Diskoneksi

Lovaerina
Chapter #22

Bab 22

Damar menunggu waktu yang tepat untuk menemui Tari dan berbicara dengannya. Dia tidak ingin melangkahi Alia sebenarnya. Namun, dia juga tidak bisa berdiam diri setelah mengetahui kebenaran tentang sosok Asa.

Hidup seperti apa yang Tari jalani selama ini?

Beban berat apa yang telah dia pikul seorang diri?

Meski perkenalannya dengan Tari belum begitu lama, Damar merasa sangat peduli padanya. Sekali lagi, ini bukan perkara cinta. Damar tidak memandang Tari dengan cara seperti itu.

Entah berapa kali Damar keluar kamar hanya untuk memeriksa apakah Tari sudah kembali. Kali ini, dia bahkan sampai menunggu di parkiran.

“Lagi nungguin paket, Mas?” Imran berceletuk dari pintu kamarnya sendiri yang memang dekat sekali dengan tempat parkir.

“Bukan, Pak,” timpal Damar singkat, lalu memeriksa ponsel. Ini sudah lebih dari satu jam sejak dia menerima pesan dari Alia.

“Oh, nunggu Mbak Tari, ya? Makanya gelisah begitu?” Tebakan Imran kali ini tepat sasaran.

Akan tetapi, Damar memilih tidak menanggapi. Sebuah ide terbersit di benaknya. Dia serta merta mendekati Imran, celingukan sesaat, lalu berbicara dengan suara sangat pelan.

“Saya boleh lihat CCTV-nya lagi, Pak?” pinta Damar.

Imran mengernyit. Dia bisa menebak tujuan Damar memeriksa CCTV itu adalah untuk melihat Tari. Wajah Imran mendadak pucat pasi.

“Penting, Pak,” imbuh Damar agar diizinkan.

Imran mengangguk setuju. Padahal dia sudah diwanti-wanti oleh pemilik untuk tidak menunjukkan rekaman kamera pengawas itu kepada sembarang orang. Namun, dia mengizinkan Damar melihat, demi kepentingan dan kedamaian rumah kos ini, pikirnya.

Damar mengekor Imran yang masuk ke ruang tengah. Dia lalu meminta Imran menuju ke tanggal di mana Tari mengaku pertama kali bertemu Salu. Damar ingat, waktu itu dia mendengar percakapannya lebih banyak. Dia harus memastikannya.

Imran menggulir tetikus dengan hati-hati. Sementara itu, Damar menajamkan tatapan. Kedua alisnya nyaris menyatu karena terlalu fokus memperhatikan layar monitor. Hingga akhirnya layar berhenti di waktu yang diminta. Kedua orang itu terdiam khidmat menyaksikan video yang sedang diputar. Tanpa suara, tetapi Tari jelas terlihat sedang berbincang dengan seseorang.

“Mbak Tari beneran bisa lihat setan, ya, Mas?” celetuk Imran memecah fokus Damar.

“Videonya bisa saya copy, Pak?” Damar malah balik bertanya.

Imran menoleh pada Damar yang berdiri sedikit menunduk di sebelah kanannya. “Mas Damar mau saya bikinin kopi?”

“Bukan. Ini videonya bisa saya salin ke HP?” Damar meralat pertanyaannya.

“Oh … di-copy? Bisa kayaknya, Mas, tapi saya juga nggak tau caranya. Takut malah rusak,” timpal Imran.

Damar tidak ingin membebani Imran dengan tanggung jawab. Dia akhirnya meminta Imran memutar ulang video itu dan mulai merekam dengan ponsel. Meski kualitasnya kurang bagus, ini masih cukup jelas untuk ditonton.

“Pak, jangan sampai ada yang tau soal ini, ya. Pak Imran nggak mau kan kalau kosan ini jadi nggak laku gara-gara dikira ada hantu?” Damar mencoba membuat kesepakatan dengan Imran. 

Menurut Damar, bualan tentang hantu itu lebih baik daripada Imran tahu tentang keadaan Tari yang sebenarnya. Tidak semua orang memahami tentang kesehatan mental. Kebanyakan masih menganggap seperti orang dengan gangguan jiwa. Alih-alih merangkul, mereka lebih mudah mencemooh dan mengucilkan. Damar tidak mau Tari makin terpuruk.

“Siap, Mas. Tapi, Mas Damar tolong bilang Mbak Tari buat minta setannya jangan ganggu. Kalau bisa, sekalian aja pindah dari sini.” Mimik muka Imran tampak serius sekali.

Damar setuju. Tentu tidak perlu melakukan pengusiran hantu karena permasalahannya bukan itu. Dia lalu pamit kembali ke kamarnya, beralasan ada yang harus dikerjakan.

Bukti kini ada di tangan. Namun, Damar belum bisa tenang. Dia dalam kamar pun dia tidak berhenti mondar-mandir. Pikirannya dikuasai oleh Tari. Dia benar-benar khawatir.

Tidak lama kemudian, terdengar suara pintu kamar sebelah terbuka. Damar buru-buru keluar, bertepatan dengan tertutupnya pintu kamar Tari. Damar segera mengetuk dengan tidak sabaran.

Lihat selengkapnya