dia kalau begitu" kataku seraya menunjuk ke arah Zayn yang nampak menggenggam bantal sofa dalam dekapannya. 






Mendapat banyak informasi tentangnya dari informanku, membuatku harus bangun di pagi hari guna membantu Dani-kepala pelayanku menyiapkan beberapa makanan untuk sarapan pagi. Kesulitan membantunya memasak, satu-satunya hasil dari kerja kerasku dalam memasak hanyalah roti panggang.


Lebih dahulu menikmati sarapan, kini aku pun segera menyiapkan kotak makan yang aku isi dengan daging babi asap, telur, jamur dan roti panggang. 


Berjalan kearah Mansion-nya dengan membawa bekal sarapan, jam di pergelangan tanganku pun tepat menunjukkan pukul 9 pagi sangat bertepatan dengan waktunya pulang hiking


"Kendall? Ada apa?" tanyanya. 


"Sudah sarapan?" ucapku balik bertanya. 

Lihat selengkapnya