Diskoneksi

Lovaerina
Chapter #25

Bab 25

Salu adalah refleksi masa lalu Tari yang dipaksa membisu. Gadis kecil yang selalu mengalah dan menurut apa kata Ibu. 

Sementara itu, Asa merupakan harapan Tari yang tidak pernah bisa digapainya. Impian Tari menjadi penari dan memiliki keluarga bahagia diwujudkan oleh sosok Asa.

Salu dan Asa menjelma menjadi ilusi yang tampak begitu nyata bagi Tari. 

“Kamu datang sama siapa?” tanya Alia ketika Tari duduk di hadapannya. 

Pertanyaan itu selalu menjadi pembuka konseling mereka. Tari diharuskan menjawab jujur. Beberapa kali Asa masih ikut menemani meski sudah diabaikan oleh Tari. Sempat juga Salu yang duduk di kursi sebelahnya. Salu hanya diam menunduk. Tidak seperti Asa yang sering kali protes karena diabaikan. 

“Damar.” Tari menjawab pertanyaan Alia dengan singkat. 

Tetangga kos Tari itu senantiasa meluangkan waktu untuk menemaninya ke klinik ini. Namun, dia tidak pernah ikut masuk ke ruangan konsultasi. 

“Asa atau Salu nggak ikut?” Alia memastikan eksistensi mereka. 

Tari menggeleng. Dia sedang tidak berpura-pura atau mengabaikan eksistensi kedua imajinasinya. Di ruangan ini memang hanya ada dirinya dan Alia. Tidak ada Salu ataupun Asa. 

Alia menyimpul senyum. Perkembangan Tari cukup baik. Tekadnya untuk menghapus Salu dan Asa sangat kuat. Tari juga sudah berusaha keras berdamai dengan keadaan yang terjadi pada dirinya, baik di masa kini maupun masa lalu. 

“Jadi, ada yang masih mengganjal?” Alia menebak dari gerak-gerik Tari yang sepertinya ingin menyampaikan sesuatu, tetapi ragu. 

“Apa aku boleh bicara ke mereka?”

Alia paham betul siapa yang Tari maksud dengan kata mereka. Tentu itu adalah Asa dan Salu. 

“Tari…”

“Untuk terakhir kali.” Tari menyela ucapan Alia. “Aku merasa bersalah setiap kali mengabaikan mereka saat bertemu, terutama Asa.”

Kemunculan Asa jauh lebih lama dibandingkan Salu. Selain itu, Asa juga banyak menemani dan menguatkan Tari selama ini meski semua hanya ilusi. 

“Mungkin kalau aku berpamitan, akan lebih lega,” imbuh Tari mengutarakan alasan ingin bertemu dua sosok yang tidak nyata, tetapi cukup berharga baginya.

Alia mengambil jeda beberapa saat untuk mempertimbangkan alasan Tari. Keinginan itu bisa saja menghancurkan usahanya sejauh ini. Tetap ada kemungkinan Tari akan terpengaruh, lalu kembali percaya bahwa Asa dan Salu nyata. Namun, jika Tari memiliki kendali penuh atas dirinya, berpamitan bisa menjadi solusi agar tidak dihantui rasa bersalah.

Tari masih menunggu jawaban dari Alia. Dia bisa saja mengambil keputusan sendiri tanpa diskusi seperti ini. Alia juga tidak akan tahu. Namun, Tari merasa perlu pertimbangan demi kebaikan dirinya juga. 

“Baik. Lakukan apa yang kamu mau.” Persetujuan Alia membuat senyum tipis terulas di bibir Tari. “Tapi harus ingat, kamu yang memegang kendali..Bukan yang lain.” 

Tari mengerti maksud Alia. Dia harus waspada. Berbicara lagi dengan Asa berarti sama saja mengakui eksistensinya. Tari bisa terjebak lagi dan kesulitan menerima kenyataan.

“Terima kasih, Dok. Aku janji akan berhati-hati,” timpal Tari penuh tekad.

Lihat selengkapnya