Diskoneksi

Lovaerina
Chapter #1

Bab 1

Tari pikir hidupnya telah berakhir. Sejak beberapa tahun lalu, dia tidak memiliki alasan apa pun untuk bertahan, selain takdir. Kalau saja dosa tidak pernah ada, sudah lama sekali dia ingin meninggalkan dunia. Nyatanya, perempuan berwajah sayu itu tetap bernapas sampai detik ini. Dia tetap menjalani hari-hari yang monoton tanpa hal luar biasa. Berulang dan selalu sama.

Suara papan tik seakan berlomba dengan detik jarum jam di dinding ruangan khusus staf account officer dan marketing. Beberapa kubikel tampak kosong, pemiliknya telah beranjak pulang ke keluarga masing-masing. Hanya Tari yang masih khusyuk mengejar target closing demi menambah pundi-pundi di rekening. Tiba-tiba ponselnya yang tergeletak di samping tetikus berdenting.

Notifikasi pesan masuk dari Business Manager itu membuat napas Tari terhela berat.

Tari, jangan lupa make sure ke notaris buat akad lusa.

Pening mendadak menghantam kepala Tari. Setiap akhir bulan selalu seperti ini. Target yang harus tercapai senantiasa menghantui. Dia menelan ludah, berusaha tetap tenang meskipun tekanan dalam pikirannya makin menjadi-jadi. Dia mencoba menjelaskan dengan sabar.

Saya sudah follow up ke stafnya, Pak, tapi menurut mereka belum bisa dijadwalkan signing perjanjian kreditnya kalau hasil pengecekan sertifikat belum keluar. 

Tari mengetik balasan sesuai keadaan. Sejak tadi pagi dia sudah mengirimkan pesan, hampir setiap lima belas menit sekali, pada staf notaris rekanan mereka. Namun, jawabannya selalu sama.

Ya kamu desak lah. Masa nggak bisa jadi sehari? Di notaris lain aja bisa, kok.

Lagi-lagi Tari menghela napas. Hal yang dianjurkan oleh atasannya itu sudah dia lakukan, membandingkan proses di kantor notaris rekanan mereka yang lain. Tetap saja tidak ada solusi selain menunggu dengan sabar. 

Sekarang proses di BPN (Badan Pertanahan Nasional)-nya agak lama Pak. Ada pengalihan media dari manual ke elektronik katanya. 

Tari memberi jawaban yang dia dapatkan dari staf notaris. Kebijakan pemerintah yang sedang melakukan digitalisasi data membuat beberapa hal menjadi terhambat, tidak cepat seperti biasanya. Jadi, orang-orang yang memiliki kepentingan dengan sertifikat tanahnya, harus lebih bersabar. 

Perform kamu bulan ini nggak bagus loh, Tari. Kamu belum ada signing satu pun. Kalau yang ini lewat juga dari tanggal 30, kamu bisa kena warning. 

Tari menggigit bibir bawahnya. Dia memang berhasil menarik beberapa calon debitur untuk mengajukan kredit di bank tempatnya bekerja, tetapi belum ada yang berhasil sampai ke tahap penandatanganan akta perjanjian kredit dan pencairan dana. Tari pusing memikirkan itu semua. Ingin marah pun, entah pada siapa. 

Pokoknya kamu harus pastikan debitur ini bisa dropping sebelum akhir bulan. Saya nggak bisa bantu apa pun lagi kalau sampai kamu kena teguran karena nggak memenuhi target.

Mata lelah Tari menatap hampa pada barisan kalimat yang tertera di layar ponselnya itu. Dia menarik napas dalam-dalam, menghitung satu sampai sepuluh dalam diam. Tiga jari kanannya menggaruk sebuah bekas goresan melintang pergelangan tangan kiri, bagian yang selalu dia sembunyikan dengan baju berlengan panjang. 

Ruangan seluas 7 X 10 meter persegi dengan layout terbuka itu menjadi lebih dingin karena hanya tinggal Tari seorang. Semenjak mayoritas saham perseroan yang bergerak di bidang perbankan itu dikuasai oleh perusahaan asing, sistem kerja di kantor Tari makin gila-gilaan. Mendekati akhir bulan biasanya banyak yang lembur demi mencapai target sesuai ketentuan.

Para atasan tidak akan segan mengeliminasi siapa saja yang dianggap kurang kompeten dalam memenuhi target. Sebagian yang masih beruntung, langsung dipindahkan ke cabang lain. Sisanya yang dianggap tidak menguntungkan sama sekali, dipaksa menandatangani surat pengunduran diri. 

Apa daya, Tari hanya pegawai biasa. Dia dibenturkan pada kewajiban memenuhi target perusahaan dan kebijakan pemerintahan yang tidak bisa dikesampingkan. Meski terjepit oleh dua kepentingan yang tidak sejalan, Tari harus tetap bertahan demi hidup yang membosankan, entah sampai kapan.

Tari menatap layar komputernya yang terasa makin buram. Matanya lelah setelah berjam-jam menelusuri angka-angka dan kata, mengecek data juga laporan keuangan calon nasabah. Setiap detail harus diperhatikan, setiap angka harus benar, dan setiap kesalahan bisa berakibat fatal. Sekilas, dia memijat pelipisnya yang berdenyut-denyut. 

Lihat selengkapnya